Pengaruh Gaya Kaligrafi dalam Desain Logotype

ABSTRAK

Secara umum kaligrafi terdiri atas dua kelompok, yaitu Kaligrafi Timur dan Barat. Kaligrafi Timur meliputi Timur Tengah (Arab) dan Asia Timur (China, Jepang). Kaligrafi Barat meliputi Eropa dan Amerika. Gaya kaligrafi terkadang diadaptasi dalam pembuatan desain logotype perusahaan dan produk tertentu. Tulisan India, Korea, Jawa, dan lainnya yang mempunyai ciri etnisitas tertentu sebenarnya bisa masuk dalam kelompok kaligrafi namun selain karena ditinjau dari aspek kesejarahannya kurang begitu dieksplorasi juga karena pengaruh dan penyebarannya kurang mengglobal, maka pada umumnya para penulis kaligrafi jarang memasukkannya dalam literatur mereka.

Kata kunci: kaligrafi dan logotype

 

ABSTRACT

Generally, group of Calligraphies are divided into two groups: Eastern and Western calligraphy. Eastern calligraphy is divided into East Asia/oriental calligraphy (China, Japan, Korea) and Middle east (Arab). Western calligraphy is divided into Europe and America. Calligraphy styles sometimes are adapted by companies and products for their logotypes. Indian, Javanese and various other letters which have etnicity characteristics as a matter of fact might be categorizing into calligraphy, because of beside not much influencing and spreading globally, in historical perspective they just a little bit explorate, so that some authors infrequently not write them in their literatures.

Keywords: calligraphy and logotype

 

PENDAHULUAN

Sebagian besar orang berpendapat bahwa kaligrafi adalah huruf dekoratif yang bernafaskan Islam. Hal ini dimungkinkan karena kurangnya informasi mengenai apa kaligrafi itu dan hampir semua pameran yang bertajuk kaligrafi di Indonesia selalu menampilkan lukisan dekoratif huruf Arab. Pendapat di atas tidak sepenuhnya salah. Huruf Arab merupakan salah satu bagian dari kekayaan kaligrafi. Sebenarnya, istilah kaligrafi itu luas cakupannya dan bisa diinterpretasikan dalam berbagai hal tergantung pengalaman dan pengetahuan khalayak. Secara sederhana, kaligrafi adalah tulisan yang indah yang teraplikasikan dalam media tulisan, lukisan, maupun pola-pola 2 atau 3 dimensi. Istilah kaligrafi berasal dari kata kalio dan graphia. Secara umum diartikan sebagai tulisan yang indah. Dalam bahasa Inggris, kaligrafi disebut dengan calligraphy dan dalam bahasa Arab disebut dengan khathth.1 Dalam alam lingkungan kebudayaan, kaligrafi dapat disoroti melalui dua aspek yaitu sisi kaligrafi sebagai aksara yang menjadi simbol penulisan huruf atau kata, dan aspek kedua adalah keberadaannya sebagai hasil dari proses estetika. Aspek pertama berarti kaligrafi berfungsi sebagai tulisan pada umumnya yang menampung gagasan dari penulisnya, sehingga kaligrafi sebagai media untuk menyimpan, mengawetkan, serta mengungkapkan kembali gagasan dan pemikiran dari seseorang maupun kelompok/komunitas tertentu. Aspek kedua berarti kaligrafi berkaitan dengan kondisi estetik yang berlaku dalam suatu masyarakat dimana batasan daya tampungnya hanya dibatasi oleh keterbatasan pemikiran, gagasan, dan imajinasi. Dalam hal ini, kaligrafi dapat menjadi sebuah gejala kebudayaan yang representatif dan sangat membantu untuk menemukan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dalam suatu kebudayaan serta pertautannya dengan kebudayaan yang lain.

Kalau dicermati, kaligrafi ini sebenarnya ada dalam setiap kebudayaan yang memiliki sistem penulisan yang bertautan dengan bahasa khusus yang ada pada suatu etnik/bangsa. Sebagai contoh adalah India, Jepang, China, Jawa, Arab, dan lainnya.3 Namun secara garis besar, berdasarkan literatur yang tersedia serta ditinjau dari geografis, pengaruh dan pola penyebarannya, artinya pemakaiannya tidak hanya meliputi satu wilayah tertentu tapi telah dipakai oleh banyak orang dari berbagai wilayah politis/negara dan geografis, entah sebagai tulisan maupun dalam konteks kesenirupaan dan desain, maka kaligrafi dibagi menjadi 2 wilayah besar yaitu Timur (eastern) yang meliputi Asia Barat/Timur Tengah (Arab) dan Asia Timur/oriental (China dan Jepang) serta wilayah Barat (western) yang meliputi Eropa dan Amerika.

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana gaya dan teknik kaligrafi berpengaruh dalam desain logotype produk maupun perusahaan.

 

EASTERN CALLIGRAPHY

Di kebudayaan Timur, kaligrafi adalah salah satu bentuk seni yang mempunyai nilai tradisi tinggi, membutuhkan pelatihan dan disiplin tinggi yang memerlukan waktu lama untuk berhasil menguasainya. Usia dari tradisi kaligrafi Timur ini sudah berabad-abad yang lalu dan terintegrasi dengan kemampuan artistik dan tradisi-tradisi kefilsafatan dan religiusitas. Berbeda di Barat, menulis dengan tangan tidak menempati tataran yang tinggi seperti di Timur. Tradisi menulis indah telah dikalahkan oleh pengenalan komputer sejak kanak-kanak. Sehingga tradisi menulis dengan indah hanya sedikit sekali yang menekuni. Berikut ini akan dijelaskan sejarah perkembangan kaligrafi di wilayah Timur yang meliputi China, Jepang, dan Arab.

 

PERKEMBANGAN KALIGRAFI DI ASIA TIMUR

Perkembangan seni kaligrafi di Asia Timur/oriental bergerak amat lambat sejak berabad-abad yang lalu karena menulis berhubungan dengan makna/arti terhadap hal-hal mistis yang tidak dapat ditemukan dalam kebudayaan barat. Karena itulah bentuk tulisan Asia Timur begitu tua dan tetap konsisten dari masa ke masa. Awalnya adalah ideogram (gambar yang memiliki arti khusus) yang diukir di tulang. Sebagai bukti, beberapa jenis tulisan pada masa China kuno kira-kira pada masa akhir dinasti Han menggunakan tulang sebagai medianya. Misalnya ramalan The Shang-Yin biasanya diiriskan pada tulang dengan menggunakan alat pendek berujung runcing yang tidak memungkinkan adanya modulasi ketebalan pada garis dan bentuk goresan sehingga terlihat agak kaku dan bersiku. Pada masa ini belum dikenal adanya tinta atau cairan berwarna untuk media menulis. Namun ada batang kayu atau senyawa karbon hitam yang kadang digosokkan dalam irisan pada tulang tersebut. Selain itu pula ada bukti lain yang diungkapkan bahwa selain tulang, bambu yang berbentuk sempit panjang dan juga kayu dipakai sebagai media yang ditulisi pada masa dinasti Han atau sebelumnya. Kemudian menulis berkembang dengan menggunakan sutra sebagai medianya. Pigmen hitam sudah dipakai untuk menulis di atas sutra ini namun menulisnya masih menggunakan jarum/pena kayu bukan kuas.5 Kemudian terjadi perkembangan yang pesat pada kaligrafi sebagai akibat ditemukannya kuas rambut pertama kali pada akhir abad ke-3 SM oleh Meng Tien seorang Jenderal dinasti Chin. Namun kemungkinan besar, kuas rambut tersebut sudah dipakai sejak ribuan tahun sebelumnya dan Meng Tien mungkin membuat improvisasi pada desain untuk menghasilkan kuas rambut untuk menulis. Pada masa sebelum dinasti Han rambut pada kuas tersebut biasanya diambil dari rambut rusa atau lapisan terluar kambing yang diikatkan pada pegangan kayu atau dimasukkan pada lubang bambu. Pelukis Hsiao Tzu-yun menggunakan rambut bayi atau bulu kelinci, kemudian bahan rambut berkembang dengan menggunakan bulu rubah atau pun srigala. Bahkan Su Shih dan Huang Ting-chien pada masa dinasti Sung menggunakan kuas buatan keluarga Chu-ko dari Szehwan yang terbuat dari kumis tikus yang dilingkupi bulu domba.6

Salah satu media utama kaligrafi China maupun Jepang selain kuas adalah tinta. Orang China menyebut tinta dengan mo, orang Roma menyebutnya dengan atramentum yang menggunakan partikel karbon hitam dicampur dengan cairan semacam lem tapi encer. Masa kejayaan penggunaan tinta untuk menulis dan melukis juga karena adanya penemuan kertas. Kertas pertama kali dibuat pada tahun 105 M oleh Tísai Lun. Kertas ini masih sederhana sekali karena berasal dari sisa linen, kain bekas, jaring ikan dan kulit pohon. Pada tahun 400 M kertas tersebut telah menyerupai kertas amplop manila pada saat ini. Sesudahnya perkembangan pembuatan kertas sudah bisa dikatakan canggih dan tersebar luas di Asia dan Eropa, namun tetap mengadopsi teknik dari China. Tahun 1750 M perkembangan kertas secara modern di Eropa dipelopori oleh Baskerville.

Perkembangan kaligrafi China yang awalnya berupa simbol-simbol yang diukirkan di atas tulang dan tempurung kura-kura darat (chia ku wen) dan perunggu (chin wen) pada masa Shang- Yin (1500 SM ñ 1000 SM) mengalami modifikasi secara bertahap pada masa tulisan Chou bagian barat (Western Chou) pada awal tahun 1000 SM, yang kemudian berkembang mengikuti gaya negara-negara bagian (states). Yaitu Chíi dan Lu (Hsu Shenís ku wen?) serta gaya lain sesuai wilayah masing-masing yaitu Chao, Yen, Chíu dan variasi-variasi lain. Pada masa tulisan kenegaraan Chíin yang dikenal dengan istilah ta chuan berkembang menjadi hsiao chuan pada masa Chíin menjadi dinasti di China kira-kira pada tahun 500 SM. Pada masa sebelum abad ke-1 kemunculan dinasti Han memunculkan pula gaya tulis li shu yang menjadi standar tulisan Han. Kemudian berkembang ke dalam variasi yang begitu indah, yang disebut dengan gaya tulis pa fen yang oleh orang barat disebut dengan ‘Eight-tenths Script’.8  Secara umum li shu ini dapat dibaca secara sempurna (perfectly legible) seperti halnya tulisan China modern. Dari masa ini ke masa sekarang gaya tulis kaligrafi China secara garis besar tidak mengalami perubahan berarti. Yang ada hanyalah pengembangan ke arah gaya/mode kaligrafi China modern yaitu k’ai shu, hsing shu, dan tsao shu.

Bahasa China bersifat monosyllabic (bersuku satu) dan dalam setiap penulisannya masing-masing karakter memiliki arti satu kata. Kata tersebut tidak terbentuk dari alfabet dasar yang dikombinasikan dalam permutasi yang berbeda seperti di Barat. Setiap karakter memiliki elemen-elemen bentuk untuk mengekspresikan kesan, gagasan, dan bunyi dari ucapan kata.9 Kuas adalah alat yang penting dalam kaligrafi oriental. Teksnya ditulis secara vertikal dari kanan ke kiri. Ada semacam kaidah pada postur dan metode memegang kuas untuk memastikan ritme yang luwes/bebas. Pergerakan dan penempatan keseluruhan bagian tubuh menentukan sekali pada kemampuan sang kaligrafer dalam menyelesaikan karyanya. Diungkapkan pula bahwa halaman pada tulisan China dan Jepang memiliki karakter dan variasi yang kaya sebab memiliki banyak karakter yang dapat digunakan. Masing-masing seolah-olah pas dengan grid imaginer, dimana skala dan proporsinya seperti diatur. Ada semacam nilai tertentu yang amat penting pada setiap artikulasi pada setiap coretan kuas, cara masing-masing karakter dikomposisikan dan aliran variasi-variasi linearnya.

Di China, kaligrafi tidak bisa dilepaskan dari lukisan. Namun sebenarnya kaligrafi menjadi sangat penting. Lukisan kaligrafi dipakai sebagai dekorasi di setiap rumah dengan atau tanpa disertai ilustrasi. Di China, Jepang, dan Korea kaligrafi dapat ditemukan di jalan-jalan, penanda dan banner-banner baik di kota maupun desa. Ini menggambarkan betapa kuatnya kebanggaan bangsa tersebut dalam hal tradisi yang secara tidak langsung memperkuat karakter kebangsaannya. Selain itu kaligrafi bagi bangsa ini merupakan ekspresi diri dan sebagai sebuah nilai kehormatan bagi orang yang menerimanya.

Gambar 1. Gambar sebelah kiri adalah Kaligrafi China berjudul Zhengqi karya Xu Zhi-Hai. Sedangkan sebelah kanan adalah salah satu karya dari The National Japanese Calligraphy Competition di Tokyo Metropolitan Museum of Art, Ueno. Sumber: www.tongram.com/gallery/zhihai/zhengqi.asp dan www.frangipani.info/gallery/calligraphy/calligraphy_exhibition_6

 

PERKEMBANGAN KALIGRAFI ARAB

Perkembangan kaligrafi Arab telah terjadi seiring dengan sejarah huruf Arab sendiri. Melalui jalur Semit yakni Sam (Sem) putera Nuh yang setelah terjadi perpecahan dengan Ibrani aksara ini dipelihara dalam komunitas yang sekarang ini disebut dengan bangsa Arab.11 Namun Linskey melihat huruf Arab sebagai sebuah evolusi tulis yang berasal dari sistem tulisan Punesia yang mencapai puncaknya pada abad ke-7 pada saat Al Quran ditulis. Perkembangannya meluas di wilayah-wilayah yang ditaklukkan oleh bangsa Arab. Bahkan pernah sampai ke Eropa Barat sebelum bangsa Arab yang mencoba menaklukkan Eropa dikalahkan oleh Franka.

Dalam The Complete Guide to Calligraphy, alfabet dalam bahasa Arab meliputi 29 karakter. Kebanyakan merepresentasikan bunyi-bunyi yang berhubungan dengan konsonan. Senada dengan pernyataan Lynskey di atas yang menyebut huruf Arab berakar dari huruf Punesia, dalam The Complete Guide to Calligraphy dijelaskan bahwa huruf Arab mempunyai akar yang sama dengan alfabet bangsa Romawi.

Hal ini bisa dilihat dari naskah Punesia tertua ditemukan berangka tahun 1000 SM. Tidak diketahui dengan jelas bagaimana sistem penulisan ini tumbuh. Namun ada hubungannya dengan piktografi Sumeria dan simbol cuneiform yang diambil alih oleh bangsa Babilon. Sistem penulisan ini ditransfer oleh bangsa Yunani dalam bentuk 24 tanda konsonan (seperti diketahui, bangsa Romawi kemudian mengadopsi tulisan Yunani tersebut). Sistem penulisan Punesia ini juga kemudian menjadi dasar sistem penulisan Persia dan pada akhirnya berpengaruh terhadap perkembangan tulisan Arab. Dengan demikian huruf Arab mempunyai akar yang sama dengan huruf Romawi.13 Namun selang berabad-abad kemudian dia berkembang menjadi sebuah wujud yang berbeda. Dalam huruf Arab sendiri ada banyak variasi. Sistem penulisannya terdiri atas kelompok karakter yang sama-sama memakai sebuah simbol yang berhubungan dengan konsonan, agar lebih mudah dipahami ditambahkan dengan penanda yang mengekspresikan bunyi vokal dan lafal yang spesifik. Huruf akan sedikit berubah karakternya tergantung pada posisinya dalam kata (pada awal atau akhir kata), digabung atau berdiri sendiri.

Menurut Schimmel seperti dikutip oleh Yahya, seorang wanita peneliti tasawuf membuat batasan yang dapat menjadi acuan tentang perbedaan kaligrafi Arab dan kaligrafi Islam. Hal yang seringterjadi adalah kesalahpengertian antara kedua istilah tersebut. Schimmel dalam Yahya menjelaskan kalau tulisan indah itu menampilkan ayat Al-Quran, Al-Hadits, ungkapan hikmah dan lain-lainnya yang merupakan ajaran Islam, maka kaligrafi tersebut secara khusus disebut dengan kaligrafi Islam. Namun bila kaligrafi tersebut tidak berkaitan dengan hal-hal yang disebut di atas, maka disebut dengan kaligrafi Arab.

Sejak kedatangannya ke Asia Tenggara dan Nusantara, huruf Arab banyak dipakai untuk tulisan-tulisan materi pelajaran, catatan pribadi, undang-undang, naskah perjanjian resmi dalam bahasa setempat, dalam mata uang logam, stempel, kepala surat, dan sebagainya. Gallop dalam Yahya mengistilahkan huruf Arab yang dipakai dalam bahasa setempat sebagai huruf Arab Melayu, Arab Jawa, atau Arab Pegon.16

Dalam perkembangan selanjutnya, kaligrafi Arab dikembangkan dalam dua aspek sekaligus. Aspek pertama adalah pengembangan tulisan indah, penuh hikmat, bersumber pada Al-Quran, hadist, ucapan para sufi, penyair, filsuf, juga doa-doa. Aspek kedua adalah dalam konteks kesenirupaan atau visual art. Dalam konteks ini kaligrafi menjadi jalan namun bukan pelarian bagi para seniman lukis yang ragu untuk menggambar makhluk hidup17. Keunggulan kaligrafi Arab dalam aspek ini adalah pada faktor fisioplastisnya, pola geometrisnya, serta lengkungan ritmisnya yang luwes sehingga mudah divariasikan dan menginspirasi secara terus- menerus. Yahya menambahkan dalam aspek kesenirupaan, kaligrafi Arab kadang dipakai secara utuh, sebagian, atau hanya beberapa huruf saja dalam khazanah hijaiyah. Mereka mengambil dari bentuk baku seperti tsuluts, kufi, dan seterusnya. Kemudian ada juga yang menstilisasikannya (dibuat menjadi lebih bergaya) untuk menemukan kerangka harmonisasi. Contoh dari harmonisasi ini adalah rencong Aceh. Dari gagangnya sampai pada ujung mata tajamnya merupakan manifestasi dari ucapan untuk mengawali sesuatu yaitu Bismillah. Atau ukiran di Bangsal Kencana Kraton Yogyakarta Hadiningrat adalah perwujudan dari kalimat syahadat yang adalah inti keislaman.

Gambar 2. Selembar manuskrip menggunakan kaligrafi Arab dari Annals of Selim II, tahun 1580. Diadaptasi dari Judy Martin, The Complete Guide to Calligraphy. London: Grange Books, 1996, hal. 33.

Gambar 2. Selembar manuskrip menggunakan kaligrafi Arab dari Annals of Selim II, tahun 1580. Diadaptasi dari Judy Martin, The Complete Guide to Calligraphy. London: Grange Books, 1996, hal. 33.

 

WESTERN CALLIGRAPHY

Perkembangan kaligrafi di Barat dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Eropa dan Amerika. Kenapa Eropa disebut lebih dulu karena pada awal mulanya perkembangan kaligrafi Barat berawal dari Eropa sebelum menyebar ke Amerika.

 

PERKEMBANGAN KALIGRAFI DI EROPA

Berbicara tentang kaligrafi di Barat berarti berbicara tentang bentuk tradisi keahlian menulis indah (penmanship) dan tulisan alfabet bangsa Romawi dan bentuk-bentuk variasinya. Menurut Lynskey, pada masa akhir Romawi tulisan yang berkembang adalah Uncial yang dipergunakan oleh bangsa Romawi yang kemudian dipakai di biara-biara Celtic dimana pada masa itu para misionaris juga menyebarkan ajaran Kristen ke seluruh Eropa, kemudian agama Kristen ini menjadi agama resmi Romawi. Pada masa ini naskah dibuat di media yang disebut vellum 19 (kulit binatang yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat menjadi media semacam kertas pada saat ini). Terjadinya perpecahan pada imperium Romawi menyebabkan penyebaran komunikasi memburuk saat itu. Gereja Katholik Romawi-lah yang mempertahankan seni dan pengetahuan sepanjang masa tersebut. Huruf Uncial pada masa ini diadopsi oleh ahli-ahli tulis Kristen dan banyak dipakai di Barat dari abad ke-5 – 8 masehi. Alkitab disalin dan disebarkan lebih luas di berbagai wilayah Eropa yang masih terisolasi.20 Selanjutnya pada awal abad ke-7 dan 8 masehi terlihat perkembangan kreativitas dalam penciptaan huruf-huruf yang lumayan kompleks dan menarik. Jenis huruf ini disebut dengan gaya Insular.

Gambar 3. Huruf Uncial dan Insular. Diadaptasi dari Marie Lynskey, Calligraphy. Leicester: Silvedale Book, 2002, hal. 11 dan 13.

Gaya tulisan yang berkembang berikutnya sangat dipengaruhi dan sebagai usaha kerja keras raja Charlemagne dari Franks (Franka) yang berkuasa dari tahun 742ñ814. Huruf ini disebut dengan Carolingian yang mempunyai batang acscending dan descending yang panjang melayang bebas dan terkesan elegan.

Pada akhir abad ke-8, seperti dijelaskan oleh Martin dalam buku The Complete Guide to Calligraphy, terjadi semacam gelombang renaissance (kebangunan kembali) budaya dan juga semangat dari para sarjana yang dilindungi oleh raja Charlemagne dari Franks (Franka) sendiri yang pada saat itu berkuasa dari Italia sampai Spanyol melintasi Eropa bagian utara. Dia menunjuk Alcuin of  York (735 ñ 804) kepala sekolah kehakiman di Aachen yang kemudian pada tahun 782 menjadi kepala biara St. Martin di Tours sebagai wakilnya untuk melakukan misi ini. Alcuin-lah yang dengan kekuasaan yang diberikan oleh Charlemagne melakukan revisi dan membuat standarisasi terhadap berbagai variasi dari tulisan Minuscule. Dengan kalimat lain dialah yang membawa kembali abjad Romawi menjadi patokan dan menjadi standar penulisan buku-buku saat itu. Untuk diketahui, pada masa sebelum Alcuin of York banyak ahli tulis salah dalam menerjemahkan buku-buku karena adanya unsur self-intepretation. Kemudian dia membuat revisi. Jenis huruf yang merupakan revisi dari masa lalu tersebut diberi nama Carolingian Minuscule.23 Pada masa ini pulalah dikenal dengan adanya semacam visual hirarki dalam penulisan suatu naskah. Misalnya untuk judul utama menggunakan huruf kapital Romawi, kemudian baris pembuka menggunakan Uncial atau kata pengantarnya dalam Half-Uncial. Sedangkan isinya menggunakan Carolingian Minuscule. Sementara amandemen dan catatan lainnya menggunakan Rustic Capital. Perkembangan huruf gaya Carolingian Minuscule memberi catatan penting dalam sejarah perkembangan huruf karena secara struktural telah sempurna dan huruf-huruf yang sesudahnya merupakan modifikasi terhadap bentuk keindahan dan faktor kepraktisan saja.

Di Prancis berkembang huruf gaya Merovingian yang jauh dari pengaruh Charlemagne karena gaya ini tumbuh sebelum masa Charlemagne berkuasa. Demikian juga di Britania Utara huruf gaya Insular masih dipakai sampai pertengahan abad ke-10 yang kemudian digantikan oleh Carolingian. Pada masa-masa ini pulalah huruf Anglo-Saxon diperkenalkan oleh para rahib dari Inggris ke penjuru Eropa.

Gambar 4. Huruf Carolingian dan Merovingian. Diadaptasi dari Marie Lynskey, Calligraphy. Leicester: Silvedale Book, 2002, hal. 12.

Spanyol tidak ketinggalan dalam menyumbangkan pemikirannya dalam perkembangan gaya huruf. Pada abad ke-12 muncul disana huruf gaya Visigothic. Selang abad ke-9 − 13 di Italia Selatan berkembang huruf gaya Beneventan. Semua jenis huruf tersebut dipakai untuk penulisan manuskrip/naskah pengetahuan sepanjang awal abad pertengahan. Disusul pula pada masa ini kemunculan huruf Gothic. Yang menarik dari huruf gaya Gothic ini adalah mengubah tampilan huruf yang pada saat itu berbentuk bulat menjadi lebih kaku/bersiku. Puncaknya adalah huruf gaya Textura yang muncul pada abad ke-14. Kesan yang muncul dari jenis ini adalah glamour/berlebihan, romantis, dan sopan.

Gambar 5. Huruf Gothic dan Textura. Diadaptasi dari Marie Lynskey, Calligraphy. Leicester: Silvedale Book, 2002, hal. 12.

Huruf berbentuk bulat pada sisinya muncul di Italia namun tetap memakai referensi huruf gothic. Jenis ini dipakai untuk menulis buku-buku musik. Pada masa abad ke-15, munculnya mesin cetak membuat huruf gaya Carolingian tidak mendapatkan tempatnya melainkan huruf gaya Gothic. Alasannya adalah  huruf Gothic lebih pas pada ukuran kertas yang dipakai untuk cetak.25 Penemuan mesin cetak ini membawa hal positif pada pengadaan jumlah buku yang semakin cepat dan lebih banyak dalam penggandaannya sehingga orang lebih mudah untuk mendapatkan buku. Dengan demikian informasi dan pengetahuan lebih mudah didapat. Ekses negatifnya adalah buku-buku yang ditulis tangan mulai jarang ditemui. Kemudian terjadinya Renaissance dalam aspek perkembangan huruf membawa dampak yang cukup berarti. Pada masa ini muncul huruf yang sangat atraktif sekali, yaitu huruf gaya Bastarda yang menurut Lynskey merupakan jembatan penghubung antara huruf gaya Carolingian dan Gothic. Jenis huruf ini bentuknya berliku namun dengan ujung bersiku di atas maupun di bawah. Meskipun huruf gaya ini dirancang dengan tujuan informal namun banyak naskah-naskah resmi  memakainya. Juga buku-buku puisi memakai jenis huruf ini.26 Gaya lain yang muncul pada masa ini dan juga sangat populer adalah huruf Italic yang diciptakan oleh sarjana-sarjana Italia. Huruf tersebut dikenal sebagai Cancelleresca. Modelnya menggunakan pendekatan Carolingian namun memiliki kecenderungan sedikit melandai ke kanan dan makin menjadi bertambah kursif. Huruf ini memberi kesan kecepatan, rapi, dan formal. Jenis lain yang diciptakan pada saat yang hampir bersamaan adalah huruf gaya Humanistic yang rapi, presisi, jelas. Ini adalah hasil dari studi huruf gaya Roman Antiquan.

Dengan ditemukannya mesin cetak pada abad ke-15 dan semakin beragamnya buku yang tersebar luas di masyarakat membawa perubahan juga dalam tren gaya huruf yang populer di masyarakat saat itu yaitu huruf Copperplate 28. Dilihat dari namanya huruf  jenis ini jelas menggunakan media lempengan tembaga yang kemudian huruf-hurufnya dipahatkan di atasnya.

Gambar 6. Huruf Bastarda, Cancelleresca, Copperplate. Diadaptasi dari Marie Lynskey, Calligraphy. Leicester: Silvedale Book, 2002, hal. 14.

 

KEBANGKITAN KEMBALI KALIGRAFI EROPA

Setelah sedikit dimanfaatkan orang, keahlian menulis tangan (penmanship) mulai meredup karena kalah bersaing dengan industri cetak setelah lahirnya mesin cetak yang secara kuantitas mampu lebih cepat memproduksi naskah-naskah dan buku-buku.

Setelah ‘tidur’ selama kurang lebih tiga abad, muncullah seorang dokter yang memutuskan keluar dari profesinya untuk mengasah kemampuannya dalam bidang penmanship tersebut. Dia adalah Edward Johnston (1872-1944) yang kelak kemunculannya menjadi tonggak munculnya kaligrafi barat moderen.29 Johnston pada tahun 1898 mengadakan penelitian tentang tulisan/naskah dan dokumen-dokumen kuno peninggalan masa abad pertengahan di museum British. Orang-orang pada masa Johnston mengira bahwa kaligrafi pada abad pertengahan tersebut menggunakan pena ujung runcing. Namun setelah dilakukan penelitian dan praktek mendalam, terungkaplah sebuah kenyataan bahwa pada masa abad pertengahan, manuskrip-manuskrip tersebut ditulis dengan pena berujung datar/flat. Pena jenis ini bisa menghasilkan ketebal-tipisan pada karakter huruf yang dibuat. Di sela-sela kegiatannya mengajar, Johnston menulis buku yang menjadi pegangan kaligrafer barat. Bukunya berjudul Writing & Illuminating & Lettering.

Meskipun kemudian pengaruh Johnston menyebarluas di Eropa, sejarah juga mencatat tokoh lain yang juga aktif  dalam memunculkan kembali semangat penmanship pada awal abad ke-20 di Eropa bagian utara yaitu Rudolp von Larisch (1856 ñ 1934) di Vienna dan Rudolf Koch (1874 ñ 1931) di Offenbach. Keduanya juga aktif mengajar seperti Johnston. Kemudian pada masa awal abad ke-20 ini, Jerman menjadi tempat bagi periode moderen Gothic Black Letter. Memberi keunggulan pada dipertahankannya kaligrafi tradisi utara dalam kehidupan sehari-hari menjadikannya tidak putus dengan masa lalu.

 

PERKEMBANGAN KALIGRAFI DI AMERIKA SERIKAT

Kaligrafi di Amerika Serikat bertumbuh dengan karakter khasnya sendiri yaitu mempunyai kekuatan tradisi kaligrafi dan seni menulis gaya mereka sendiri pada abad ke-20. Kaligrafi di Amerika Serikat sedikit banyak berkiblat pada kaligrafi abad pertengahan meskipun ada juga prinsip-prinsip tertentu yang diambil dari kaligrafi Eropa moderen. Beberapa tokoh di antaranya adalah W.A Dwiggins, Oscar Ogg, dan Arnold Bank.

Sebenarnya, jauh sebelum ketiga tokoh tadi hadir di Amerika Serikat, pada abad ke-18 sampai 19, kaligrafi dibawa oleh kaum kolonis ke Amerika. Darton mencatat dalam buku Practical Calligraphy Techniques and Material, kolonis dan juga ahli menulis Joseph Carstairs berhasil mengembangkannya di Amerika Serikat pada tahun 1830. Dia menulis buku tentang teknik menulis kaligrafi dengan memanfaatkan keseluruhan tangan bukan hanya tangan dan jemari untuk mengontrol pergerakan dari pena.

 

LOGOTYPE

Menurut Barret, istilah logotype bisa berarti simbol, gaya tulisan (lettering style) atau kombinasi keduanya yang digunakan untuk memberi identifikasi sebuah perusahaan atau organisasi.32 Pada umumnya, istilah logotype sebagai sebuah form (bentuk) tidak bisa dipisahkan dari logo itu sendiri. Sebuah logo bisa hanya terdiri dari logotype saja, jadi berupa teks/tulisan dengan menggunakan gaya tipografis yang berkarakter khusus, bisa terdiri dari sebuah atau lebih kata atau pula initial/singkatan kata dari nama perusahaan, organisasi, atau produk. Atau dia berkolaborasi dengan simbol-gambar, bisa berupa bentuk-bentuk struktural tertentu yang abstrak, dekoratif sampai realis, yang disebut dengan logogram. Dari pengertian secara umum ini desain logo bisa terdiri dari gabungan logogram dan logotype atau bisa hanya logotype saja atau logogram saja.

Logotype memegang peranan penting dalam penyampaian identifikasi sebuah perusahaan atau bahkan produk. Logotype sebagai sebuah dasar (keystone) dari identitas perusahaan (corporate identity). Karena (pada umumnya) hal yang pertama kali dilakukan oleh perusahaan untuk memunculkan image grafis sebuah perusahaan adalah melalui logotype. Dari letterhead, tas, sampai pada sisi van atau bahkan pesawat terbang. Sebuah logo dapat didesain untuk menyampaikan banyak hal dari asosiasi simbolik seperti stabil, dapat dipercaya, formal, progresif, kreatif, dan hi-tech.

 

PENGARUH GAYA KALIGRAFI DALAM DESAIN LOGOTYPE

Yang dimaksud dengan pengaruh pada tulisan ini adalah dipakainya aspek gaya dan juga teknis kaligrafi dalam logotype. Tidak menutup kemungkinan logo/logotype tersebut murni goresan kaligrafer maupun dibuat secara computerized. Seperti diketahui perkembangan teknologi komputer mempermudah orang untuk mengadaptasi sesuatu. Dalam hal huruf juga demikian sehingga bentuk huruf hasil dari pengolahan komputer pun ada yang memiliki kesamaan dalam bentuknya dengan huruf-huruf yang dipakai oleh para kaligrafer. Logotype yang demikian dimasukkan dalam kategori ëdipengaruhií oleh gaya kaligrafi.

Pada umumnya di Timur maupun di dunia Barat, aspek gaya dan teknis kaligrafi dalam logotype dipakai untuk menunjukkan kesan tradisi, klasik dan elegan. Contohnya pada sebuah restoran China di Amerika yaitu “The Wah Mee”. Goresan huruf pada logotype-nya menggunakan sentuhan huruf oriental. Seperti sebuah sapuan kuas pada setiap stroke huruf namun bukan sebuah sapuan kuas yang menghasilkan tekstur dan goresan spontan karena huruf ini telah diadaptasi dengan komputer. Bandingkan dengan sebuah restoran Jepang ìFujiî yang masih mempertahankan goresan spontan kaligrafi oriental. Meskipun tidak menutup kemungkinan sapuan kuas tersebut hasil adaptasi komputer grafis namun kesan tradisi dan pemaknaan kultur Timur menjadi lebih bisa dihadirkan dengan karakter semacam goresan spontan tersebut.

Gambar 7. Logotype restoran yang menggunakan gaya dan teknik kaligrafi oriental. Sumber:  www.cincinnati.com/dining/wahmee dan www.fujisushibar.com

 

Hal ini juga umum kita temui di Indonesia, banyak logotype restoran oriental yang dipengaruhi oleh gaya dan teknik kaligrafi Asia Timur/oriental tersebut terutama restoran yang khusus menjual makanan dan masakan China atau Jepang. Demikian juga tempat-tempat yang memakai nama Mandarin atau Jepang sering  menggunakan gaya oriental tersebut dalam logotype-nya, misalnya Griya Shiatsu. Namun kalau diamati ada sebuah gejala di Timur, misalnya untuk perusahaan ataupun produk buatan China yang memakai huruf Latin pada logotype-nya namun tidak mengadaptasi pendekatan kaligrafi oriental, tidak jarang logotype yang menggunakan huruf Latin tersebut didampingi oleh huruf Mandarin. Terkadang terlihat tidak hanya pada logo perusahaan buatan China tapi juga pada perusahaan ataupun juga produk buatan Jepang dan Korea, didapati juga penggunakan logotype huruf Latin yang didampingi huruf Kanji (Jepang) dan Hangeul (Korea).

Gambar 8. Perpaduan antara logo, logotype huruf latin dengan huruf China, Korea, dan Jepang.
Sumber: www.lebaolong.de/index_en.htm, www.gmikr.en.ec21.com/company_info.html, dan www.ourgeneralstore.typepad.com/our_general_store/food_and_drink

 

Di Indonesia, pengaruh kaligrafi Arab pada logotype banyak kita temui pada toko atau tempat umum yang bernafaskan Islami atau memiliki kedekatan kultural dengan tradisi Arab. Misalnya toko pakaian atau butik pakaian muslim/muslimah banyak yang menggunakan pendekatan gaya kaligrafi Arab. Pengaruh gaya kaligrafi gaya Arab juga nampak pada Zildjian, sebuah merk penghasil alat musik cymbal dari Massachussets. Zildjian dalam bahasa Armenia berarti “Son of A Cymbals Maker” didirikan di Istanbul, Turki pada tahun 1623.34 Penggunaan pendekatan kaligrafi Arab nampak terutama lengkungan ritmisnya yang luwes pada setiap huruf serta bentuk titik pada huruf “i” dan “j” diinspirasi dari huruf Arab. Pemilihan karakter ini dimungkinkan karena tidak lepas dari aspek sosial budaya rakyat Turki yang dekat dengan dunia Islam. Namun jika diamati lebih jauh lagi logotype tersebut pada huruf-huruf tertentu yaitu “l”, “a”, dan “n” mirip dengan gaya kaligrafi Barat yaitu gaya huruf Carolingian, sedangkan huruf “d” mirip dengan gaya huruf Merovingian. Kemungkinan pendekatan ini dipakai juga karena secara sosial budaya dan politis, Turki juga dekat dengan Eropa. Namun yang jelas citra yang dapat ditangkap dari logotype Zildjian ini adalah sebagai produk yang mempunyai tradisi dan sejarah panjang (sejak kekaisaran Ottoman sampai saat ini).

Gambar 9. Logotype Zildjian yang dipengaruhi kaligrafi Arab dan Barat. Sumber: www.customhitchcovers.com/custom.html

Gambar 9. Logotype Zildjian yang dipengaruhi kaligrafi Arab dan Barat. Sumber: www.customhitchcovers.com/custom.html

Kaligrafi Barat banyak dimanfaatkan oleh perusahaan maupun produk yang mengasosiasikan dirinya dengan citra eksklusif dan elegan, bertradisi tinggi dan klasik. Contohnya tidak jarang perusahaan coklat dan anggur di Eropa memakai gaya kaligrafi Barat ini. Tidak hanya itu saja kesan romantis yang muncul, huruf kaligrafi Barat juga terkadang dimanfaatkan perusahaan atau produk yang berhubungan dengan jasa pernikahan. Dan tentu saja tidak ketinggalan perkumpulan pecinta kaligrafi serta biro kaligrafi menggunakan pendekatan kaligrafi Barat dalam logotype-nya, baik di Eropa maupun di Amerika.

Gambar 10. Logotype pada logo di atas mendapat pengaruh gaya kaligrafi Barat. Sumber: www.baggiolino.it, www.winespirit.org, dan www.chloe2001.com/version3/logo_creations.html

Pendekatan yang umum pada kaligrafi Barat jelas diadaptasi pada ketiga logo di atas melalui pemakaian ornamental ataupun dramatisasi bentuk huruf pada huruf terdepan suatu kata (monogram). Pada manuskrip atau naskah abad pertengahan huruf awal pada tulisan sebuah naskah biasanya menggunakan pendekatan ini. Selain itu bentuk tebal tipis pada stroke juga mengingatkan kita pada pemakaian ujung pena datar yang berasal dari tradisi penmanship seperti yang sudah dijelaskan di depan.

 

SIMPULAN

Kaligrafi, baik di Timur maupun di Barat, merupakan tradisi yang telah bertahan lama. Pengaruh kaligrafi sampai saat ini masih bisa dirasakan. Meski telah ada pergeseran fungsi dari tulisan naskah yang panjang menjadi hanya dipakai pada tulisan yang pendek, misalnya pada piagam atau kartu ucapan dan logotype pada kaligrafi Barat. Kaligrafi di Timur masih tetap bertahan, contohnya kaligrafi Arab yang berkembang menjadi kaligrafi Islam karena dipakai pada naskah kitab suci Alquran, serta di China, Jepang, dan Korea, naskah-naskah maupun buku- buku masih menggunakan huruf setempat sampai saat ini. Di Timur, kaligrafi masih memiliki makna yang berhubungan dengan karakter “nation” sehingga bisa bertahan sampai berabad-abad bahkan ketika komputer dipakai pada berbagai media, hal ini tidak serta merta menggeser nilai dan fungsi kaligrafi.

1 Amri Yahya, Pengembangan Kaligrafi Untuk Optimalisasi Peranan Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab. Jurnal Humaniora, Volume XIII, No. 2/2001, hal. 141.
2 Ibid, hal. 141-142.
3 Ibid, hal. 142.
4 Martin, Judy, The Complete Guide to Calligraphy. London: Grange Books, 1996, hal. 8.
5 William Willets, Chinese Art. Harmondsworth: Penguin Books Ltd, 1958, hal.533.
6 Ibid., hal, 535-536.
7 Ibid., hal. 540-541.
8 Ibid., hal. 569-570.
9 Loc. Cit.
10 Ibid
11 Yahya, Op. Cit., hal. 144.
12 Marie Lynskey, Calligraphy. Leicester: Silvedale Book, 2002, hal. 8.
13 Martin, Op. Cit., hal.40.
14 Ibid., hal. 33.
15 Yahya, Op.Cit., hal 142-143.
16 Ibid., hal. 145.
17 Contohnya, dalam agama Islam terdapat larangan untuk menggambarkan manusia sebagai objek dalam seni rupa
18 Ibid., hal. 145-147.
19 Lynskey, Op. Cit., hal. 10.
20 Ibid.
21 Ibid.
22 Ibid., hal. 13.
23 Op. Cit., hal. 49.
24 Lynskey, Op. Cit., hal. 13.
25 Ibid.
26 Ibid., hal 14.
27 Ibid.
28 Ibid.
29 Op.Cit., hal. 11.
30 Ibid., hal 16.
31 Darton, Mike, Practical Calligraphy Techniques and Material. London: Grange Books, 1996, hal. 27.
32 Barret, Amanda, Corporate Image For Professional Communicators. London: B.T. Basford Ltd, 1988, hal. 8.
33 Ibid.
34 www.en.wikipedia.org/wiki/Avedis_Zildjian_Company


KEPUSTAKAAN

Barret, Amanda. 1988. Corporate Image For Professional Communicators. London: B.T. Basford Ltd.

Darton, Mike. 1996. Practical Calligraphy Techniques and Material. London: Grange Books.

Lynskey, Marie. 2002. Calligraphy. Leicester: Silvedale Book.

Martin, Judy. 1996. The Complete Guide to Calligraphy. London: Grange Books.

Willets, William. 1958. Chinese Art. Harmondsworth: Penguin Books Ltd.

Yahya, Amri. 2001. Pengembangan Kaligrafi Untuk Optimalisasi Peranan Bahasa, Sastra, dan Budaya Arab. Jurnal Humaniora, Volume XIII, No. 2.

Shawn, Jones, Dress Up Your Vehicle. www.customhitchcovers.com/custom.htm, 12 Februari 2006.

Tongram Online, Chinese Fine Art Gallery. www.tongram.com/gallery/zhihai/zhengqi.asp, 12 Februari 2006

www.baggiolino.it, 12 Februari 2006

www.chloe2001.com/version3/logo_creations.html, 12 Februari 2006

www.cincinnati.com/dining/wahmee/, 12 Februari 2006

www.en.wikipedia.org/wiki/Avedis_Zildjian_Company, 12 Februari 2006

www.frangipani.info/gallery/calligraphy/calligraphy_exhibition_6, 12 Februari 2006

www.fujisushibar.com, 12 Februari 2006

www.gmikr.en.ec21.com/company_info.html, 12 Februari 2006

www.lebaolong.de/index_en.htm, 12 Februari 2006

www.ourgeneralstore.typepad.com/our_general_store/food_and_drink/, 12 Februari 2006

www.winespirit.org, 12 Februari 2006

 


Sumber: Desa Informasi > Pusat Penelitian (Research Centre) Petra Christian University

“Desa Informasi” or “Information Village” is the name adopted for the Local eContent (digital information resources with local flavor) development project being carried out in Petra Christian University Library.

“Desa Informasi” can also play an important role in preserving (at least) digitally local historical and cultural heritage, thus preserving the collective memory of a local society.

All Local eContent collections are available for everyone through the Internet for free. Some Local eContent collections are currently available in “Desa Informasi,” such as Surabaya Memory, Digital Theses, eDIMENSI, Petra@rt Gallery, Petra iPoster, and Petra Chronicle.

 


Elisabeth Christine Yuwono
Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual
Fakultas Seni dan Desain ñ Universitas Kristen Petra Surabaya

Quoted

Some nature is better polluted by design and art

Henricus Linggawidjaja