“Pelajar desain grafis Asia (Indonesia) patutnya jangan sampai mengabaikan warisan budayanya karena ingin mengikuti perkembangan di Barat. Siapa yang mengatakan bahwa yang ada di Barat lebih baik dibanding tempat lainnya? Adalah perbedaan budaya yang membuat seni dan desain bisa menjadi lebih menarik.”
Keluarga DGI tercinta,
Saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Anda untuk pesan-pesan yang mengagumkan serta penuh inspirasi yang saya terima melalui surat elektronik dalam beberapa minggu ini. Saya sendiri juga sudah menyelesaikan PR saya dan meneliti beberapa insan dan studio kreatif di Eropa dan Amerika yang saya pikir karya dan pemikirannya dapat menginspirasi kita semua. Sebagai permulaan, saya akan menulis tentang seorang desainer grafis dan jenius branding yang lahir di Irlandia dan sekarang berada di Edinburgh, Skotlandia: David Airey (http://davidairey.com).
Bagi Anda yang telah mendengar tentang David, kemungkinan besar akan mengapresiasi karya desainnya yang begitu berkualitas, tidak hanya dalam penyampaian bahasa visual yang sangat estetis, namun juga memerlukan kerja keras yang lama dan dorongan untuk mencapai tujuannya berkarya sebagai seorang desainer grafis dalam bisnis yang penuh tantangan ini.
Anda bisa mendapatkan gambaran tentang proyek identitas visual yang sebelumnya di portfolio online-nya: http://www.davidairey.com/portfolio/ Di dalamnya Anda dapat menyimak proyek Asian Development Bank (Filipina), Berthier Associates (Jepang), Yellow Pages (Kanada), Giacom (Inggris), dan banyak lainnya. David Airey bukan hanya seorang desainer grafis, namun juga seorang penulis dan sejak mulai berkarir sendiri pada tahun 2005, ia telah menjadi sebuah standar, pengajar, dan inspirasi untuk banyak orang yang bekerja di luar kantornya. Blog desainnya Logo Design Love, davidairey.com, dan Identity Designed menarik lebih dari satu juta pengunjung setiap bulannya.
Saya dengan senang hati mengabarkan bahwa David meluangkan waktunya untuk menjawab beberapa pertanyaan saya mengenai karya dan pengaruhnya, serta membagikan beberapa pemikirannya tentang kekhasan dari desain grafis Indonesia.
Hai David! Silakan perkenalkan diri Anda, ceritakan apa yang Anda kerjakan dalam beberapa tahun ini?
Saya seorang desainer grafis dan penulis (kadang-kadang) yang mengkhususkan diri dalam mendesain identitas visual. Sejak tahun 2005, saya telah bekerja secara mandiri dengan berbagai perusahaan, seperti Yellow Pages, Blinkbox, dan Asian Development Bank.
Bagaimana pengaruh latar belakang keluarga dan budaya terhadap apa yang Anda kerjakan sekarang?
Saya termasuk sangat beruntung, lahir di keluarga yang berkecukupan dan mendapat kesempatan menyelesaikan studi di universitas dimana saya belajar bahwa bekerja secara mandiri adalah suatu hal yang mungkin (sebelumnya saya selalu melihat hidup saya bekerja untuk orang lain).
Apa yang menjadi dorongan Anda? Mengapa Anda memutuskan untuk berkarya secara spesifik di bidang tersebut?
Saya menikmatinya. Menghabiskan waktu bertahun-tahun di pekerjaan yang tidak Anda nikmati adalah suatu hal yang sia-sia. Saya mengerti bahwa tidak selalu mungkin untuk mendedikasikan semua waktu kerja ke dalam sebuah passion, namun dapat dimulai dengan satu atau dua jam setiap harinya. Ada sebuah esai yang bagus dari Paul Graham dengan topik: How to Do What You Love.
Dulunya, karier apa yang ingin Anda kejar?
Saya tidak yakin. Mungkin menjadi seorang wiraswastawan. Hal tersebut memang bisa membuat sangat stress, namun saya pikir akan lebih berharga dibandingkan dengan bekerja rutin, mendapat bayaran tetap, dan diberitahu orang lain apa yang harus dilakukan.
Siapa yang Anda coba capai dengan apa yang Anda lakukan? Anda terlihat seperti sedang berada dalam sebuah misi melalui desain dibanding mengerjakannya hanya sekadar untuk mata pencaharian. Dari mana passion Anda berasal?
Dari proyek ke proyek, karya yang saya hasilkan adalah untuk pelanggan klien saya. Saya tidak akan mengatakan saya sedang dalam sebuah misi, namun saya sudah tidak bisa membayangkan saya mengerjakan hal yang lain lagi. Mungkin hal tersebut akan berubah. Darimana passion saya berasal? Proyek desain seperti halnya memecahkan masalah. Saya suka ‘menetapkan kebutuhan’ dan menciptakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dan, menjadi seorang desainer memberikan pengalaman yang berbeda-beda dengan orang-orang yang bekerja bersama saya, orang-orang dari seluruh dunia.
Seberapa penting sebuah pertukaran pengalaman atau pengetahuan di antara orang-orang yang berkarya dalam kultur yang berbeda pula?
Pengetahuan akan perbedaan budaya hanya dapat dicapai ketika menciptakan sesuatu yang bersifat online karena dapat dinikmati berbagai belahan dunia, maupun sebuah produk fisik yang dapat mendunia. Sebuah pertukaran pengalaman atau pengetahuan? Itu hal yang sangat penting dalam desain. Seorang desainer memerlukan brief dari klien sebelum sebuah karya dapat dihasilkan.
Pelajar desain grafis Asia (Indonesia) patutnya jangan sampai mengabaikan warisan budayanya karena ingin mengikuti perkembangan di Barat. Siapa yang mengatakan bahwa yang ada di Barat lebih baik dibanding tempat lainnya? Adalah perbedaan budaya yang membuat seni dan desain bisa menjadi lebih menarik.
Merujuk pada yang David ucapkan, bagaimana sekolah seni atau desain pada umumnya bereaksi pada fakta tersebut?
Ketika saya di pendidikan desain formal, tidak banyak penekanan pada budaya asing. Saya tidak tahu seberapa luas itu, tapi guru saya bisa saja menawarkan lebih dalam hal itu, misalnya mengabdikan kelas pada karya-karya dari seluruh dunia.
Seberapa penting peran tradisi menurut Anda? Berpegang pada tradisi atau melepaskannya dan mencoba untuk menemukan bahasa visual baru? Apa yang paling baik untuk dilakukan?
Seimbang seperti yang Anda katakan. Beberapa identitas visual yang paling berpengaruh berasal dari elemen tradisi dan sejarah, seperti Fiji Airways dan Peru.
Apakah ada bacaan yang mempengaruhi dan menginspirasi apa yang Anda lakukan sekarang? Siapa saja orang-orang yang telah menginspirasi Anda? Apakah Anda memiliki seorang panutan?
Saya bukan tipe orang yang memiliki panutan. Hal tersebut membuat saya merasa perlu untuk meniru mereka. Namun saya banyak belajar dari orang-orang yang berada dalam profesi kreatif – orang-orang seperti Paula Scher, George Lois, Tina Roth Eisenberg, Milton Glaser. Terlalu banyak untuk disebutkan. Untuk buku, saya menyukai “It’s Not How Good You Are. It’s How Good You Want to Be“.
Terima kasih banyak atas waktunya, David!
Designers need to think about others for the sake of improving the human existence. What we have received is a gracious blessing. Without it, we are nothing. Which is why we need to give it back.