Type :Participatory Exhibition
Year :2020
Kemerdekaan Indonesia yang biasa kita peringati tiap tahunnya, kini harus dijalani dalam nuansa keprihatinan, ketidakpastian, maupun kewaspadaan, akibat wabah Coronavirus Disease (COVID-19). Fenomena bencana non alam ini menjadi peristiwa sejarah dalam fase kehidupan kebangsaan Indonesia yang berdampak pada ancaman kesehatan masyarakat hingga jatuhnya korban jiwa.
COVID-19 memberikan dampak pada berkembangnya masalah sosial dan kemanusiaan. Di masyarakat kita muncul dehumanisasi dan disfungsi sosial akibat diskriminasi pada korban COVID-19, atau justru prasangka negatif pada petugas kesehatan yang bertugas dalam “mengamankan masyarakat”, sehingga mempertajam jarak sosial antara masyarakat dengan mereka. Pun tumbuh dan berkembang suatu permasalahan mental, seperti keputusasaan, kesedihan, atau ketakutan berlebihan, yang dirasakan secara individu maupun sosial, misal karena kehilangan pekerjaan, tempat tinggal, ancaman ledakan penduduk –lantaran hanya tinggal “di (kamar) rumah saja” –. Selain itu, COVID-19 turut memicu terhentinya aktivitas kultural, seperti penyelenggaran kesenian secara luring, terutama yang menghadirkan kerumunan khalayak, seperti konser dan pameran.
Kini kita memasuki fase baru dalam wabah COVID-19, era new normal. Peringatan kemerdekaan dijalani dalam kondisi new normal. Istilah new normal merujuk pada tatanan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat –menerapkan protokol kesehatan– dalam menjalankan aktivitas normal. Perilaku dan pembiasaan ini berbeda dengan kehidupan normal sebelum COVID-19 mewabah, seperti bekerja dari rumah (work from home), saat keluar rumah menggunakan masker, selalu mencuci tangan menggunakan sabun, dan lain sebagainya. Belakangan istilah new normal lebih disebut sebagai tatanan kebiasaan baru, dan kita sedang beradaptasi terhadapnya. Pertimbangan ini boleh dibilang adalah kebijakan ekonomi, yaitu menjaga agar masyarakat tetap produktif dan memperbaiki taraf ekonominya. Terutama mengakomodasi mereka yang terdampak COVID-19 dan harus bekerja keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pedagang kaki lima, tukang becak, buruh, dan yang lainnya.
Kemerdekaan di masa tatanan kebiasaan baru selama wabah justru membuka peluang khalayak (desainer grafis) untuk menangkap, memaknai, dan mengatualisasikannya dalam penciptaan desain poster. Lewat terselenggaranya pameran poster yang diinisiasi oleh Artistika Poster Indonesia (API) ini, karya-karya poster yang ditampilkan segera dapat dipahami sebagai “rekaman” atas pemaknaan dan cara pandang para desainer terhadap dunianya (pengamatan serta pengalaman individu dan sosialnya) dalam kondisi terkini. Dan pameran ini, menurut saya, menjadi langkah strategis desainer grafis untuk menyampaikan pandangan yang bertransformasi sebagai pesan verbal dan visual dalam karya posternya tersebut. Pameran ini menjadi semacam pelontar dari karya-karya poster yang dihimpun secara kolektif untuk kemudian harapannya menjadi sarana yang informatif, edukatif, atau provokatif sekali pun, dan pada saat bersamaan juga menjadi sarana commemorating (memperingati dan mengenang dengan penuh penghormatan) terhadap kemerdekaan Indonesia.
Barangkali desain grafis tidak secara langsung menyembuhkan atau memberantas COVID-19 seperti halnya yang dilakukan upaya medis. Tapi setidaknya lewat penciptaan karya poster, para desainer, selain mengajak untuk senantiasa kritis terhadap keadaan, juga berupaya untuk memberi semangat dan mendorong masyarakat untuk bersama-sama semangat mengatasi penyebaran COVID-19. Penciptaan poster merupakan upaya kreatif untuk menyampaikan pesan-pesan itu agar masyarakat (harapannya) menjadi manusia yang sadar dan simpatik terhadap kondisi sosialnya. Tidak hanya dalam pameran ini, poster-poster turut diperlukan dan diciptakan oleh-oleh pemerintah melalu lembaga-lembaganya sebagai alat komunikasi yang diterima secara umum dan luas untuk menyebarkan informasi dan menyosialisasikan kebijakan terkait COVID-19, tatanan kebiasan baru, dan peringatan kemerdekaan. Maka dalam konteks pameran ini, desain grafis dimaknai sebagai tanggung jawab sosial, inisiatif, kepedulian, dan komitmen bagi para pelaku-pelaku yang menekuninya. “Mendesain poster itu membantu”, demikianlah makna yang ditangkap dari pameran ini. Pun barangkali inilah sebagian makna dari upaya memperingati “kemerdekaan”.
Perbedaan pemahaman atau perspektif terhadap isu kemerdekaan yang bersamaan dengan kondisi tatanan kebiasaan baru melahirkan interpretasi berbeda yang pada gilirannya menampilkan heterogenitas gagasan dalam penciptaan desain poster. Karya-karya poster yang dihadirkan berpotensi memicu renungan kritis, di antaranya: apakah kemerdekaan itu? Apakah yang diidamkan dalam kemerdekaan dalam tatanan baru? apakah adanya tatanan kebiasaan baru justru mengindikasikan bahwa kita tidak sedang merdeka? Atau apakah justru hadirnya kebijakan tatanan kebiasaan baru menjadi upaya untuk merdeka dari wabah yang berdampak besar ini? Ragam pertanyaan yang muncul ini barangkali hanya segelintir pertanyaan sebagai hasil otoritas tafsir terhadap keadaan berat yang kita hadapi. Dari karya-karya itu, kita bisa menyerap pesan bahwa ternyata para desainer tidak melulu mengafirmasi peringatan kemerdekaan yang euforia, lebih banyak diselimuti kebahagiaan dan optimis, walaupun hal itu penting. Selanjutnya, karya-karya dalam pameran ini di kemudian hari dapat menjadi jejak ekspresi artistik dan penanda zaman, yaitu menggambarkan semangat zaman (zeitgeist) yang terjadi saat ini.
Tidak heran pula, meski dalam ranah desain yang sering didentikkan dengan nilai fungsional, dari segi artistik, seperti tata letak, eksplorasi teknik, tipografi, serta ungkapan-ungkapan estetik karya-karya yang ditampilkan dalam pameran ini menunjukkan heterogenitas otonomi dan independensi kreatif masing-masing desainer. Poster, sebagai media ungkap, lazim menawarkan pendekatan (metode) cara ekspresi artistik –mirip kerja seni murni– untuk menyampaikan pesan, gagasan, pemikiran, lewat bahasa verbal maupun visual yang ditampilkan. Berdasarkan pengalaman penciptaan dan pandangan saya, kadangkala batas-batas antara seni murni dan desain yang ditampilkan karya-karya poster menjadi kabur. Giat ini bisa dibilang sebagai momentum yang mengompromikan desain yang fungsional dan seni yang eskpresif. Bahkan dari literatur-literatur desain, poster bertransformasi sebagai seni. Sebab itu, dalam berbagai kesempatan, sebutan untuk pencipta atau kreator poster tidak hanya desainer poster, tapi juga seniman poster (poster artist).
Memang, menurut saya, mestinya kaidah-kaidah artistik penciptaan poster tidak harus dipahami secara kaku dan rigid, sebagai contoh pandangan yang umum: headline harus berukuran besar dan ditata di bagian atas, lalu ilustrasi di tengahnya, visualisasi harus rapih, bodycopy harus harus ada dan dituliskan di bawah, tata letak harus teratur, dan seterusnya. Dalam praktiknya, para pencipta poster justru dapat melakukan suatu upaya kreatif untuk “merusak” hal-hal normatif dalam poster yang dianggap rigid dan kaku untuk menghasilkan karya-karya yang outstanding dan mengejutkan. Bahkan dalam berbagai kesempatan, hal ini justru memicu perdebatan menarik dan investigasi akademik, yang darinya membuka peluang terformulasinya pendekatan-pendekatan baru sebagai ground theory dalam penciptaan poster di masa mendatang. Dan pameran poster ini seperti berusaha untuk menampilkan semangat itu.
Pameran dengan menyajikan karya-karya poster memang bukan hal baru. Keberadaan API serta penyelenggaran kegiatannya yang merayakan keilmuan desain grafis, khususnya poster, sudah selayaknya disambut dengan rasa syukur dan bergembira ria. Penyelenggaran pameran ini sekaligus menjadi oasis atas vakumnya berbagai kegiatan kesenian, khususnya pameran desain poster di Indonesia. API menyediakan ruang berpameran kolektif terutama dalam rangka mengapresiasi karya-karya poster dan penciptanya dari Indonesia. Dengan kata lain, API menunjukkan potensi dan semangat (masyarakat) Indonesia dalam penciptaan karya-karya poster. Tidak kurang sekitar 147 karya dari 118 desainer Indonesia dengan berbagai latar belakang, baik dari kalangan undangan mapun peserta panggilan terbuka, serta panitia dan kurator terlibat dalam pameran ini.
Karya-karya poster yang sarat pesan dan nilai dalam pameran ini mudah-mudahan dapat memicu pada peningkatan taraf kemanusiaan, seperti hasrat berkesenian, pengalaman estetik, dan lingkup berpikir masyarakat, terutama dalam memperingati kemerdekaan di masa wabah. Saya juga berharap agar kegiatan ini dapat menggerakkan bangkitnya giat kreatif penciptaan poster di Indonesia, maupun memicu lahirnya bibit-bibit desainer poster generasi baru yang bisa terlibat di lingkup internasional. Dan mudah-mudahan API terus terjaga nyala api semangatnya untuk menggeliatkan atmosfer praktik maupun wacana desain poster ke depan. Merdeka! Merdeka! Merdeka?
Oleh: Naufan Noordyanto, S.Sn., M.Sn.
Tim kurator,
Dosen di Departemen Desain Komunikasi Visual, Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital (F-DKBD),
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Profil lengkap: https://naufannoord.wordpress.com/2020/05/23/profil-naufan-noordyanto/
Email: noordbita@gmail.com / naufannoord@gmail.com
Behance: https://www.behance.net/naufannoord
Facebook ID: Naufan Noordyanto
Instagram ID: naufannoord
Suprayitno Sutoyo, Bogor
Ajay Ahdiyat, Kuningan
Muhammad Qaeis, Jakarta
Ramadita Fetrianggi, Bandung
Faris Aslam Fathullah, Bandung
Sandy JP, Surabaya
Muhamad Tafrihi Mubarok, Jombang
Kurniawan Dwi Buana, Sumenep
Ahmad Yudi Rifa’i, Cirebon
Luky Wiranda, Bogor
Surya Indra Gultom, Padang Sidimpuan
Debora Evlyn, Bandung
Aditya Nirwana, Malang
Muhammad Imam Tobroni, Bekasi
Adhec Saputra, Trenggalek
Eugenius Krisna, Bantul DIY
Rujiyanto, Tangerang Selatan
Mustaqim Nur, Serang
Sanggam Parulian Samosir, Bantul DIY
Ayyub Anshari Sukmaraga, Malang
Anthony Novianus Suryono, Semarang
I Putu Rivaldo Pramana Putra, Denpasar
Bagus Insanu Rokhman, Lombok NTB
Aprilia El Shinta, Tulungagung
Raisha Alifia Rahmani, Bogor
Tunjung Riyadi, Tangerang
Emiliano Karisma Tardifiasto, Yogyakarta
Sultan Arif Rahmadianto, Malang
Basnendar Herry Prilosadoso, Solo
Citra Fadillah, Bandung
Hagung Sihag, Jakarta
Nilna Almunaa B. Hermanto, Malang
Arif Priyono SA, Tangerang
Budi Sriherlambang, Tangerang
Julianto, Jakarta
Andhika Puteri, Tangerang
Naufan Noordyanto, Surabaya
Zein Alitamara, Kalimantan Tengah
Email: api62poster@gmail.com
IG: apiposterindonesia
FB: API – Artistika Poster Indonesia
#apipostermerdeka
#apiposterindonesia