Bagi penggemar tipografi, apa yang paling diidamkan selain menemukan dan berinteraksi dengan berbagai huruf dan eksplorasinya di berbagai belahan dunia? Atas kecintaannya pada tipografi, penulis buku Kamus Visual Tipografi (DGI Press, 2015) Nikko Purnama Lukman, pun melangkahkan kakinya ke belahan barat Bumi dan melakukan Type Journal.
Sepanjang dua minggu pertama di bulan Mei 2015, Nikko Purnama Lukman menelusuri berbagai museum seni dan desain di Eropa. Dari Barcelona ke Amsterdam, lalu ke Paris hingga Roma dan Swiss, Nikko menemukan berbagai pendekatan menarik dalam memperlakukan huruf lewat museum yang ada maupun dengan perbincangan bersama berbagai desainer lokal.
Dalam kesempatan ini, Desain Grafis Indonesia berkesempatan untuk ‘diajak’ berkeliling bersama Nikko Purnama Lukman sepanjang Type Journal yang ia lakukan. Salah satu museum terpenting yang dikunjunginya berlokasi di Berlin, Jerman. Bernama Buchstaben Museum (yang berarti Museum of Letters atau Museum Huruf), museum ini memuat berbagai artefak huruf.
Mari ikuti catatan kunjungannya.
14 Mei 2015
Matahari belum begitu tinggi di Amsterdam pagi ini ketika saya memulai perjalanan ke Berlin. Ibukota negara Jerman ini seringkali disebut sebagai kota kreatif oleh karena bangunannya yang unik serta mural dan berbagai karya seni yang menghiasi tembok-temboknya. Perjalanan ke Berlin saya lakukan tak semata untuk menikmati keunikan kota berpopulasi 3,5 juta jiwa ini. Pameran COLAB menanti untuk dikunjungi di Museum of Letters—atau lebih dikenal dengan Buchstaben Museum—tersebut.
Museum ini terletak di Holzmarktstraße 66, 10179 Berlin, Jerman, dan dapat dengan mudah diakses melalui kereta selama 30 menit dari Bandara Udara Schnofeld, Berlin. Terletak di pusat ibukota, museum ini merupakan salah satu museum yang wajib dikunjungi selain museum-museum besar dan menarik lainnya seperti Bode Museum dan Museum of Things.
Museum ini dibentuk pada 2005 oleh Barbara Dechant dan Anja Schulze atas dasar keinginannya untuk menyelamatkan huruf-huruf yang ditinggalkan di ruang publik. Huruf-huruf yang dikumpulkan tak hanya berasal dari Berlin, tetapi juga dari seluruh dunia. Setiap huruf yang ditampilkan di Buchstaben Museum dikemas dalam kartu mini yang berisikan deskripsi penjelasa, asal, serta cerita di balik huruf tersebut.
Buchstaben Museum merupakan museum independen yang didirikan atas dasar inisiatif warga sipil tanpa subsidi dari pemerintah. Karena itu, untuk masuk ke Buchstaben Museum dikenakan biaya sebesar 6,5 € atau setara dengan Rp 100.000,00 yang diperuntukkan bagi pengelolaan museum. Museum ini memiliki keunikannya sendiri karena menyimpan berbagai jenis-jenis huruf dalam bentuk akrilik 3D dan neon yang sempat ditinggalkan di Jerman. Beragam jenis huruf dapat dilihat di sini, mulai dari huruf kait (serif), tanpa kait (sans-serif), dekoratif, hingga script. Berbagai jenis bentuk huruf yang khas dan menarik untuk dipelajari ini mengisi semua sudut ruang museum.
Sebagai wujud dukungan terhadap museum ini, 19 mahasiswa berpameran sepanjang 21 Maret hingga 31 Mei 2015 lewat Pameran COLAB yang saya kunjungi. Pameran ini hadir berkat kerja sama antara Buchstaben Museum dengan HTW (Hochschule für Technik und Wirtschaft) Berlin, khususnya jurusan Desain Komunikasi Visual.
Setibanya saya di museum yang memiliki jam buka yang unik (hanya buka pada Kamis hingga Minggu, jam 13.00-17.00) ini, saya disambut oleh sebuah backdrop cutting sticker besar berisikan informasi pameran. Beberapa meja dan kursi sudah nampak di depan pintu masuk agar pengunjung dapat berdiskusi. Saya dan pengunjung lain juga sambut dengan toko huruf (type store) yang menjajakan berbagai benda unik yang berhubungan dengan huruf, mulai dari buku, poster, alat tulis, sampai marka dan huruf akrilik 3D yang sangat menarik untuk dikoleksi.
Dalam prosesnya, 19 mahasiswa jurusan Desain Komunikasi Visual HTW Berlin ini diberikan brief untuk berpartisipasi dalam mata kuliah Tipografi. Dalam kesempatan ini, para mahasiswa ditantang untuk mengkesplor berbagai kemungkinan dalam merancang dan menciptakan produk berbasis tipografi yang bernilai ekonomis dan berkesusaian dengan minat para pengunjung museum yang sangat menghargai keindahan huruf dan desain.
Lewat bimbingan Profesor Jurgen Huber, mereka mengembangkan berbagai produk berkualitas dan memiliki daya tariknya tersendiri. Dengan daya saing yang tinggi, produk tipografi yang terpilih berdasarkan minat pengunjung akan diproduksi secara resmi dan dinikmati oleh penikmati tipografi di Buchstaben Museum yang berasal dari seluruh dunia.
Di sini, dapat kita lihat bagaimana setiap mahasiswa mengeluarkan kreativitasnya dalam mengolah huruf menjadi produk melalui berbagai medium. Lewat Pameran COLAB inilah para mahasiswa menjawab tantangan untuk mengeksplorasi lebih dari kebiasaannya dalam mengolah huruf melalui media grafis.
Kemampuan untuk memilih bahan dan menghasilkan produk yang berkualitas dari sisi material menjadi tantangan tersendiri. Para peserta pun hadir dengan produk-produk yang mengejutkan: mulai dari flash disk huruf, piring, huruf 3 dimensi, hingga sejumlah permainan unik yang tidak terpikirkan sebelumnya. Pengunjung yang hadir menampilkan respon yang beragam. Mayoritas pengunjung museum yang merupakan turis yang lebih menyukai produk yang kecil dan dapat dengan mudah dibawa pulang ke negara asalnya sebagai cindera mata.
Tentunya, pameran ini juga memberikan kesempatan besar kepada para mahasiswa dan masyarakat luas. Para mahasiswa dapat menguji kemampuannya dalam berkomunikasi dengan huruf dan mendayaguna produknya menjadi benda jual dengan mendorong kekuataan tipografi yang diusung. Di lain sisi, kegiatan ini memiliki peranan penting dalam mendukung upaya pelestarian huruf, salah satunya dengan mempelajari evolusinya dari masa ke masa. Ditambah dengan adanya pameran dan produk yang dihasilkan, masyarakat dapat diajak untuk mengenal, memahami, hingga dapat mengapresiasi desain huruf lebih jauh lagi. ***
Catatan dan dokumentasi oleh Nikko Purnama Lukman.
Ketika dari mata tak turun ke hati, desain pun gagal total