Honeymoon Traveller (Bag. 1/2): Our Journey at Amsterdam

IMG_9254bw1

JAKARTA | 17.12.10

Akhirnya setelah menyelesaikan setumpuk deadline (yang bahkan baru selesai H-1 sebelum keberangkatan), akhirnya saya dan suami menyiapkan diri untuk perjalanan kami–setelah hampir dua tahun membina rumah tangga. Ya, niat sebenarnya untuk honeymoon dengan destinasi tujuan adalah Eropa, khususnya Belanda, London (UK), dan Paris.

Petualangan seru selama 3 minggu di Eropa pun kami rencanakan jauh-jauh hari di sela-sela deadline yang menerpa. Akhirnya setelah melewati perjuangan mendapatkan visa dan menyiapkan dokumen perjalanan yang memusingkan, kami berhasil mendapatkan kepastian untuk berpetualang ke Eropa. Kami berniat travelling ala backpackers dengan satu tujuan: bisa tidur nyenyak tanpa gangguan deadline!

Karena kami berdua tidak mau repot, kami pun hanya menyiapkan sepasang backpack 80 L, baju sekedarnya, baju hangat, sleeping bag, novel Musashi (bawaan paling tidak penting seberat 3 kg) dan tas foto. Tentu kami ingin mengabadikan kebersamaan kami dengan selembar foto. Walau terlihat sepele, ini hal yang berarti bagi kami yang sehari-harinya disibukkan oleh deadline dan dinamika kantor yang telah 5 tahun kami rintis. Inilah salah satu reward terhadap diri kami sendiri setelah sekian lama.

Setelah menyelesaikan urusan kantor, merapikan macbook, dan mengecek kembali barang bawaan kami, kami pun berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta. Karena berangkat malam, paginya kami masih sempat menyelesaikan satu deadline, lalu ke salon untuk potong rambut dan pijat refleksi. Lumayan untuk mengendurkan otot-otot yang menegang setelah deadline kemarin. Lagian kami mau liburan, agar terlihat lebih fresh juga.

Kami sering diprotes orang sekeliling kami karena hanya bekerja dan bekerja, tanpa melihat batas waktu. Bahkan kami tetap bekerja sehari sebelum pernikahan kami! Yes, we are workaholic. Why? Because we love our job! Walau memang ada saatnya kita berhenti sesaat. Nah, inilah saat yang tepat untuk kami berhenti sejenak dan menikmati hidup, rehat sejenak dari hiruk pikuknya Kota Jakarta.

Tiba waktunya bagi kami meninggalkan Jakarta. Kami berangkat pukul 20.00 WIB dan akan tiba keesokan harinya di Amsterdam. So, it’s time to have a good time! Goodbye deadlines & meetings! Woohoo!!!

 

AMSTERDAM | 18.12.10

Setelah 14 jam di pesawat, kami akhirnya sampai di Schiphol Airport. Sambil sejenak meluruskan kaki, saya mengamati para penumpang lain yang kebanyakan bersama keluarga ataupun rombongan tur. Ada juga ibu-ibu yang kelihatan banget niatnya berbelanja di Eropa. Siapa bilang Indonesia miskin? Berbeda dengan kami, sepasang suami istri lusuh dengan lingkaran mata hitam ala desainer grafis kalau lagi deadline. Walau lelah, dengan riang kami menuju ke luar dan sudah tak sabar menikmati indahnya hamparan salju. Paling tidak, itu niat awalnya.

IMG_91981

 

Bandara Schipol

Setelah keluar, kami seketika terbelalak tak percaya bahwa sedang ada badai salju besar! Plak! Rasanya saya ditampar seketika. Masalah pun muncul satu per satu. Paspor Nova ternyata kurang dari minimal waktu yang ditentukan, hanya tersisa 5 bulan dari masa expired yang seharusnya paspor 6 bulan sebelum kami berpergian. Yah.. Cuma kurang 1 bulan!!!

Dengan langkah gontai dan tampang pasrah, kami cuma bisa berdoa semoga para petugas di sana sedang baik. Untungnya kami masih diberkati Tuhan untuk melanjutkan perjalanan ini, Nova akhirnya lolos dan kami pun menuju tempat pengambilan barang.

Masih ada masalah lain, backpack kami tidak bisa dikeluarkan dari pesawat karena timbunan salju. Pilihannya hanya dua, menunggu hingga waktu yang tidak ditentukan atau mengirim backpack kami ke hotel yang akan memakan waktu 3 hari! Hah! Yang bener aja, saya cuma pakai sweater tipis dan semua peralatan kami ada di backpack itu.

Saya pun melihat sekeliling sembari mencari ide apa yang harus kami lakukan selanjutnya. Ada yang protes, ada yang tertidur, ada pula yang tampak pasrah dengan tatapan mata nanar. Tak berapa lama, saya tersentak oleh teriakan orang di sebelah saya.

“Yeah, welcome to Holland guys!”

Setelah menunggu sekian lama, akhirnya kami pun mendapatkan backpack merah hitam kesayangan kami. Sembari mengeluarkan baju hangat, topi, dan sarung tangan, kami melangkah menuju pintu keluar Bandara Schiphol.

IMG_9096

Bandara Schiphol yang sekarang sungguh menarik dan praktis–berbeda ketika saya kesini 15 tahun lalu–bandara ini sudah ada jalur khusus apabila ingin langsung menggunakan bus ataupun trem. Signage-nya pun jelas sehingga kita tidak perlu repot-repot mencari. Yang menarik, bandara ini terhubung dengan mal khusus untuk mereka yang harus menunggu keberangkatan maupun kedatangan pesawat. Bagi saya, Bandara Schiphol sangat modern, rapi, dan menarik.

Ingin rasanya bertualang naik trem menuju hotel, namun karena kelelahan, kami memutuskan naik taksi dan langsung menuju ke hotel. Supir taksi yang kami tumpangi sangat baik dan ramah. Sepanjang perjalanan dia menceritakan parahnya musim dingin tahun ini dan ternyata ini musim dingin terparah dalam 20 tahun terakhir! Waduh… Ya sudahlah, yang penting kami bisa menikmatinya.

 

Hotel Slotania

Setelah sekitar setengah jam, kami sampai di Hotel Slotania, sebuah hotel kecil di pinggiran Amsterdam. Kami disambut langsung oleh pemilik hotel yang ramah, lalu dipersilahkan ke kamar yang sudah disediakan. Kamar kami berada di lantai 2 dengan jendela yang menghadap langsung ke jalan raya. Setelah merapikan barang, saya membuka jendela dan terpaku sejenak. Sepi namun indah. Keheningan seperti inilah yang sudah lama saya dambakan. Paling hanya segelintir orang yang lalu lalang menuju black market yang ada di seberang jalan. Ya, disini tidak ada mal seperti Jakarta. Paling hanya satu supermarket dan beberapa toko kecil.

IMG_0092-e1307616516666

IMG_9104

IMG_9209

Tak berapa lama, perut saya mulai tak bisa diajak kompromi. Selain keinginan yang begitu besar untuk menjajal black market (saya lebih suka ke pasar daripada ke mal yang barangnya itu-itu saja), saya juga harus membeli beberapa roti untuk makan malam kami.  Kami pun memutuskan untuk berbelanja makanan di market depan hotel. Saya membeli roti, pudding coklat, dan minuman. Sehabis itu, menyempatkan diri menyeruput coklat panas dan croissant di sebuah kafe. Hmm… ini baru namanya menikmati hidup!

Setelah coklat panas saya habis, kami mengelilingi market sembari melihat barang-barang diskon akhir tahun. Saya tertarik dengan sepatu boots seharga €20, tapi nanti sajalah pikir saya, toh saya masih ada waktu. Kami pun mencari kartu telepon untuk berkomunikasi dengan keluarga di Jakarta. Kami menemukan kios telepon tak jauh dari market, kemudian membeli satu kartu Lebara Mobile seharga €10 yang mendapat tambahan pulsa gratis seharga €10. Lumayan.

Kami ngobrol dengan pemilik toko dan sempat menanyakan di mana kami bisa membeli nasi (aduh! perut Indonesia banget, ya). Kami diberitahu bahwa ada sebuah food court dengan jarak sekitar 10 menit dari tempatnya. Dengan cuaca yang begitu dingin, kami coba berjalan ke arah yang dimaksud. Namun, setelah 10 menit, kami tidak melihat ada tanda-tanda food court di sekitaran. Jangan-jangan maksudnya 10 menit dengan trem kali ya, bukan jalan kaki? Haha..

Beruntung, tak berapa lama kemudian kami menemukan KFC di sudut jalan. Saya pun berpikir pasti akan ada nasi. Dengan pede-nya saya masuk dan bilang “can I have a rice?” yang kemudian disambut dengan tatapan nanar penjualnya. “There’s no rice ma’am, we only sell chicken”. Aduhhh… malunya… Kami jadinya membeli sekeranjang penuh fried chicken dan french fries.

Sekembalinya dari KFC–dengan melewati sebuah mobil yang terpelintir karena licinnya salju–, kami pun sampai ke hotel. Kami tersentak, ternyata di sebelah hotel, terdapat kios makanan yang juga menjual ayam dan kentang ala KFC, lalu di sebelahnya juga terdapat kios telpon. Aduh! Kalau tahu begitu tidak perlu jalan jauh-jauh. Yah..

Sampai di kamar, kami pun membersihkan badan dengan air hangat dan bersiap-siap untuk tidur. Fiuh… What a day! Kami sudah tak sabar untuk memulai petualangan esok hari!

 

AMSTERDAM | 19.12.10

Kami bangun pukul 09.00 dan bersiap-siap untuk sarapan (batas makan pagi hanya sampai pukul 11.00). Di ruang makan di lantai 1, sudah disediakan sarapan telur rebus, roti, mentega, keju, ham, yoghurt, berbagai macam jus dan susu. Berhubung perut saya Indonesia banget, saya hanya makan roti panggang, telur dan susu.

IMG_9041

IMG_9037

Setelah sarapan, kami bertanya pada resepsionis cara menuju kota. Kami diarahkan untuk menggunakan trem GVB (Gemeentelijk Vervoerbedrijf)–trem yang digunakan di Kota Amsterdam (di Belanda transportasi setiap kota berbeda)–yang haltenya berada persis di depan hotel.

GVB sangat praktis dan ada seorang penjaga di dalamnya. kita dapat membeli tiket harian (€7) maupun one way (€2.4). Tiket berbentuk kartu tersebut perlu dijaga dengan baik karena akan digunakan setiap kali naik dan turun trem. Kalau tidak, kita harus membayar denda sebesar €50!

Karena belum tahu akan pulang jam berapa, maka kami hanya membeli tiket one way. Saya sangat tertarik dengan tiket keretanya yang sederhana, namun cukup menarik dan Amsterdam banget. Warna biru yang menjadi ciri khas Belanda (di Bandara Schiphol juga dominan warna biru) menjadi warna dasar tiketnya. Di bagian depan terdapat gambar bangunan-bangunan tua Amsterdam dan trem GVB yang sedang melintas di depannya. Logo GVB juga sangat menarik dengan bentuknya yang sederhana, namun eye catching. Membuat orang teringat image perusahaan transportasi ini. Bentuk yang eye catching tidak perlu ribet kan?

 

Damrak

Berselang 20 menit, kami sampai di Damrak, pusat Kota Amsterdam yang terkenal dengan bangunan-bangunan indahnya. Di sana terdapat Madame Tussaud Museum, Keukenhof Mall, sederetan kios makanan yang menawarkan kentang super besar dengan mayones di atasnya, H&M, pohon natal raksasa, serta beberapa jasa travel yang menawarkan water cruise dan perjalanan keliling Amsterdam.

IMG_9426

IMG_9057

Bahkan ketika perayaan tahun baru, Damrak adalah daerah pusat untuk menonton kembang api yang kabarnya dapat mencapai hingga puluhan juta dollar! Walau begitu, daerah ini tampak kecil bila dibandingkan dengan daerah pertokoan di Jakarta dengan lalu lintasnya dan gedung-gedungnya yang menjulang tinggi. Tempat ini begitu bersahaja dan bangunan tuanya tetap dirawat dengan indah. Ditambah dengan pohon natal raksasa dan pernak-pernik natal semakin menambah semarak kota ini.

 

Madame Tussaud

Pilihan pertama kami adalah ke Madame Tussaud. Dengan tiket seharga  €21, kami pun melangkah masuk dan menikmati indahnya patung-patung lilin disana. Madame Tussaud adalah museum lilin tokoh-tokoh dunia. Yang paling menarik perhatian saya adalah patung lilin Nelson Mandela yang memakai batik! Wah, kalau benar itu batik Indonesia, patutlah saya berbangga menjadi orang Indonesia kan? Setelah berkeliling, kami lanjut ke McDonald dan mencicipi burger seharga €1. Setelah kenyang, kami lanjut berjalan-jalan hingga menemukan sebuah jasa travel yang banyak dikunjungi orang, Tour & Travel.

IMG_9062

Tours & Travel adalah salah satu jasa travel terkenal dan terbaik di Amsterdam dengan programnya yang lengkap. Selain stafnya ramah, kami mendapat harga yang tidak terlalu mahal (€50/orang) untuk berkeliling Belanda plus bonus water travel mengelilingi Amsterdam besok. Selesai bertransaksi, kami lanjut sebentar melihat-lihat toko souvenir di sepanjang jalan. Kami membeli penutup kuping seharga €5–warna merah untuk saya dan hitam untuk Nova–yang lumayan membantu menghalau udara dingin. Kami pun bergegas menuju halte GVB dan sempat berfoto di bawah pohon natal raksasa di sana sebelum naik ke trem.

Walau lelah, kami senang karena berhasil mendapatkan tiket tur untuk esok hari. Harus cepat tidur karena besok jam 8 pagi sudah akan dijemput pihak tour untuk menuju Damrak. Yay! Can’t wait for tomorrow!

 

AMSTERDAM | 20.12.10

Marken – Volendam, 08.00

Pukul 08.00 pagi kami dijemput dan diantarkan ke tempat rombongan tur berkumpul. 15 menit kemudian, kami pun berangkat menuju Marken, Volendam untuk menikmati pemandangan pedesaan dan rumah-rumah khas Belanda yang unik, serta windmills yang memiliki ciri khas tersendiri.

IMG_9172

IMG_9214

IMG_9169-e1307701030226

 

Zaanse Schans, 09:00

Berjarak 1 jam dari Damrak, kami sampai di Zaanse Schans tempat kami bisa melihat windmills di tengah hamparan salju yang luas. Di tengah keheningan seperti ini, jiwa saya rasanya entah terbang ke mana. Di tengah keriuhan orang yang ramai membeli souvenir, saya melangkah ke arah sepatu raksasa berwarna kuning di luar dan terdiam sesaat. Sungguh indah sekali pemandangan di depan saya ini. Inilah yang saya cari selama ini. Keheningan dan keindahan yang menusuk hati. Ah, indahnya hidup…

 

Pembuat Sepatu di Zaanse Schans, 09:30

Puas menikmati windmills, kami pun berkunjung ke tempat pembuatan sepatu khas belanda. Di sini kami diperlihatkan bagaimana cara pembuatannya langsung. Sangat menarik! Yang membuat saya kagum, alangkah bangganya negeri ini akan budayanya hingga membuatnya menjadi daya tarik bagi wisatawan. Semua hal khas Belanda seperti rumah dan kincir angin pun tetap dilestarikan hingga sekarang.

IMG_9207-e1307694031357

IMG_9227

IMG_9217a1

IMG_9140 IMG_9206-e1307701338272

IMG_9141

 

Zuiderzee (sekarang Ijselmeer), 10:00

Selesai dari tempat pembuatan sepatu, kami menuju ke sebuah pedesaan nelayan yang terkenal dengan nama Zuiderzee. Disini saya terpaku akan indahnya rumah-rumah kecil khas Belanda yang tetap dijaga keasliannya.

IMG_9237

IMG_9220

IMG_9248

IMG_9314

IMG_9247

Pedesaan ini sangat kecil namun indah. Inilah rumah pedesaan khas Belanda yang tetap sama dari dulu hingga sekarang. Saya terpaku dan tak kuasa untuk tidak mengabadikan rumah-rumah kecil itu. Saya menyusuri jalan setapak dan melewati rumah-rumah dan sebuah gereja berwarna coklat. Ditemani kicauan burung, saya menyusuri desa ini. Sepi dan hening, namun indah.

Daerah ini makin sepi karena sudah banyak yang merantau ke kota besar seperti Amsterdam. Yang terlihat hanya beberapa anak kecil dan orang tua. Ada beberapa anak yang sedang bermain papan seluncur di halaman belakang rumah, ada juga seorang nenek yang sedang menikmati secangkir teh di ruang tamu.

IMG_0096-e1307702305903

IMG_9239

IMG_9251

Sungguh damai rasanya. Ingin rasanya saya di sini lebih lama, ingin waktu berhenti sebentar. Tanpa disadari, rombongan sudah berjalan jauh meninggalkan saya! Oops, saatnya mulai bergerak menuju tujuan berikutnya, Cheese Farms.

 

Cheese Farms, 11:00

Selain windmills, Belanda juga terkenal akan kejunya. Itulah tujuan saya berikutnya. Setelah setengah jam perjalanan, kami sampai di Cheese Farm dan disambut oleh seorang ibu tua yang memakai pakaian khas belanda. Dengan ramah dan diselingi canda tawa, beliau menjelaskan bagaimana cara membuat keju secara tradisional. Inilah resep rahasia turun temurun yang dilestarikan hingga sekarang. Setelahnya, kami pun dipersilakan mencicipi berbagai macam rasa keju, saya mencoba keju rasa pedas! I’m not a big fan of cheese, but I really like this one! Sungguh menyenangkan!

IMG_9278

IMG_9188

IMG_9192

 

Volendam. 12:00

Pukul 12.00, kami sampai di sebuah daerah pedesaan yang juga sering menjadi destinasi turis dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Saya pernah mengunjungi tempat ini 20 tahun lalu, dan sekarang pun rasanya tidak banyak yang berubah. Suasana pedesaan yang sepi, toko souvenir yang ramai di kanan-kiri jalan, serta rumah-rumah kecil yang unik dan sederhana.

Sembari menikmati sekeliling, kami pun menyempatkan diri berfoto bersama dengan pakaian khas Belanda. Di sini banyak sekali orang Indonesia yang menyempatkan diri berfoto bersama, bahkan kartu nama tokonya pun ditulis dalam Bahasa Indonesia. Sembari menunggu foto kami jadi, kami melihat-lihat toko souvenir di depan dan membeli sebuah gantungan kunci yang lucu.

IMG_9226_2

Tak berselang lama, pemandu kami mengisyaratkan bahwa kami harus segera kembali ke bus. Tapi  foto kami belum selesai! Argghhh… bagaimana ini? Beruuntung, setelah memohon-mohon kepada pemilik toko–seorang perempuan cantik yang fasih berbahasa Indonesia–kami pun mendapatkannya. Sambil menenteng foto seharga €20–yang gak banget tapi kalo tidak foto rasanya sayang–kami pun berlarian menuju bus. Sebelumnya pemandu kami sudah mewanti-wanti apabila telat akan ditinggal, walau hanya 5 menit!

Apesnya, saya sempat kebingungan mencari di mana letak bus parkir (karena posisinya beda pada saat kami turun tadi). Untung bertemu turis Korea yang bersama kami dalam tur. Setelah berlarian dan terpeleset beberapa kali, kami akhirnya sampai di bus. Untunglah kami tidak ditinggal rombongan. Fiuhh… What a day!!!

 

Tur dalam Kota Amsterdam, 14:00

Kami sampai kembali ke Amsterdam untuk mengikuti tur dalam kota yang telah disediakan. Sebenarnya kami mengambil tur kota yang hop-on-hop-off sehingga kami bebas turun dan naik sesuai tempat yang ditentukan. Namun, karena terlalu capek dan hari pun sudah beranjak sore, kami pun memilih mengikuti bus berkeliling Amsterdam.

IMG_9254bw2-e1308109487920

IMG_9256

IMG_9297BW

Kami terpana dengan gedung-gedung tua yang tetap terawat. Serasa kembali ke masa lalu dengan gedung dan rumah tua di sekeliling kami dengan warna coklat tua dan merah bata yang mendominasi. Kami juga mengelilingi Royal Palace, National Monument, Skinny Bridge, Albert Cuyp Markt, dan deretan rumah-rumah kuno yang indah di sekeliling kanal. Sayang, saya tidak sempat turun di Anne Frank House, rumah asli dimana Anne Frank tinggal dan bersembunyi dari kejaran Nazi. Apa daya badan tak bisa berkompromi lagi. Ya sudahlah, yang penting hari ini kami sudah puas berkeliling dan mendapatkan beberapa foto yang menarik.

IMG_9390

Di perhentian terakhir, kami diberikan secangkir coklat panas. Sambil beristirahat sejenak, kami  menunggu bus untuk kembali ke Damrak. Karena sudah malam, kami tidak mengikuti Canal Cruise yang disediakan, toh tiketnya masih berlaku hingga kami pulang nanti. Akhirnya kami mencari makanan karena perut mulai keroncongan. Kami beruntung menemukan restoran sushi kecil tak jauh dari tempat perhentian bus. Yeah!!!

 

Udon dan Nasi

Setelah memesan 1 porsi besar udon, unagi rice (ya, akhirnya saya menemukan nasi!), segelas bir, dan segelas ocha panas untuk menghangatkan badan, kami pun mulai membicarakan rencana esok hari. Karena badai salju yang parah, banyak maskapai penerbangan yang tidak berjalan seperti biasanya. Karena itulah kami harus memutar otak untuk mencari transportasi yang aman untuk menuju London. Tidak ada pilihan lain selain naik bus, walau akan memakan waktu 8 jam. Tapi apa boleh buat, kan?

IMG_9437

Setelah tanya sana-sini, akhirnya kami menemukan kantor Bus Eurolines–tak jauh dari Damrak Central–yang menyediakan perjalanan ke London. Tapi sayangnya, waktu itu sudah tutup dan kami harus kembali keesokan paginya. Fiuh..

 

I Amsterdam

Di perjalanan pulang, kami melewati Damrak Central yang meriah oleh pohon natal raksasa dan orang lalu lalang. Di sana terdapat sebuah instalasi yang menarik dan sangat besar bernama I Amsterdam. Mungkin seperti promosi I Love NY-nya New York.

IMG_9267

IMG_9264

Instalasi ini sangat menarik, baik dari segi warna maupun bentuknya. Permainan kata I Amsterdam (I am-sterdam) ini pun sangat menarik sehingga menjadi wujud kebanggaan tersendiri. Sebuah konsep yang sederhana, namun mengena. Penggunaan warnanya sederhana, hanya putih dan merah. Saya sempat heran dengan penggunaan warna merah, dibanding menggunakna warna oranye khas Belanda. Mungkin memang perancangnya memiliki alasan tersendiri. Tapi di luar itu, this is a great promotion!

IMG_9376

IMG_9269

Ciri khas desain Belanda yang sederhana, konservatif, namun modern inilah yang menjadi daya tarik. Interesting! Kebetulan pada saat itu terdapat iklan promosi I Amsterdam yang terletak di depan sebuah museum. Saya pun menyempatkan diri menontonnya. iklannya sederhana, hanya ada beberapa remaja yang bernyanyi diantara huruf I Amsterdam yang superbesar itu, lampu jalan yang temaram, latar gedung (kalau tidak salah gedung pemerintahan), dan museum menambah hangat suasana. Yeah, this is Amsterdam! Konsep yang kuat, sederhana, namun menarik.

Sembari melihat indahnya gemerlap kota Amsterdam di malam hari, kami pun berjalan menuju halte GVB yang tak jauh dari Damrak Central. Di ujung jalan yang kami lalui, ada seorang pengamen yang memakai kostum Scream. Hey, ini bukan Halloween, kan? Haha.. Kami pun siap menaiki kereta yang kebetulan sudah sampai. Yah, hari ini cukup melelahkan tapi sekaligus menyenangkan!

 

AMSTERDAM | 21.12.10

Damrak

Kami bangun pada pukul 09.00 dan membawa telur dan roti untuk perbekalan di jalan. Dengan GVB, kami pergi menuju Kantor Eurolines di Damrak yang jaraknya hanya 5 menit dari perhentian GVB. Beruntunglah kami karena mereka ternyata buka lebih cepat dari biasanya. Kami langsung membeli 2 tiket menuju London seharga €53 untuk berangkat esok malam. Okay, that’s not a bad idea, jadi kami masih sempat ke tempat Vinny–seorang teman yang sudah lama tidak bertemu–malam ini dan tidak terlalu terburu-buru keesokan harinya. Selesai membeli tiket, kami berkeliling Damrak melihat-lihat museum dan toko-toko souvenir di sekitarnya.

Canal Cruise

Masih tersisa waktu cukup banyak hingga janji makan malam kami dengan Vinny. Akhirnya kami pun mengikuti Canal Cruise yang tak sempat kami ikuti kemarin. Karena Belanda adalah negara yang dikelilingi oleh air, maka kebanyakan transportasinya juga menggunakan kapal. Sungguh menarik dan menyenangkan!

Kami berkeliling menikmati bangunan-bangunan tua di sepanjang kanal. Sehari sebelumnya, kami sudah pernah berkeliling dengan bus, namun rasanya berbeda dibanding saat kami berkeliling lewat kanal ini. Dengan hanya 4 orang, kapal ini terasa sunyi sekali di tengah kanal yang membeku. Indah. Di tengah riuhnya big sale dan keramaian natal di kota, sungguh suatu kenikmatan tersendiri berada di tempat yang hening seperti ini.

IMG_9304BW

IMG_9513

IMG_9508

IMG_9519

 

Kneuterdijk. The Hague (Den Haag)

Sejam kemudian, kami kembali ke Damrak dan bersiap menuju tempat Vinny di Den Haag. Tak jauh dari sana, terdapat Amsterdam Central Station, tempat kami membeli tiket kereta seharga €15. Tak berapa lama kemudian, kereta pun berangkat. Setelah melewati beberapa pemberhentian, kami sempat curiga, “kok gak nyampe-nyampe, ya?” Dan setelah bertanya ke seorang mba-mba modis, ternyata kami salah naik kereta! Aduhhhhh… tujuan ke Den Haag ternyata ada 2 jurusan, yaitu HS dan CS. Kami jadi bingung, padahal sudah ada keterangan di pemberhentian pertama tadi. Tak apalah, namanya juga orang baru. Hehe..

IMG_9384

IMG_9385

Akhirnya, di pemberhentian berikutnya kami turun dan menunggu kereta berikutnya datang. Karena salah kereta naik kereta tadi, saya pun menelpon Vinny untuk makan malam duluan karena sepertinya kami akan telat. Benar, sekitar jam 10 kami baru sampai di Den Haag dan masih harus naik bus 22/24 menuju Kneuterdijk.

Setelah membayar sekitar €2/orang, kami masuk ke dalam bus yang datang setiap 5 menit sekali ini. Tak lama, kami sampai di tempat Vinny di Kneuterdijk. Karena sudah malam, suasananya sangat hening dan senyap, ditambah dengan turunnya salju yang membuat saya menggigil kedinginan. Kami pun segera naik ke apartemennya di lantai 4 yang kemudian disambut dengan senyuman Vinny.

Setelah ngobrol semalaman, menitipkan barang, dan memberikan sambal belibis kesukaan saya–yang disambut dengan riang gembira oleh Vinny–, kami meng-iyakan tawaran Vinny untuk bermalam di apartemennya malam ini. Toh, sudah tidak ada jadwal kereta dan ada 1 kamar kosong karena housemate-nya sedang liburan. Salju yang semakin deras mengiringi tidur kami malam itu. What a day!

 

Kneuterdijk. The Hague (Den Haag) | 22.12.10

Esok harinya, kami bangun jam 6 pagi dan segera pamit pulang. Tidak lupa kami menawarkan titipan oleh-oleh dari perjalanan kami berikutnya, London. “Pajangan kulkas!” seru Vinny sambil terkantuk-kantuk. Sekeluarnya dari apartemen, kami disambut suasana senyap dan gundukan salju sana-sini. Kami melewati jalan kecil–yang mirip seperti jalan pintu setengahnya Harry Potter–dan menuju halte bis.

Setelah menunggu setengah jam, kami naik bus menuju Den Haag Central Station dan langsung naik kereta menuju Amsterdam. Di dalam bus sudah penuh sesak orang-orang yang siap menjalankan aktivitas masing-masing. Beruntung masih ada satu kursi tersisa, saya langsung merebahkan punggung dan menghela nafas. Ya, perjalanan kami masih panjang.

IMG_9382

 

Damrak

Kami sampai di hotel kembali jam 8 pagi, dilanjutkan dengan merapikan (dan memangkas) barang bawaan kami. Pagi ini lebih santai karena semua urusan sudah beres. Kami pergi ke Damrak dan menyempatkan diri membeli beberapa panganan kecil untuk di perjalanan nanti. Kami sempat beristirahat sebentar di sebuah toko souvenir yang ternyata penjualnya mempunyai nenek moyang orang Indonesia, tepatnya di Ngawi. Saya tertarik membeli gantungan kunci bertuliskan I Amsterdam dan diberikan diskon besar. “Nenek moyang kita kan sama”, kata si empunya toko.

IMG_9272

IMG_9264

Setelah puas berkeliling, kami menuju Amsterdam Central Station dan menuju Amstel Station, karena kami akan naik bus eurolines dari sana. Jaraknya ternyata cukup jauh sehingga kami langsung membeli tiket kereta yang paling cepat dan menuju Amstel Station. Sesampainya di sana, kami melakukan registrasi lalu menunggu sambil makan malam. Setelah sekian lama, akhirnya kami pun naik bus menuju London.

Yeah, London! Here we come!!!

Quoted

“Seorang desainer harus memiliki keberpihakan pada konteks membangun manusia Indonesia. Peka, tanggap, berwawasan, komunikatif adalah modal menjadikan desainnya sebagai alat perubahan”

Arif 'Ayib' Budiman