Home > Read > News >
Share#8: Newsletter FDGI untuk FDGI&Friends#17 “Dari Desain Grafis menuju Distro via Branding”

share81

DEWASANYA DESAIN GRAFIS

Oleh Eka Sofyan Rizal

Sejak William Addison Dwiggins mencetuskan istilah graphic design tahun 1922 untuk menamakan ragam aktivitasnya dalam membuat desain buku, ilustrasi, tipografi, kaligrafi dan lettering, serta untuk membedakan dirinya dengan kegiatan advertising artist; telah banyak momentum yang mempengaruhi perkembangan istilah itu. Diantaranya, pengaruh bauhaus yang menekankan fungsi dan objektivitas desain, juga Lippincott & Margulies dan Paul Rand yang mempopulerkan istilah corporate identity dan desain sebagai nilai tambah bisnis, dan saat ini desain grafis makin berhubungan erat dengan kepopuleran brand & branding. Dalam Wally Olins on Brand, juga dinyatakan bahwa profesi yang paling potensial menguasai program branding secara penuh adalah dari lingkup desain (grafis). Perkembangannya akan makin meluas apabila kita membicarakan faktor media dan teknologi, misalnya dalam periklanan, elektronik, komputer, internet, games, animation, dll.

Baca kelanjutannya di Share#8 yang bisa di download di bawah ini.


KEREN DENGAN MEREK LOKAL

Oleh Bertie Alia Bahaduri

Sebelum merek lokal menjadi keren

Sekitar dua dekade yang lalu, saya akan membanggakan sepatu kets Nike yang putih gilang cemerlang. Tentu saja dengan embel-embel, ”dibelinya di Blok M lho!” Saat itu merk mulai memegang peranan dalam status sosial kami. Ketika salah satu teman pulang dari Amrik dengan sepatu bermerek L.A Gear, gegerlah sekelas dan tak hentinya mengagumi. Berkat serial Beverly Hills 90210 (ya Tuhan, saya masih hafal kode pos itu!). Tentu saja kepopuleran NKOTB, Guns n Roses, Debbie Gibson dan segudang penyanyi lain yang turut mendukung referensi merek keren kami. Itu saat status ditentukan oleh sepatu kets (olahraga) yang dipakai. Hal yang tak mungkin diproduksi di Indonesia saat itu. (kecuali Bata yang setiap awal tahun ajaran saya datangi pabriknya, demi diskon).

Saat saya sekolah menengah, ada tren yang sedikit norak, kaus/sepatu baru dipakai ke sekolah tanpa melepas label. Saya menduga hal ini berhubungan dengan masuknya video musik hip hop. Merk internasional yang dibanggakan saat itu adalah Esprit, Benetton, Swatch, Body Glove, dkk. Saat itu mulai marak juga pembajakan terhadap merek-merek tersebut. Untungnya ada juga merek lokal yang dianggap bergengsi seperti H&R, Contempo, Triset dan Eagle. Meskipun masih menjadi nomor 2 dalam tangga gengsi, mereka mampu untuk tetap mengikuti mode dunia (kaus-kaus humor, kaus polo pastel, celana baggy dan sepatu lari) tanpa membajak merek yang sudah ada.

Mengapa merk itu penting?

Baca kelanjutannya di Share#8 yang bisa di download di bawah ini.


UNKL347 history

In 1996, a group of designers and artists gathered and shared their love for surfing, skateboard and design, where, at that time were not as developed as today. They create ideas of a ‘playground’ and a label called 347boardrider.co. Their initial designs described their love for surfing and street wear, also conveyed information about the life they were living.

Starting with selling clothing through special orders andcatalogues, they finally opened a store in 1999, thus became the pioneer of Indonesia’s own label of clothing. 347boardrider.co blossomed and matured as its owners’ life continued, then the name changed into just 347. Not only inspired by surfing, their design got the influence from music, nightlife, art, and with avant-garde nuance that made them to their success in such young ages.

Unsatisfied with the media available at that time, 347 made their own medium which; not only promoting their products, but also fill the void and became another playground for Bandung underground youths. Their medium did something that other media did not, from covering the youth independent events, communicating the news from the other side of youth’s point of view, to
‘playing’ with their ideas. This medium is Ripple Magazine, which along the way, it releases itself from their company and made their own management until this day.

Baca kelanjutannya di Share#8 yang bisa di download di bawah ini.

Bisa juga dibaca di sini.


CHANGE THE VALUE!
From Designer to Designpreneur via Brand and Branding

Oleh Mendiola B Wiryawan

Hari itu saya mengisi penuh tangki mobil saya. Pada saat membayar sejumlah uang sesuai yang tertera di meteran, saya mulai merenungkan ‘value’ uang yang saya bayarkan. Beberapa tahun yang lalu, jumlah uang yang sama bisa saya gunakan untuk 3 kali mengisi bensin! Wow! Inflasi berjalan begitu cepat. Hari-hari ini memang bukan hari yang mudah. Seorang klien saya yang baru saja kembali dari berpameran di Drupa (sebuah pameran terbesar industri percetakan) mengeluhkan: “Pameran ini pameran Drupa tersepi yang pernah ada. Hal ini ditandai juga dengan sedikit sekali orang Amerika yang datang ke sana,” lanjutnya. Krisis memang bukan hanya milik kita. Sejak minyak melambung menjadi begitu mahal, krisis telah menjadi milik dunia!

Baca kelanjutannya di Share#8 yang bisa di download di bawah ini.

Bisa juga dibaca di sini.


FDGI NEWS!

FDGI & Friends ke-17 dengan tema Dari Desain Grafis menuju Distro via Branding berlangsung pada tanggal 5 Juli 2008 di Emax Store, Kemang Arcade Lantai 2, Jalan Kemang Raya no 20 A. Kali ini formatnya adalah talkshow dengan dua wirausaha muda berlatar belakang desain: Mendiola B. Wiryawan, founder FDGI, principal Mendioladesign, dosen Binus dan penulis Kamus Branding pertama di Indonesia. Dendi Darman, founder & principal distro terkemuka dari Bandung: 347/unkl yang baru meluncurkan buku perjalanan 10 tahun 347 berjudul After Ten Years, Friends Call Us Uncle.

Pada kesempatan ini Mendiola dan Dendi akan meluncurkan buku desain mereka yang juga dapat
dibeli di FDGI dengan potongan 20%. Sebelumnya FDGI&Friends telah mengadakan bincang-bincang dengan tajuk Antropografis, identifikasi visual dari sudut antropologi pada tanggal 26 April 2008 lalu, yang juga bertempat di Emax store, dengan pembicara Iwan M. Pirous (dosen antropologi UI), Duvan Desela (Art Director Lines Advertising), Arief Adityawan (dosen DKV Untar), dan Daud Budi Surya (pemenang lomba Poster 1001 Concept). Acara ini tergolong berhasil dengan meraup peserta lebih dari 100 pekerja dan pelajar DKV.

img_81641

Dengan antusiasme yang cukup tinggi ini, FDGI berharap dapat kembali menggali tema yang sama
menariknya pada acara FDGI&Friends berikutnya. Selanjutnya jadwal FDGI & Friends berikutnya yang
akan digelar Sabtu Minggu pertama pk.13.00-17.00 di Emax Store setiap 2 bulan, dengan perkiraan
tanggal dan topik sebagai berikut:

23 Agustus 2008: Branding Indonesia atau daerah (visit Indonesia year)
18 Oktober 2008: Desain grafis dalam film layar lebar dan film animasi
6 Desember 2008: Desain grafis dalam advertising.

Baca kelanjutannya di Share#8 yang bisa di download di bawah ini.


Sumber: Share#08, newsletter yang dibagikan dalam acara talkshow FDGI&Friends#17: “Dari Desain Grafis menuju Distro via Branding”, Sabtu, 5 Juli 2008, di EMAX Store, Kemang, Jakarta), yang bertujuan untuk menghidupkan budaya ‘desainer yang menulis’, juga merupakan medium komunikasi antar anggota FDGI.

Quoted

Ketika dari mata tak turun ke hati, desain pun gagal total

Bambang Widodo