Fenomena yang layak dicatat sepanjang dua dasawarsa terakhir ini setiap kali pergantian musim, ternyata banyak menelan korban jiwa dan harta benda.
Para pakar dan pengamat lingkungan yakin, berbagai derita yang mencuat pada musim kemarau dan hujan, sejujurnya merupakan gejala terjadinya kerusakan lingkungan yang amat memprihatinkan.
Tanda-tanda zaman semacam itu sebenarnya sudah berlangsung lama. Isyarat itu amat jelas, tetapi kita sebagai manusia tidak pernah menggubrisnya. Harus diakui bahwa selama ini kita tidak peduli dengan persoalan lingkungan hidup yang berkesinambungan. Nafsu untuk sekadar memacu pembangunan ekonomi dan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat, membuat kita lalai menjaga keseimbangan ekosistem alam raya ini.
Sementara itu jika kita cermati, bencana kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim hujan, penyebab fundamentalnya makin banyak kawasan yang kehilangan keseimbangan ekosistem. Anehnya, berbagai kejadian yang muncul kemudian selalu dinetralisasikan dengan sikap pasrah dan hal semacam itu lalu dianggap sebagai sebuah bencana alam. Pertanyaannya, apakah fenomena mengerikan seperti itu hanya diselesaikan dengan sebuah kalimat pendek, ‘’… toh kejadian tersebut merupakan fenomena bencana alam!’’.
Pemeo yang menyatakan: alam akan ramah kepada manusia kalau manusia ramah kepada alam. Demikian juga sebaliknya, alam akan murka kalau manusia arogan terhadapnya, agaknya mulai dinisbikan oleh hampir sebagian besar masyarakat Indonesia.
Agaknya pemerintah, pengusaha, makelar, dan masyarakat luas lebih memilih mengeksploitasi alam raya ini secara membabi-buta. Maka sekarang kita menuai hukum alam. Dalam hal ini alam mulai murka akibat kita arogan terhadap keberadaannya. Hukum alam dan simbol-simbol perubahan jagat seperti itu menunjukkan kepada kita bahwa alam raya kehidupan tengah dilanda ketidaktentuan arah, ketidakpastian nilai, distorsi moral, dan carut marut makna hakiki.
Maka yang muncul kemudian, dalam beberapa tahun terakhir ini keberadaan hidup dan kehidupan kita cukup nggrantes (menyedihkan), memprihatinkan, dan berduka. Kondisi kita seperti bunyi sebuah peribahasa: bagaikan jatuh tertimpa tangga.
Berbagai krisis yang mengkristal menjadi krisis multi dimensi belum bisa teratasi secara tuntas. Tiba-tiba penderitaan hidup manusia ditambah dengan datangnya berbagai bencana akibat ulah manusia, berupa kecelakaan kendaraan bermotor, kereta api, pesawat terbang, dan kapal laut secara beruntun, kebakaran kawasan pemukiman padat, kebakaran pasar dan pusat perbelanjaan, kepungan asap akibat kebakaran hutan, ledakan bom dan tindak kriminalitas lainnya, letusan gunung berapi, kekekeringan berbarengan kemarau panjang, wabah malaria, demam berdarah, tanah longsor dan banjir bandang di berbagai daerah di seantero Indonesia.
Akibatnya, banyak sahabat kita kehilangan harta benda, rumah tinggal, orang tua, suami, istri, anak, sanak saudara, kebahagiaan, ketentraman, penghasilan, pendidikan, cita-cita, dan masa depannya.
Terhadap tanda-tanda zaman semacam itu, lebih signifikan lagi manakala kita mencoba merenung dan bercermin kembali pada serat Kalatida karya monumental Raden Ngabehi Ronggowarsito. Kalatida yang dikenal lewat zaman edannya menggambarkan situasi masyarakat yang tidak menentu. Seolah alam raya ini sudah terbalik. Tuhan sudah tidak ditakuti lagi. Manusia lebih takut pada kekuasaan dan uang. Berhala baru muncul berbentuk wajah kekuasaan dan uang menjadi sarana pemujaan hawa nafsu.
Dampak lebih jauh, manusia selalu mendewakan hawa nafsu yang oleh Baudrillard dikredokan sebagai penampakan hawa nafsu dalam bentuk-bentuk amoral. Hal ini terjadi karena keberadaannya sangat dipengaruhi oleh sikap penolakan akan segala bentuk penilaian moral. Ia lebih menghambakan diri pada tujuan ekstasi, sehingga menenggelamkan segala sesuatu dari kualitas subjektif serta membiarkannya pada sifat ambiguitas. Ia mengelakkan diri dari pertimbangan objektif dan membiarkan diri hanyut bersama kekuatan-kekuatan pengaruh yang tidak bisa dicegah.
Dalam konteks hidup beragama, agaknya bencana alam, kriminalitas, dan berbagai krisis yang melanda bangsa Indonesia ini menyampaikan pesan secara dramatis. Pesan tersebut, tersirat atau pun tersurat mempunyai makna religius bahwa kita umat beragama harus saling memperkokoh dan mengamalkan rasa setia kawan dengan mengutamakan solidaritas kasih sayang dan persaudaraan antarsesama bangsa.
Jika kita mau jujur, sejatinya lingkungan hidup merupakan suatu karunia Tuhan yang perlu dirawat, dijaga kelestarian dan keseimbangannya. Untuk itu, melalui karya desain komunikasi visual, paradesainer komunikasi visual perlu mengajak kesadaran masyarakat untuk melestarikan, menjaga dan merawat lingkungan sekitar yang ‘’dipinjamkan’’ kepada kita.
Sebagai ilmu pengetahuan, konsep dan karya desain komunikasi visual senantiasa membawakan pesan etika dan moralitas kehidupan manusia.
Kedigdayaan desain komunikasi visual dalam menghadirkan citra baru bagi promosi penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup telah teruji oleh zaman. Sebab menurut Victor Papanek dalam bukunya ‘’Design for The Real World’’, peran desain beserta desainernya diupayakan menjadi pioner dalam mengatasi perubahan dan pembaruan. Artinya, secara konseptual sang desainer senantiasa berupaya memecahkan masalah komunikasi visual untuk mencari jawab tentang hal-hal kebutuhan mental dan material manusia melalui kreativitasnya sehingga mampu memenuhi tuntutan fungsional dan keindahan suatu produk atau jasa. Semangat semacam inilah yang menyebabkan peran desain komunikasi visual dalam konteks penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup menjadi sangat fleksibel dan dinamis.
Atas dasar itulah, maka sejatinya paradesainer yang bergelut dalam ranah desain komunikasi visual memiliki kemampuan merancang konsep kampanye desain sosial perihal pelestarian lingkungan hidup dengan melakukan tahapan inventarisasi, mengidentifikasikan masalah, menganalisa, menetapkan konsep kreatif dan media yang tepat, kemudian menyusun dalam bentuk desain final yang siap dipresentasikan kepada masyarakat dalam konteks pelestarian lingkungan hidup.
Paradesainer komunikasi visual berkarya melalui medium desain iklan sosial sebagai wahana untuk mensosialisasikan pesan-pesan sosial pelestarian lingkungan hidup dengan asumsi dasar bahwa desain sosial sebagai wacana ekspresi artistik tidak semata-mata mengabdi untuk kepentingan komersial dan kepanjangan tangan kapitalisme, tetapi karya desain sosial sebagai sebuah karya seni terap tetap bisa dipajang, dinikmati dan dipahami makna pesannya tanpa harus mengalami masa kadaluwarsa. Artinya, ketika fungsi informasi yang diemban oleh karya desain sosial telah berakhir, keberadaan karya tersebut masih bisa dinikmati sebagai sebuah karya visual yang artistik, menarik dan indah ketika dipajang di sudut ruang perkantoran, areal kampus, rumah sakit, rumah tinggal atau ruang publik lainnya yang dianggap representatif. Dalam konteks ini, paradesainer komunikasi visual pada akhirnya mengangkat posisi karya desain sosial dari sekadar objek menjadi sebuah subjek.
Selain itu, paradesainer komunikasi visual senantiasa mendongkrak karya desain sosial sebagai sebuah subjek dari fenomena realitas sosial yang kian hari semakin menyayat hati. Hal ini terkait juga dengan upaya menghidupkan gairah kreatif apresiatif masyarakat terhadap desain sosial dalam upaya mengembangkan rasa kepekaan sosial akan pentingnya memelihara, merawat, menjaga, dan melestarikan lingkungan hidup sebagai pijakan hidup dari masing-masing individu yang bermukim di atasnya.
Pertanyaannya kemudian, apa saja yang harus dilakukan paradesainer komunikasi visual agar program promosi penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup lebih memasyarakat?
Secara konseptual paradesainer komunikasi visual seyogianya mengetahui atau sengaja mengetahui positioning program promosi penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan adalah: pertama, memilih media dengan kemasan desain komunikasi visual yang komunikatif dan persuasif untuk mempromosikan dan mempublikasikan program penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup.
Kedua, menentukan rentetan media yang dimanfaatkan sebagai barisan barikade guna menyumbat informasi agar tidak hablur sia-sia. Untuk itu, sebaiknya mulai dipikirkan keberadaan materi informasi yang selanjutnya dikemas dengan pendekatan desain komunikasi visual. Dalam konteks ini, desain komunikasi visual adalah garda depan dari sebuah program promosi. Keberadaan desain komunikasi visual menjadi sangat penting karena ia memiliki potensi untuk merobek image dan menghadirkan citra yang sejalan dengan konsep program promosi penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup.
Sebagai ujung tombak dari kampanye program promosi penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup membuat fungsi desain komunikasi visual semakin signifikan. Sebuah karya desain komunikasi visual dalam bentuk desain iklan sosial program penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup harus bisa segera menarik perhatian khalayak luas. Ia harus menanamkan suatu citra yang mudah diingat. Menciptakan kepercayaan dengan menampilkan realisme, menunjukkan suatu suasana akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Memantapkan kepribadian target sasaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup. Mengikat objek sasaran demi kepentingan pelestarian lingkungan hidup dengan suatu simbolisme atau gaya hidup modern yang ramah lingkungan. Memperciut jarak dan waktu dengan memelihara daya tarik objek pelestarian lingkungan hidup.
Hal itu menjadi penting, sebab parameter keberhasilan sebuah proses kreatif perencanaan dan perancangan karya desain komunikasi visual bisa disimak manakala paradesainer komunikasi visual mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap pemecahan masalah komunikasi (visual dan verbal), lancar dan orisinal dalam berpikir kreatif, konseptual, fleksibel, cepat mendefinisikan dan mengkolaborasikan berbagai macam persoalan komunikasi khususnya yang terkait dengan masalah promosi program penyadaran akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup kepada parapihak yang menjadi target sasarannya.
Sumbo Tinarbuko Konsultan Desain, Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta. Sekarang Kandidat Doktor FIB UGM.
“Imajinasi yang liar lebih kuat dari lirik yang sok mau jelas.”