Sekilas tentang Pop-Up,
Lift the Flap, dan
Movable Book

Pop-up, merupakan salah satu bidang kreatif dari paper engineering yang di Indonesia kini semakin digemari dan sedang berkembang. Banyak buku pop-up yang beredar di pasaran. Hanya saja, masih didominasi oleh karya impor. Karya pop-up anak negeri sejauh ini lebih mendominasi pada kegiatan di kalangan komunitas (workshop) atau adanya kepentingan tertentu, misalnya karya pop-up untuk buku tahunan sekolah, atau untuk pesanan tertentu. Komunitas dengan spesialisasi pop-up dan atau yang berbasis pada paper engineering sudah bermunculanKomunitas ini merupakan sebuah wadah untuk saling berbagi, belajar, maupun bersama menciptakan karya pop-up.

1,2

Buku Pop-up “Kisah dalam Alkitab” Karya Alit Ayu Dewantari (dokumentasi Alit)

Pop-up adalah sebuah kartu atau buku yang ketika dibuka bisa menampilkan bentuk 3 dimensi atau timbul. Kalimat tersebut merupakan penjelasan sederhana yang sering disampaikan pada beberapa orang yang masih asing dengan kata pop-up. Namun sejatinya mereka pasti sudah pernah melihat karya pop-up, tanpa mengetahui sebutannya. Penjelasan tersebut akhirnya membuat kita berpatokan bahwa dalam membuat karya pop-up harus menghasilkan bentuk timbul atau 3D. Sebagai perancang, tentunya perlu apabila kita juga mengetahui bagaimana sejarah hadirnya pop-up.

Jika dilihat dari sejarah perkembangannya, pop-up diawali dengan kontruksi yang masih sederhana, sekitar awal abad ke-13. Pada masa itu teknik ini disebut movable book (buku bergerak), dengan melibatkan peran mekanis pada kertas yang disusun sedemikian rupa sehingga gambar/objek/beberapa bagian pada kertas tampak bergerak, memiliki bentuk atau dimensiMovable book pertama kali diterapkan di Eropa dan mulai diproduksi secara massal seiring berkembangnya movable type oleh Johannes Gutenberg. Movable book pertama kali muncul dengan teknik volvelles (atau yang kini dikenal sebagai teknik rotary), yakni melibatkan peranan poros pada susunan mekanis kertas. Teori tentang volvelles ini dicetuskan oleh Matthew Paris (1200-1259) dan Ramon Llull (1235-1316). (www.popuplady.com)

3

Cosmographia Petri Apiani, Peter Apian, 1495-1552

(sumber gambar)

Secara teknis, movable book pada volvelles dapat dinikmati dengan cara memutar bagian kertas yang berporos tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1500-an movable book dimanfaatkan untuk bidang medis dalam menggambarkan anatomi tubuh manusia. Andreas Vesalius (1514-1564), adalah seorang profesor anatomi dari Brussels yang menerapkan movable book pada bukunya yang berjudul, De Humani Corporis Fabrica Librorum pada 1543. Para medis menyebut naskah ini dengan istilah lift the flap. Lift the flap dikemas dengan menyusun/menumpuk beberapa kertas, lalu mengunci salah satu sisi susunan kertas dan menyisakan sebagian besar bagian kertas agar dapat dibuka dan ditutup kembali.

4

Anatomical fugitive sheet, 1566

 (sumber gambar)

Pada masa itu, lift the flap merupakan teknologi yang diciptakan dari material kertas yang mampu menjadi sarana para medis untuk menjelaskan bagaimana susunan anatomi tubuh manusia, sebelum adanya teknologi yang lebih canggih seperti saat ini. Andreas Vesalius memanfaatkan teknologi kertas ini untuk menjelaskan hasil pengamatannya mengenai anatomi tubuh manusia dengan melakukan pembedahan-pembedahan selama 4 (empat) tahun. Terdapat perguruan tinggi di bidang kesehatan yang masih menyimpan naskah ini. Bahkan beberapa diantaranya pernah mengadakan pameran koleksi lift the flap book tentang anatomi yang usianya telah mencapai ratusan tahun itu. Pameran ini mendapat respon yang sangat baik dari berbagai kalangan.

Teknologi buku semacam ini memiliki peranan yang sangat penting yang disertai pula dengan berkembangnya teknik cetak, sehingga buku dapat diproduksi secara massal. Perpaduan keduanya menjadikan ilmu pengetahuan (salah satunya tentang anatomi) menjadi semakin luas dan mudah untuk dipelajari. Sampai sekarang pun lift the flap masih sering kita jumpai di pasaran, dengan istilah yang sama dengan awal kemunculannya di bidang medis. Istilah inilah yang akhirnya semakin akrab dikenal dengan mekanis kertas yang menyerupai teknis membuka dan menutup jendela. Pada tahun 1765, penerbit Robert Sayer memproduksi lift the flap book sebagai media hiburan baik untuk anak-anak maupun dewasa.

Lift the Flap Book, dimanfaatkan juga untuk melatih perkembangan motorik anak

Lift the Flap Book, dimanfaatkan juga untuk melatih perkembangan motorik anak

(sumber gambar)

Lift the flap menjadi semakin berkembang dengan kekuatan ciri khas teknis yang dari dulu hingga kini masih dipertahankan. Mekanis yang sederhana dan ramah kiranya menjadikan lift the flap lebih dekat dengan target pasar anak-anak. Manfaatnya besar, secara tidak langsung kegiatan melihat, membuka dan menutup gambar pada lift the flap dapat melatih perkembangan motorik pada anak-anak.

Beberapa teknik dasar Lift the Flap yang dapat diterapkan (berdasarkan beberapa pengamatan)

Beberapa teknik dasar Lift the Flap yang dapat diterapkan
(berdasarkan beberapa pengamatan)

Movable book mengalami masa keemasan pada 1800-an. Di mana pada masa ini muncullah beberapa nama yang mengembangkan movable book dengan berbagai mekanis yang lebih rumit dan dengan target pasar yang lebih luas, terutama anak-anak. Salah satunya adalah Lothar Meggendorfer (1847-1925) dari Jerman. Karya yang dihasilkan saat itu lebih pada karya yang menghasilkan gerak dan bentuk yang lebih berdimensi (tekstur nyata) pada saat bagian halaman kertas dibuka. Baru pada tahun 1930-an, Amerika Serikat menggunakan istilah pop-up untuk produksi movable booknya. Akhirnya istilah pop-up-lah yang populer hingga saat ini. Pop-up dikenal pada saat teknisnya telah dieksekusi dengan lebih rumit.

Grand Cirque International (1890), Karya Lothar Meggendorfer

Grand Cirque International (1890), Karya Lothar Meggendorfer

(sumber gambar)

Tidaklah heran apabila kita sering menjumpai di toko-toko buku, terutama pada kolom buku untuk anak-anak terdapat istilah lift the flap book dan pop-up bookPop-up book lebih memiliki dimensi dibandingkan dengan lift the flap book. Hal inilah yang menjadikan pop-up book lebih mudah diingat, karena selain memiliki dimensi, pop-up book juga dikenal lebih memiliki efek mengejutkan dari pergerakan yang dihasilkan saat teknik-teknik pop-up ini beroperasi. Kerumitan pada komponen rakitan kertas, peran pisau pond yang lebih banyakhingga peran kehati-hatian dan ketelatenan craftmanship yang dibutuhkan pada saat finishing, menjadi faktor utama tingginya harga produksi dan harga jual dari pop-up book jika dibandingkan dengan lift the flap book. Namun, pada dasarnya kedua jenis buku ini sama-sama memiliki harga jual yang tinggi.

Lift the flap dan pop-up pada produksi buku di masa kini, entah disadari atau tidak keduanya seolah tampak berdiri sendiri-sendiri. Bahkan bisa saja istilah movable book juga menjadi lebih asing lagi, yang akhirnya membuat kita tidak tertarik untuk mengetahui apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya. Lift the flap dan pop-up merupakan satu garis dari kisah perjalanan movable book. Memang, pada perkembangannya masing-masing tampak memiliki ciri tersendiri. Namun, sebenarnya mereka adalah satu rangkaian proses perkembangan. Baik lift the flap maupun pop-up adalah satu keluarga dalam movable book.

Lift the flap dapat kita nikmati pada saat kita membuka susunan kertas (bertumpuk) yang terdapat pada halaman kertas. Jadi, teknik ini tidak harus dibantu oleh lipatan halaman seperti pada kartu atau buku.

Lift the flap, tak harus dibantu oleh lipatan halaman seperti pada kartu atau buku, ia dapat ditampilkan pada bidang yang memiliki 2 sisi dan tanpa lipatan halaman (dokumentasi Alit)

Lift the flap, tak harus dibantu oleh lipatan halaman seperti pada kartu atau buku,
ia dapat ditampilkan pada bidang yang memiliki 2 sisi dan tanpa lipatan halaman (dokumentasi Alit)

Dari kelima teknik dasar pop-up, di antaranya v-folding, internal stand, rotary, mouth, dan parallel slide (lihat “Workshop Pop-Up: Mengamati, Mengenal, dan Memahami Pop Up”, terdapat 2 teknik yang tidak menampilkan bentuk timbul seperti pop-up yang banyak kita temui. Kedua teknik ini yakni rotary dan parallel slide. Dari dasar inilah, kita perlu memahami bahwa pop-up tidak selalu tampil dengan bentuk yang timbul, melainkan tampil dengan gerakan yang menimbulkan kesan seperti timbul/berdimensi.

Pop-up yang diaplikasikan pada buku, baik buku cerita, buku tahunan dan lain-lain, sebagian besar menggunakan teknik dengan eksekusi karya yang menampilkan bentuk timbul. Berdasarkan pengamatan, sejauh ini teknik dasar rotaryparallel slide, dan teknik lift the flap kurang begitu diminati untuk melengkapi karya pop-up. Sebenarnya akan lebih menarik apabila kita menggabungkan teknik-teknik tersebut ke dalam satu karya. Hal ini dilakukan juga oleh Maggie Bateson dan Louise Comfort, dalam buku pop-up “My Fairy Magic School”. Mereka menggabungkan 4 dari 5 teknik dasar pop-up, dan terdapat teknik lift the flap yang membuat karyanya lebih bercerita.

My Fairy Magic School, karya Maggie Bateson dan Louise Comfort ( My Fairy Magic School, Macmillan Childrens Boks 2010)

My Fairy Magic School,
karya Maggie Bateson dan Louise Comfort
( My Fairy Magic School, Macmillan Childrens Boks 2010)

Salah satu penerapan teknik parallel slide pada My Fairy Magic School karya Maggie Bateson dan Louise Comfort.

Salah satu penerapan teknik parallel slide pada My Fairy Magic School
karya Maggie Bateson dan Louise Comfort.

Salah satu penerapan lift the flap yang disajikan oleh Maggie Bateson dan Louise Comfort, membuat karya mereka lebih interaktif.

Salah satu penerapan lift the flap yang disajikan
oleh Maggie Bateson dan Louise Comfort,
membuat karya mereka lebih interaktif.

Penggabungan berbagai teknik sebenarnya dapat membantu untuk membuat buku pop-up memiliki bentuk yang variatif, atraktif, sekaligus interaktif. Penggabungan berbagai teknik ini bisa juga digunakan untuk keindahan kemasan buku, yang berkaitan dengan ketebalannya ketika buku tersebut ditutup. Movable book biasanya memiliki ketebalan yang kurang seimbang dari berbagai sisi, tidak seperti buku-buku pada umumnya. Hal ini dapat disiasati dengan cara menambahkan pop-up atau variasi lipatan kertas ke dalam halaman pop-up itu sendiri. Penempatannya adalah pada sisi dimana angka ketebalan pop-up itu rendah.

Adanya penambahan lipatan pada sisi luar akan membantu buku pop-up memiliki ketebalan yang seimbang antara satu sisi dengan sisi lainnya pada saat buku pop-up ditutup. 

Adanya penambahan lipatan pada sisi luar akan membantu buku pop-up
memiliki ketebalan yang seimbang antara satu sisi dengan sisi lainnya pada saat buku pop-up ditutup.

Movable book memiliki perjalanan yang sangat panjang. Bahkan ia lebih dahulu muncul jauh sebelum movable type dicetuskan. Beberapa tokoh telah memperkaya teknik movable book. Volvelles, lift the flap, dan pop-up secara umum dapat mewakili titik-titik penting dalam garis besar perkembangan movable book. Masing-masing dari mereka berkembang dengan berbagai macam teknik dasar yang selama 8 abad telah membantu banyak kalangan untuk berbagai kebutuhan, baik sains maupun dunia hiburan (khususnya untuk anak-anak). Aplikasinya pada buku, membuatnya memiliki keterkaitan dengan desain layout, ilustrasi, percetakan dan penerbitan. Movable book menjadi salah satu pilihan untuk membuat manis tampilan media yang kita rancang. Tidak hanya pada buku, tapi juga pada kartu, poster, berbagai media dan karya seni lainnya. Melalui movable book, kita dapat berkomunikasi melalui bentuk, gerak, dan visual.

 


 

SUMBER

Jackson, Paul. 2000. The Pop-Up Book. Singapore: Anness Publishing Limited.

Library Exhibit Explores the Art, Science, and History of Anatomical Illustration 2011. (diakses pada 20 Agustus 2013, 10.11 WIB)

Parker, Steve. 1997. Jendela Iptek Seri 9: Tubuh Manusia. (Terjemahan oleh: Pusat Penerjemahan PSUI). Jakarta: PT. Balai Pustaka (Persero).

Rubin, Ellen G.K. Tahun tidak diketahui. Pop-up and Movable Books In the Context of History. (from the catalog of Ideas in Motion exhibit @ SUNY-New Paltz, NY April, 2005). (diakses pada 16 September 2013, 17.24 WIB)

Rubin, Ellen G.K. Tahun tidak diketahui. Timeline History of Movable Books. (diakses pada 18 Agustus 2013, 05.10 WIB)

Quoted

“Seorang desainer harus memiliki keberpihakan pada konteks membangun manusia Indonesia. Peka, tanggap, berwawasan, komunikatif adalah modal menjadikan desainnya sebagai alat perubahan”

Arif 'Ayib' Budiman