Semiotika dan Desain Komunikasi Visual (DeKaVe) sejatinya bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan lainnya.
Mengapa demikian?
Karena menurut fitrahnya, semiotika adalah ilmu tanda yang berfungsi menjaring makna atas segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan manusia sehari-hari.
Sedangkan DeKaVe adalah produsen tanda yang menghasilkan jutaan makna yang di dalam kesehariannya diabdikan untuk memecahkan masalah komunikasi visual atas segala aktivitas kehidupan manusia di jagad raya ini.
Artinya, siapa pun yang tergerak dan bergerak dalam ranah wacana maupun praksis DeKaVe, mereka sesungguhnya parakreator tanda yang piawai mengreasikan berjuta-juta makna penuh warna. Sementara itu, jutaan makna penuh warna yang merekah dari karya DeKaVe, diyakini mampu membawa berkah, kabar gembira, dan warta damai bagi kemaslahatan umat manusia.
Fitrah lainnya, Semiotika dan DeKaVe adalah pasangan hidup yang diciptakan untuk menghidupkan makna pesan verbal dan pesan visual dalam keseharian proses komunikasi secara horisontal antara manusia yang satu dengan lainnya, antara manusia dengan lingkungannya, dan antara manusia dengan Sang Khalik Yang Maha Esa.
Tanda menurut Semiotika adalah unsur fundamental dalam Semiotika dan Komunikasi, yaitu segala sesuatu yang mengandung makna. Keberadaannya mempunyai dua unsur yaitu penanda (bentuk) dan petanda (makna). Tanda yang dimanfaatkan dalam karya DeKaVe sebagian besar menggunakan ikon, indeks, dan simbol.
Sementara itu, kode dipahami sebagai cara pengombinasian tanda yang disepakati secara sosial untuk memungkinkan suatu pesan dari seseorang disampaikan kepada orang lain. Dalam konteks ini, kode kebudayaan, kode hermeneutik, kode semantik, kode narasi , dan kode simbolik banyak dimanfaatkan untuk melihat karya DeKaVe yang dijadikan objek kajian dalam buku ‘’Semiotika Komunikasi Visual’’ ini.
Bahwa kode semiotik struktural pada kasus tertentu tidak bisa untuk menganalisis teks karya DeKaVe, ketika karya DeKaVe tersebut keluar dari kode yang berlaku. Keluar di sini artinya bertolak belakang, menentang, atau melecehkan. Jadi semiotika struktural dengan ciri utama yang stabil tidak bisa menjelaskan teks yang lebih labil, untuk itu diperlukan kehadiran semiotika pascastruktural.
Berdasarkan point-point tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karya DeKaVe yang dijadikan objek kajian setelah ditafsirkan berlandaskan tanda verbal dan tanda visual, maka bisa diklasifikasikan berdasarkan kombinasi antara tanda, kode, dan makna.
Ketiga unsur semiotika itu (tanda, kode, dan makna) menjadi pertimbangan dalam melihat dan menangkap pesan yang mencuat dalam karya DeKaVe. Hubungan ketiga unsur tersebut sangat erat. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi.
Terkait dengan hubungan ketiga komponen tersebut, muncul entropi (tidak terjadi pengulangan) terhadap hubungan objek karya DeKaVe, konteks, dan teks, sehingga hasil penafsiran makna menjadi relatif ideal, karena informasi yang disampaikan sangat efektif dan persuasif. Masing-masing komponen menempati posisinya sesuai dengan porsinya.
Karena pesan yang terdapat pada berbagai karya DeKaVe yang menjadi objek kajian buku ‘’Semiotika Komunikasi Visual’’ ini adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak sasaran dalam bentuk tanda. Maka secara garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal didekati dari ragam bahasa, gaya penulisan, tema dan pengertian yang didapatkan. Tanda visual dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal, atau simbolis.
Penjelajahan semiotika komunikasi visual sebagai metode kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan – dalam hal ini karya DeKaVe– dimungkinkan, karena ada kecenderungan untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa.
Artinya, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Bertolak dari pandangan semiotika tersebut, jika sebuah praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena bahasa, maka semuanya – termasuk karya DeKaVe – dapat juga dilihat sebagai tanda-tanda. Hal itu menurut Yasraf A Piliang dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.
Mengingat karya DeKaVe mempunyai tanda berbentuk verbal (bahasa) dan visual, serta merujuk bahwa teks karya DeKaVe penyajian visualnya mengandung ikon terutama berfungsi dalam sistem-sistem nonkebahasaan untuk mendukung pesan kebahasaan, maka pendekatan semiotika komunikasi visual sebagai sebuah metode analisis tanda guna mengupas tuntas makna karya DeKaVe layak diterapkan dan disikapi secara proaktif sesuai dengan konteksnya.
Sumbo Tinarbuko, Konsultan Desain, Dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta.
Catatan: Tulisan ini dipresentasikan oleh penulisnya, Sumbo Tinarbuko, saat peluncuran bukunya “Semiotika Komunikasi Visual” pada tanggal 6 Februari 2008 di Gedung Wanita Tama, jalan Solo, Yogyakarta, jam 19.00.
Lihat juga Semiotika Komunikasi Visual dan Produser Tanda Harus Pahami Semiotika.
Make your interactions with people transformational, not just transactional.