Etika Desain

Keterkaitan dengan waktu, Desain Komunikasi Visual sangat besar dipengaruhi oleh dunia bisnis, teknologi, teori/konsep baru, media baru dan gaya hidup dengan segala tuntutannya. Lingkup dunia Desain Komunikasi Visual semakin luas dan kompleks dalam kurun waktu 15 tahun belakangan ini, terutama sejak adanya krisis global 2008. Untuk itu, untuk mencapai optimasi hasil Desain Komunikasi Visual yang berkualitas, dibutuhkan strategi dan taktik baru. Etika desain sebagai satu konsep untuk pencapaian hasil yang berkualitas tersebut.

 

ETIKA

berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, ethos (kebiasaan, adapt, praktek), menyangkut perbuatan dalam kerangka baik dan buruk, benar dan salah. Sering dikaitkan bahwa kebaikan dipandang sebagai kunci etis. Yang benar (kebenaran) menjadi satu aspek dari kepenuhan tersebut. (Kamus Filsafat, Lorens Bagus)

 

DESAIN

ialah suatu karya cipta atau perancangan manusia yang melakukan usaha pemecahan masalah untuk menghasilkan karya dalam memenuhi keperluan, kebutuhan dan keinginan sekelompok masyarakat.

 

ETIKA DESAIN

yang dibahas disini terbatas pada Desain Komunikasi Visual atau Desain Grafis, suatu pendekatan dan pertimbangan kreatif yang esensial dan ideal dalam mencapai optimasi desain yang integral, sebagai konsep dapat kita analisis dalam beberapa aspek seperti berikut:

a. Benar

Disebut teori Deontologis, menekankan pada kewajiban atau formalistis, juga menekankan pada proses dan prinsip (dalam pendidikan DKV belakangan ini cenderung diabaikan).

Bahan desain harus didasari konsep atau dasar perencanaan antara lain:
– Latar belakang
– MasalahTujuan/Obyektif/Goal
– Strategi dan Taktik
– Penekanannya pada proses:Semua dikaji secara faktual
– Sifatnya lebih obyektif
– Bekerja secara manual sejak awal proses masih diprioritaskan ketimbang dengan komputer
– Pendekatan kebudayaan dan alam menjadi prioritas.
– Dalam kode etik: tidak melakukan plagiat, mentaati undang-undang hak cipta.

b. Baik

Disebut teori Aksiologi.
Pertimbangannya: keserasian dan keindahan, segalanya berkaitan dengan estetis dan “Look Good“.

– Sifatnya lebih subyektif.
– Memenuhi fungsi DKV atau Desain Grafis seperti informatif dan identik.
– Penekanannya pada hasil atau tujuan akhir (cenderung dilakukan pada pendidikan DKV sekarang).
– Cenderung tergantung dengan alat (komputer).
– Sifatnya instan.
– Banyak melibatkan konsep komuniksai pemasaran.
– Berkaitan dengan “Good Design“, definisi dan kriterianya berbeda-beda pada beberapa negara (seperti AS, Jepang, Jerman, Scandinavia, Cina, Swiss). Bagaimana dengan Indonesia?
– Dapat diterima/komunikatif
– Bahwa hasil karya dapat diterima publik sasaran sesuai dengan aspek geografis, demografis dan khususnya psikografis sasaran, seperti kelas sosial, gaya hidup, kebiasaan, personalitas, sikap, motivasi. Semua erat dengan kebudayaan dan norma.
– Termasuk pendekatan komunikasi: emosional, rasional dan moral.
– Mampu mendukung peningkatan nilai-nilai (values)

Hubungan manusia dengan manusia, a.l.:

– Kemudahan (sign dan segala media informasi lainnya)
– Kenyamanan (kampanye, kemasan)
– Keamanan (sign, kampanye)
– Kesejahteraan (kampanye)
– Keindahan (majalah, buku, poster)
– Mendukung promosi (periklanan)
– Kesenangan/hiburan (berbagai media)
– Hubungan manusia dengan lingkungan:

Keseimbangan ekosistem / environment melalui kampanye dan propaganda maupun segala program DKV

Hubungan manusia dengan pencipta:

– Nilai religi (berbagai media)
– Nilai tambah (value-added)

Sebagai tuntutan abad ke-21, dimulai sejak awal 1990-an, bahwa “Good Design not Enough“. Bahwa desain yang baik perlu nilai tambah, seperti pendekatan:
Informasi tambahan
– Cross-disipline
– Cross-culture
– Green/Sustainable
– Estetis baru
– Lebih bervisi

 

PENUTUP

Bahwa Etika Desain yang ideal merupakan integrasi desain yang benar (right design), desain yang baik (good design) dan nilai-nilai lainnya.
Prioritas terletak pada desain yang benar. Selain itu juga termasuk:
– Integrasi aspek filosofi dan pragmatis.
– No. 3 dan 4 adalah bagian dari gabungan desain yang benar dan baik.

 


Disampaikan di Desain Komunikasi Visual Universitas Bunda Mulia pada 29 Februari 2012

Quoted

The fate of a designer is not determined by the public system, but by the way he sees his own life

Surianto Rustan