Informatif, Juga Indah

Hampir di semua kegiatan hidup kita terlibat karya grafis yang dihasilkan lewat proses cetak. Uang kertas, majalah, undangan… Perkembangan rancang grafis makin menarik.

Mulai berkembang yang disebut seni grafis – seni yang mengandalkan teknik cetak. Telah muncul sejumlah grafikus, dan Senirupa ITB misalnya telah lama pula membuka jurusan itu.

Kini muncul pula ‘rancangan grafis’. Seperti yang dipamerkan di Erasmus Huis 16-24 Juni oleh Didit, Hanny dan Gauri, ternyata itu merupakan rancangan karya grafis yang dimaksud sebagai seni pakai.

Tuntutan pertama sebuah rancangan grafis: seberapa jauh dapat berkomunikasi dengan khalayak. Bagi seorang perancang grafis motto yang dipegang adalah: rancangan yang baik memberi informasi secara lancar dan jelas, sedang bentuk visualnya menarik.

Tentu saja wajar, bila dari generasi ke generasi yang disebut menarik ternyata berbeda-beda. Rencana sampul majalah, undangan, ilustrasi dulu, sebut saja sebelum perang, sangat formal. Komposisi biasanya simetris, huruf-huruf seragam, warna sederhana.

Perkembangannya: di masa sekarang muncul rancangan grafis yang lebih santai, lebih bermain dan lebih meriah. Tentu kadar penekanan tiap unsur bisa berbeda-beda pula. Sampul majalah ini misalnya, yang memberi citra bersih, tidak banyak pretensi bermainnya – sesuai dengan sifatnya yang majalah berita. Yang pertama kali perlu informasi yang disampaikan, meski sama sekali tidak mengabaikan unsur pemikat mata.

Berbeda sekali dengan rancangan sampul majalah Visi, yang dibuat oleh Gauri Nasution, 30 tahun. Sebagai majalah hiburan sangatlah cocok permainan suasana sampul yang meriah dan warna yang menyolok. Bahkan halaman dalamnya disusun sangat permai. Banyak variasi: ada halaman dengan kertas berwarna, ada pula halaman yang dilubangi membentuk gambar.

Gambar ilustrasi pun oleh generasi masa kini dibuat demikian rupa, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi dan kemungkinan teknik cetak. Permainan efek cat air, olahan fotografis atau teknik cetak semprot, bisa memberi bentuk yang dulu barangkali terpikirkan pun tidak.

Hanny Kardinata, 27 tahun, lulusan jurusan Seni-Reklame STSRI Asri, Yogya, dalam berbagai rancangannya memanfaatkan teknik-teknik tersebut. Dalam merancang sampul kaset musik Guruh misalnya.

Profil Bung Karno
Perancang satu lagi, Didit, 30 tahun, lebih banyak mengolah bentuk lambang. Ia memang tertarik pada lambang. Tulisnya pada katalogus: Membuat lambang adalah proses panjang yang rumit dan menarik.”

Profil Bung Karno, oleh Didit – yang sealmamater dengan Hanny dipakai untuk mewakili segala sesuatu yang ada hubungannya dengan tokoh tersebut. Tentu, Didit dalam merancang mempelajari pula karakter dan aspirasi sang tokoh, di samping dunia yang diwakilinya. Kemudian memilih yang akan ditonjolkan dalam lambang, dan semuanya diolah dalam bentuk sesederhana mungkin agar cepat ditangkap.

Perhatian yang kini diberikan kepada rancangan grafis, lebih dari dulu, mungkin disebabkan karena generasi masa kini dikaruniai teknologi cetak-mencetak yang memberi berbagai kemungkinan. Mereka tak lagi bersikap ‘kaku’ seperti ayah mereka. Mereka menuntut, selain penyampaian informasi yang akurat, juga cara penyampaian yang menyenangkan. Sebuah bungkus rokok selain berfungsi melindungi isinya diharap bisa juga menjadi penambah semarak meja – tempat rokok itu kadang-kadang diletakkan. Juga sebuah majalah, kecuali untuk dibaca, adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilihat-lihat.

Sumber: Majalah Tempo, 28 Juni 1980, halaman 24.

•••

Quoted

“Keberhasilan merancang logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan.”

Henricus Kusbiantoro