IPGI – Lahirnya Sebuah Horison Baru yang Cerah

A DESIGN IS A PLAN TO MAKE SOMETHING, itu kata Peter Gorb editor Pentagram – kelompok perancang di Inggris yang membuat berbagai rancangan, dari rancangan lambang sampai rancangan industri.

Di Indonesia, bidang perancangan sendiri berkembang dengan pesat, meskipun pengertian orang terhadap bidang perancangan masih tercampur aduk satu sama lain. Hampir sedikit sekali orang yang menyadari adanya sebuah bidang perancangan yang khusus merencanakan berbagai keperluan manusia, seperti rambu lalu lintas, selembar uang kertas, selembar perangko kecil yang setelah sekian tahun bernilai tinggi sekali, selembar poster, sebuah sampul kaset atau buku atau bahkan sebuah lambang yang kelihatannya begitu mudah dan sederhana.

Beberapa orang yang selama ini berkecimpung di dalam dunia perancangan tersebut – perancangan grafis – berkumpul di awal 1980 ini untuk mengeluarkan pendapatnya masing-masing, uneg-uneg dari pengalaman, alasan dan pendapat tentang bidang pekerjaan mereka, dunia pendidikan yang menjadi dasar awalnya dan segala macam lainnya. Semua pemikiran itu dikumpulkan menjadi satu dan dirumuskan menjadi beberapa pemikiran dasar utama yang akan dikembangkan lagi. Dari catatan yang terkumpul tercatat beberapa dasar pemikiran:
– masih tersendat-sendatnya proses kemajuan bidang perancangan grafis di Indonesia, dibandingkan negara-negara lain. Bahkan kita tidak mempunyai ‘wajah’ Indonesia untuk itu.
– masih awamnya pengetahuan masyarakat kita sendiri tentang bidang perancangan grafis, sehingga lahir anggapan bahwa bidang tersebut bukan merupakan sebuah ilmu yang tidak jauh berbeda dengan ilmu-ilmu lainnya, seperti ilmu kedakteran, ilmu sastra, arsitektur dan lain sebagainya. Dan hal ini memang diakui menjadi salah satu alasan mengapa sedikit sekali adanya pendidikan formil untuk itu – yang ada cuma di STSRI/ASRI Yogyakarta, ITB Seni Rupa Bandung, Trisakti Jakarta dan yang setengah formil adalah di LPKJ Jakarta. Yang sudah menghasilkan sarjana baru ASRI dan ITB saja.

Memang tidak mudah membedakan GRAPHIC DESIGN (= rancangan grafis) dengan GRAPHIC ART (= seni grafis). Kesulitan membedakannya terasa sekali di kalangan masyarakat kita, tanpa kecuali, dari kalangan atas, menengah sampai ke bawah. Hanya mereka yang sering berurusan, berkepentingan dan bekerja sama dengan masalah-masalah kedua bidang itulah yang bisa membedakannya dengan jelas, meskipun toh masih ada yang meraba-raba dalam membedakannya.

Bahkan tidak pula mengherankan apabila, ada orang yang tidak mengerti fungsi dan tugas dari beberapa jabatan seperti art director, designer, graphic designer, artist, draftman, paste-up artist dan lain-lain.

Kesemuanya terus mendesak perasaan mereka yang berkecimpung dalam bidang perancangan grafis untuk membuat dan mencari sebuah cara guna memperluas bidang perancangan grafis dan membuatnya menjadi sebuah pengetahuan yang memasyarakat.

Beberapa kali pertemuan diselenggarakan, dan sampai kemudian 9 orang diantaranya bersedia menjadi Badan Pendiri, mempersiapkan segala sesuatunya selama beberapa bulan – satu keputusan waktu itu yang terbentuk: sebuah wadah harus dibuat dengan dasar yang kuat. Kesembilan orang itu adalah:

Bpk. SADJIROEN, perancang grafis uang kertas Rl,
Bpk. SUTARNO BSc., perancang grafis dari PGI,
Bpk. Drs. SUPRAPTO MARTOSUHARDJO, perancang grafis perangko Rl,
Bpk. S.J.H. DAMAIS, pengamat dan orang yang banyak kali terlibat dengan bidang perancangan grafis,
Bpk. BAMBANG PURWANTO, perancang grafis dari PGI juga,
Bpk. CHAIRMAN, perancang grafis,
Bpk. WAGIONO, perancang grafis,
Bpk. DIDIT C. PURNOMO, perancang grafis,
dan saya sendiri.

Pertemuan-pertemuan dilanjutkan, berbagai rumusan diuraikan dan dituangkan ke kertas, sampai akhirnya pada tanggal 25 April 1980, berhasil disusun konsep Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Tata Laku wadah tersebut. Demikian pula susunan pengurus pusat sementara yang sudah langsung diberi beban tanggung jawab untuk bisa melaksanakan program kerja pertama triwulan ke tahun 1980.

Wadah itu diberi nama IKATAN PERANCANG GRAFIS INDONESIA dengan disingkat IPGI. Tanggal pendirian adalah 25 April 1980 tetapi tanggal peresmian adalah tanggal pembukaan Pameran GRAFIS ’80 yang diselenggarakan pada tanggal 24 SEPTEMBER 1980.

Dari Anggaran Dasar IPGI tercatat maksud dan tujuan wadah ini: Melestarikan, menggali dan mengembangkan potensi grafis Indonesia melalui perancangan grafis sebagai sarana kreasi yang komunikatif untuk disajikan baik secara kelompok maupun secara perseorangan dalam forum nasional dan internasional dengan berorientasi pada perancangan grafis yang khas Indonesia.

Dari Tata Laku IPGI juga tercatat rumusan yang dijelaskan mengenai status seorang perancang grafis (anggauta IPGI) dan bidang-bidang yang ditanganinya:

Perancang grafis adalah seorang ahli yang memiliki beberapa titik pengembangan berdasarkan keahliannya dalam menyusun rancangan grafis.
Pada dirinya ditemukan hal-hal seperti bakat, kemauan, keinginan untuk maju demi masa depan dirinya dan lingkungannya, kemampuan berdasarkan pendidikan yang pernah diterima – diolah – dicernakan olehnya sendiri dengan dukungan dan bantuan lingkungan dan pendidiknya, ataupun kemampuan berdasarkan unsur alamiah yang kemudian dikembangkannya sendiri dengan dukungan dan bantuan lingkungannya, yang disebut sebagai kemampuan alamiah dari pengalaman.
Berdasarkan fungsi dan tugasnya, yang berdiri di antara dua titik penentu, yakni titik dunia seni yang membutuhkan kejiwaan dan titik dunia eksak yang memerlukan ketekunan dan pengetahuan, maka seorang perancang grafis harus bisa mendisiplinkan, meneguhkan, mengkukuhkan dan mempertahankan dirinya sebagai seorang insan yang hidup di dalam sebuah lingkungan tanpa kecuali, bermodalkan semua yang di milikinya sebagai seorang perancang grafis.
Pola hidup dan kaidah masyarakat harus dijadikannya pegangan disamping keimanan dan rasa kemanusiaannya berdasarkan hukum dan kaidah agama, bangsa dan negaranya.

Pasal pertama buku Tata laku IPGI mencantumkan 10 bidang gerak perancangan grafis secara mendasar:

1. Typography, termasuk typefaces
2. Lettering & Calligraphy
3. Publicity material
4. Grafis film, televisi dan presentasi audio-visual, terutama untuk sarana pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
5. Packaging design (rancangan kemasan)
6. Ilustrasi umum
7. Ilustrasi teknik
8. Animasi dan kartun
9. Graphic photography
10. Architectural & environmental graphics.

Sementara itu pada Pasal kedua, tercantum 8 lokasi bidang perancangan grafis sebagai berikut:
Seorang perancang grafis mempunyai bidang pekerjaan di (antara lain):

a. Penerbit
b. Percetakan
c. Perusahaan kemasan
d. Studio grafis
e. Studio film
f. Studio televisi
g. Perusahaan periklanan
h. bekerja bebas (free-lance).

Beberapa pameran SENI GRAFIS memang sudah sering dilakukan sejak beberapa tahun terakhir ini, tetapi sebuah pameran RANCANGAN GRAFIS, baru diadakan untuk pertama kalinya pada tanggal 16 Juni 1980 di Erasmus Huis oleh tiga orang perancang grafis – HANNY KARDINATA, GAURI NASUTION dan DIDIT CHRIS PURNOMO; dan sebuah pameran rancangan grafis besar dan lebih lengkap diselenggarakan oleh IPGI pada hari ini, 24 SEPTEMBER 1980 di Wisma Seni Mitra Budaya, yang sekaligus merupakan hari dan tanggal peresmian terbentuknya IKATAN PERANCANG GRAFIS INDONESIA.

Dalam program kerja jangka panjang, IPGI juga akan menghubungi para perancang grafis di luar kota Jakarta, dan mengharapkan partisipasi mereka dalam berbagai program kerja di masa periode kepengurusan mendatang.

Melihat maksud dan tujuan serta program kerja IPGI dalam jangka pendek dan panjang, dapatlah dikatakan bahwa hadirnya IPGI di tengah-tengah masyarakat Indonesia akan menjadi sebuah horison baru yang cerah bagi dunia perancangan grafis lndonesia di masa datang.

Sumber: Brosur Pameran Pertama Ikatan Perancang Grafis Indonesia “Grafis ‘80”, 24 September-10 Oktober 1980 di Wisma Seni Lingkar Mitra Budaya.

Quoted

“Keberhasilan merancang logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan.”

Henricus Kusbiantoro