“… masih ada satu pertanyaan yang timbul di benak saya. Pertanyaan yang menyangkut kata Indonesia –dalam hal ini kata ‘Indonesian’– dalam Indonesian Graphic Design Award, apakah hanya akan diartikan sebagai lokasi/tempat? Sementara makna kata ‘Indonesia’ dalam IGDA juga dapat diartikan sebagai cerminan suatu watak, kepribadian, karakter, cara pandang, semangat dan hal lain yang dapat mengartikan Indonesia sebagai suatu Identitas. Kalau kita coba telaah, tanpa identitas ke-Indonesia-an, IGDA akan menjadi ajang awards pada umumnya. Dan IGDA hanya akan memotivasi desainer grafis Indonesia supaya berkarya secara kreatif saja, yang bisa saja mengarahkan kita pada bentuk karya yang miskin identitas.”
Kami yakin bahwa Desain Grafis Indonesia harus memiliki identitas. Suatu keyakinan yang telah dipupuk oleh pendahulu kita –para perintis pendidikan rancang visual dari tahun 1950-an, perintis formal program desain grafis sejak tahun 1973, pelaku dan studio-studio desain grafis Indonesia– yang telah bergiat mencari ke-Indonesiaan. Suatu keyakinan atas identitas yang dapat mencitrakan watak, pemikiran, mentalitas, kepribadian atau filosofi Indonesia dalam perkembangan dunia global yang makin mempertinggi iklim persaingan antar negara, antar perusahaan dan antar pribadi, sehingga berpengaruh terhadap praktek desain grafis yang cenderung makin instan dan seragam.
Kami yakin bahwa wujud identitas tersebut bisa dicari dari kualitas nilai-nilai Indonesia yang sudah ada atau dibangun wujud baru hasil dari pencarian tersebut. Perwujudan ini menghindarkan Indonesia tenggelam oleh atau mengikuti wujud identitas lain.
Kami paham bahwa proses perwujudan identitas ini bukan proses instan atau sekali jadi, tidak bisa dipaksakan dan tidak ada rumusan atau resep baku; semua harus bersifat jujur dan natural dalam menyikapi potensi sumber daya sekaligus kendalanya.
Kami merekomendasikan salah satu jalan yang sadar dan proaktif dalam mewujudkan identitas ini, yaitu dengan cara menempatkan diri dalam suatu kondisi pengembangan studi dan lingkungan kerja yang kaya akan riset dan analisis kekayaan nilai dan materi alam serta budaya Indonesia masa lalu dan kini; kaya akan eksplorasi, sehingga prosesnya bukan hanya menduplikasi kekayaan masa lalu tetapi justru terinspirasi darinya untuk menghasilkan kreasi baru.
Kami menghidupkan suasana kebersamaan dalam mewujudkan identitas ini, melalui dialog pikiran dan karya yang kontributif, serta saling bertukar wawasan dan teknologi, demi terwujudnya program pembentukan identitas ini. Kebersamaan ini mengharuskan kami melepas sekat pembatas individu dan organisasi, sehingga dapat berkomunikasi lebih intensif dan sinergis.
Kami berharap program ini berguna untuk meningkatkan kreativitas dalam diri kami, sehingga tidak terjebak dalam kreativitas semu identitas; menambah reputasi keilmuan dan profesi kami dalam memberi cara yang bertanggung jawab, berdasar, dan bermanfaat secara konkrit untuk aktivitas masyarakat. Semoga melalui program ini masyarakat secara langsung dapat menikmati kekayaan nilai Indonesia, sehingga mempengaruhi kepercayaan diri dan keyakinan masyarakat atas potensi identitas Indonesia.
Jakarta, 23 Mei 2010.
Kami yang mengusulkan Sikap Budaya ini:
» Abdul Djalil Pirous, Priyanto Sunarto, Hanny Kardinata,
» Hermawan Tanzil, Eka Sofyan Rizal, Ismiaji Cahyono, Surianto Rustan,
» Caroline F Sunarko, Hastjarjo B Wibowo.
Sekolah membuat desainer menjadi pintar, bekerja membuat desainer menjadi paham, pengalaman panjang membuat desainer menjadi arif