Wawancara: Eve Vogelein

34-Nothing_neu_01-560x372

Eve Vogelein adalah desainer grafis dan seniman yang lahir di Jerman dan belajar di University of Arts di Berlin. Masa kecil dilalui bersama orang tuanya di Ubud, Bali. Ia kini menetap dan berkarya di New York City, Amerika Serikat. Dampak persilangan budaya yang “tidak biasa” ini tercermin dalam semua karyanya bagai untaian benang emas yang menyatukan memori masa lalu dengan masa kininya. Meski Eve sekarang bekerja di perusahaan besar di industri fesyen Barat, selalu ada saat-saat tertentu baginya untuk berkelana menjelajahi kebebasan artistiknya dengan bermain warna dan bentuk yang berasal dari pengalamannya semasa tinggal di Indonesia—yang tak diragukan lagi telah menandai jejaknya sebagai seorang seniman.

Ketika ia datang kembali ke Indonesia pada 2012, ia menyempatkan diri menapaktilas jejak-jejak masa kecilnya dan tiba-tiba disadarkan bahwa akar budaya masa lampaunya itu rupanya yang telah menjadi raison d’etre mengapa ia berpikir, merasa, dan mencipta dengan cara sebagaimana yang dilakukannya saat ini. Ia pun paham betapa sangat bernilainya warisan budaya yang tertanam dalam-dalam pada dirinya, yang diperolehnya dari kedua budaya yang sangat berbeda itu.

Eve merasa bahwa selama ini ia telah diberkahi dengan perspektif visual dan estetika yang berasal baik dari Eropa maupun Indonesia yang menyertainya setiap saat dengan perbandingan kualitas yang seimbang.

Menyadari semua ini, sekembalinya ke Berlin, Eve menciptakan serangkaian karya grafis dan ilustrasi berskala besar yang memadukan teknik-teknik analog dan tradisional Indonesia dengan rekayasa digital teknologi komputer grafis termutakhir. Tujuan dari eksplorasinya adalah untuk mencapai asimilasi visual yang berasal dari dua alam artistik yang berbeda: pikiran bebas, serta ekspresi yang berani dan berwarna-warni dari masa kecilnya dengan praktik-praktik masa kininya di bidang desain komersial, yang teknologikal, dan yang berorientasi pada logika. Tujuan akhirnya adalah untuk membangun jembatan visual di antara kedua estetika tersebut.

 

Eve Vogelein

Eve Vogelein

 

Anda menghabiskan masa kecil di Ubud lalu pindah dan menetap di Amerika Serikat hingga sekarang. Bisa ceritakan pada kami mengenai itu?

Saya lahir di Jerman namun dibesarkan di Indonesia. Ayah saya selalu ingin agar anak-anaknya dapat membuka diri terhadap perspektif yang luas dan lingkungan yang beragam, terutama untuk tumbuh dan berkembang. Setelah seringkali bolak-balik antara Eropa dan Indonesia, Ayah akhirnya memutuskan untuk membawa kami bersamanya. Sungguh sebuah pengalaman yang membentuk kepribadian saya. Pengalaman itulah yang saya rasa telah membentuk saya menjadi seorang seniman; membuat saya untuk dapat melihat segalanya dengan sudut pandang yang berbeda.

Sekembalinya saya ke Jerman dan belajar Desain di University of Arts Berlin (Universität der Künste (UdK) Berlin), saya menyadari bahwa masa kecil saya di Indonesia telah membentuk suatu pendekatan yang istimewa terhadap warna, nilai spiritualitas, dan segala pendekatan artistik dalam karya saya yang seringkali berbeda dari karya kawan-kawan saya. Suatu ‘perbedaan’ yang pada awalnya sulit diatasi, sampai akhirnya saya paham bahwa sebenarnya saya tak perlu berkreasi atau bahkan menjadi sama seperti orang lain. ‘Perbedaan’ itu kemudian saya anggap sebagai bagian dari ciri khas individual saya.

 

Apa yang membuat Anda memilih dan bertahan di desain grafis?

Saya selalu merasa punya dorongan yang kuat untuk menciptakan sesuatu. Tak pernah sekalipun terlintas untuk mempertimbangkan diri melakukan pekerjaan ’normal’. Saya ingin mengintegrasikan ambisi saya untuk berkreasi itu dengan menghasilkan sesuatu yang sifatnya fungsional. Saya ingin melampaui tujuan yang semata-mata hanya menyasar keindahan dan estetika saja. Saya ingin menyampaikan kisah, berkomunikasi, dan membagi pengetahuan. Desain grafis, buat saya, adalah sebuah parafrase yang tepat akan hal itu: sebuah kombinasi antara keindahan dengan pesan dan makna.

 

Selain desainer grafis, Anda juga seorang seniman. Apa peran seni dan desain bagi Anda?

Bagi saya, menjadi seorang desainer grafis yang baik berarti membentuk seseorang menjadi seniman pula: untuk menyentuh khalayak lewat suatu ekspresi visual dan dalam kehidupan sehari-hari kita pun harus melebur dalam dunia bentuk, warna, dan huruf. Menjadi sebuah manfaat tersendiri bagi saya untuk bergerak di antara dua bidang tersebut secara bersamaan, karena keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Dengan bergerak di antara keduanya, saya terbiasa untuk dapat melihat segala hal dengan sudut pandang berbeda yang tak akan saya dapatkan jika hanya berkutat pada desain grafis modern.

 

2-DGI_EVE_02-560x912

23-DGI_EVE_20

39-560x859

 

Bagaimana Anda menggambarkan Indonesia dibandingkan dengan negara lain; Amerika Serikat, misalnya?

Indonesia adalah negara paling indah dan mempesona yang pernah saya tinggali. Dibandingkan dengan Amerika atau Eropa, Indonesia memiliki kesetiaan tersendiri pada sejarah dan tradisi. Keyakinan, agama, dan keluarga memainkan peran yang amat besar hingga membentuk suatu rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang tak tergantikan dalam masyarakatnya.

Amerika Serikat sendiri, sebagai negara yang terbuka akan kultur budaya yang begitu beragam, juga tak inspiratif dan menariknya. Buat saya, setiap negara dan budaya memiliki nilai keunikannya masing-masing.

 

28-BD_NEU_1-560x399

 

Dengan latar belakang yang begitu kontras (Ubud dan New York), tentu definisi ‘keindahan’ pun berbeda. Bagaimana hal ini mempengaruhi nilai estetik dan cara berkarya Anda?

Saya cukup banyak dipengaruhi oleh bahasa visual yang ada di Amerika Serikat tempat saya tinggal dan bekerja sekarang ini. Nilai estetis di dalamnya memang berorientasi pada aspek komersial, sebab New York berarti fesyen, merk ternama, dan klien-klien raksasa. Meski demikian, saya selalu berusaha menghadirkan unsur ‘keindonesiaan’ dan konsep keindahannya yang mengalir dalam diri saya. Buat saya, konsep keindahan yang ‘keindonesiaan’ itu lebih mendalam daripada gaya Amerika, sebab ia tak semata mengejar tren, melainkan juga menyampaikan kisah, permainan warna, hasta karya, dan nilai sejarah. Karena itulah, saya ingin mengajak para mahasiswa desain di Indonesia untuk tak sekalipun melepaskan diri dari akar budaya dan teruslah mengolah nlai-nilai seni tradisional Indonesia. Itulah yang akan menjadikan kalian istimewa.

 

3-DGI_EVE_03-560x791

16-DGI_EVE_14-560x791

 

Perbedaan bahasa visual apa yang Anda rasakan?

Jika yang dimaksud adalah desain grafis, tentu saja Indonesia harus mengejar banyak ketertinggalan. Profesi ‘desainer grafis’ sendiri di Indonesia masih seperti bayi baru lahir jika dibandingkan dengan perkembangan bisnisnya di Eropa dan Amerika Serikat. Tapi, bukan berarti itu buruk sama sekali. Justru ada sebuah kesempatan emas bagi desain grafis Indonesia untuk membangun gaya visualnya yang khas dan unik. Ada banyak potensi di Indonesia; begitu banyak yang dapat ditelaah dan banyak talenta muda yang penuh hasrat dalam bidang ini.

Saran saya, jangan terlalu mengorientasikan diri pada negara-negara lain dalam berkarya. Cobalah mengeksplorasi bidang ini dengan pendekatan yang unik dan berbeda. Saya tak sabar untuk melihat ke mana desain grafis Indonesia akan menuju.

 

36-Optimism_neu_04

35-Optimism_neu_01

 

Dengan pesatnya perkembangan teknologi sekarang, gerbang percampuran budaya semakin terbuka. Dalam beberapa hal, invasi budaya banyak terjadi terutama pada generasi muda. Apa pandangan Anda terhadap fenomena ini?

Buat saya, fenomena ini menakjubkan. Teknologi membuka jalan untuk berinteraksi dan belajar dengan banyak orang. Di satu sisi, ada resiko yang perlahan tapi pasti harus dihadapi: segala sesuatunya akan mirip satu sama lain karena setiap orang melihat sumber digital yang sama. Komunikasi dan interaksi memang baik, tapi tetaplah individual.

 

Karya Anda banyak menggunakan komposisi dan warna-warna yang tidak biasa. Apa yang menjadi inspirasi penggalian visual seperti itu?

Say berhenti menelusuri blog dan situs-situs yang menampilkan karya-karya “desain grafis masa kini” karena semuanya itu sebenarnya nampak sama satu dengan yang lain. Saya menemukan inspirasi dari berpergian, bercakap-cakap dengan orang-orang, serta juga dengan melihat karya seni klasik dan memandangi alam.

 

1-DGI_EVE_02-560x848

1-DGI_EVE_01-560x848

 

Bisa ceritakan proyek Anda yang paling berkesan?

Tentu saja perjalanan pulang saya ke Indonesia tahun 2012, meski pada awalnya perjalanan itu tidak dimaksudkan untuk menjadi sebuah ‘proyek’. Dengan pulang ke Indonesia, seluruh ingatan dan perasaan mendorong diri saya untuk dapat berekspresi dan menciptakan sesuatu.

Keberanian dalam pemilihan warna dan pendekatan visual emosional yang unik dari para seniman di Indonesia begitu menyegarkan jika dibandingkan rezim digital dan stagnan yang mendominasi Eropa kala itu. Akhirnya saya pun memutuskan untuk memulai serangkaian karya seni yang dimaksudkan untuk mejembatani sekaligus merangkul desain Indonesia dan desain Barat. Tujuan saya saat itu adalah untuk mengeksplorasi kedua aspek artistik yang mengalir dalam diri saya—sebab keduanyalah yang membentuk saya sebagai seorang desainer. Itulah yang mendorong lahirnya proyek ‘Pray for Future Vision’; sebuah persilangan antara dua bahasa visual yang berbeda.

 

Nama “Graceful Fallings” terdengar menarik bagi kami. Bisakah Anda menceritakan asal mula pemilihan nama tersebut?

‘Graceful Fallings’ bersinonim dengan pendekatan saya dalam bekerja maupun dalam hidup dan cinta yang selalu berangkat dari fakta bahwa: sesekali gagal (failing) dan jatuh (falling) bukan masalah, selama itu mendorong kita untuk terus bangkit, belajar dari kesalahan, dan terus melangkah. Akan selalu ada aral rintangan dalam jalan yang kita tempuh, tapi cobalah untuk jatuh dengan elok (to fall gracefully). Biarkan kesalahan-kesalahan itu menjadi bagian dari kesuksesan. Itu semua adalah proses pembelajaran. Jatuh dan bangkit adalah bagian dari seluruh rangkaian itu. Rangkul itu semua. Melangkahlah.

 

37-GF-WEB-1-FIN-38-MAIN

38-gf-pdf-91

 

Adakah hal yang ingin Anda capai atau ubah lewat seni dan desain?

Yang saya harap bisa bangun dengan desain adalah sebuah keberlanjutan. Sekarang ini, desain dan fesyen cenderung lekas berlalu. Tren datang dan pergi. Saya rasa, yang menjadi pencapaian terbesar saat ini adalah menjadi desainer yang karyanya dapat bertahan lama.

 

10-DGI_EVE_09-560x865

11-DGI_EVE_10-560x864

 

Hal apa yang tidak bisa Anda kompromikan?

Jangan pernah mengejar uang. Ada banyak uang yang bisa diraup dalam bisnis kreatif ini—pekerjaan kita bisa sepenuhnya komersil dan tak perlu-perlu amat untuk jadi kreatif dan inspiratif. Namun, yang terpenting bukanlah menempatkan diri di antara orang yang dapat membayar kalian setinggi-tingginya, tapi kelilingilah diri kalian dengan orang-orang yang dapat menginspirasi. Apalagi jika kalian masih muda. Ada banyak ilmu yang harus kalian petik.

Tapi, selalu pastikan bahwa kalian diapresiasi dan dihargai atas apa yang telah kalian buat. Sebab, dengan kalian melakukan apa yang kalian cintai, hati dan jiwa kalianlah yang dipertaruhkan. Jangan mau bekerja dengan cuma-cuma. Jika seseorang enggan untuk membayar kalian, artinya ia tak menghargai kalian. Kita semua berhak untuk diperlakukan dengan layak.

 

Desain juga berbicara tentang ‘pengalaman’ yang diberikan. Bagaimana cara Anda mewujudkan ‘pengalaman’ itu?

Saya selalu berusaha untuk berkarya dengan sepenuh hati. Seluruh jiwa saya kerahkan dalam proyek-proyek yang saya buat. Memang hal tersebut membuat saya rentan, tapi di sisi lain, hal itu menjamin suatu gairah yang kontinu dalam karya saya. Saya ingin agar orang-orang dapat merasakan semangat yang sama dengan apa yang saya rasakan saat membuat karya tersebut.

 

17-DGI_EVE_15

18-DGI_EVE_15-2-560x791

22-DGI_EVE_19-560x792

 

Saya mendapati bahwa Anda sangat tertarik dengan pertukaran pikiran antarbudaya, apa yang Anda harapkan?

Saya pikir, tak ada hal yang paling utama selain interaksi antar budaya. Saya bisa berkata demikian karena saya cukup beruntung dapat berpergian dengan orang tua ke berbagai belahan dunia dan memungkinkan saya untuk berinteraksi dengan berbagai individu yang unik dan inspiratif.

Sekarang, saya mendorong setiap orang untuk mengusahakan diri pergi keluar negeri untuk membangun pengalaman interaksi dan tukar pikiran dengan banyak orang di belahan dunia lain.

 

Pernah terpikir untuk berkarir di Indonesia?

Hal tersebut terpikirkan oleh saya terus menerus dan saya tengah merencanakan perjalanan saya ke Indonesia yang berikutnya. Saya sendiri tidak ingin pindah jauh dari New York, tapi mimpi saya adalah untuk dapat bekerja hilir-mudik antara Indonesia dan Amerika Serikat. Saya ingin mengajar di Indonesia dan tak akan pernah meninggalkan akar budaya saya.

 

Prospects_28

Quoted

The fate of a designer is not determined by the public system, but by the way he sees his own life

Surianto Rustan