Yang Ditabur, yang Dituai (1)

[Bagian pertama dari tiga bagian. Merupakan kelanjutan dari Bersua Kartini di Agora (1) dan (2), dituliskan untuk memperingati Hari Bumi[i], 22 April 2017]

Auschwitz begins wherever someone looks at a slaughterhouse and thinks: they’re only animals.” —Theodor W. Adorno (1903–1969)

Selasa, 22 Februari 2011, waktu makan siang. Warga Christchurh, Canterbury kota terbesar kedua di Selandia Baru, tengah di puncak kesibukannya, ketika gempa bumi berkekuatan 6,3 SR mengguncang kota dan sekitarnya. Lebih dari 130 orang tewas hanya di dalam gedung Canterbury Television dan Pyne Gould Corporation. Juga 11 orang yang berada di dekatnya, dan delapan lainnya di dalam bus yang sedang melaju, tertimpa reruntuhan batu dan bata dinding gedung. Keseluruhan 185 orang meninggal, dan sekitar 2.000 lainnya terluka.

Bencana hebat itu telah menimbulkan kerusakan sangat besar pada infrastuktur kota, dan membawa kesedihan mendalam bagi negara itu. Episentrumnya yang hanya 10 km dari pusat bisnis Christchurch telah meluluhlantakkan bangunan-bangunan serta mengakibatkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal.

Gempa bumi—dalam skala berat dan ringan—sering terjadi di Selandia Baru, hampir setiap tahun, bahkan beberapa kali dalam setahun. Sebelumnya, gempa 7,1 SR mengguncang Darfield, Canterbury pada 4 September 2010, dan gempa 7,8 SR pada 15 Juli 2009 di Dusky Sound, Southland. Christchurch sendiri masih mengalami beberapa kali gempa bumi sesudahnya, pada 13 Juni 2011 (6,4 SR), 23 Desember 2011 (6,0 SR), dan pada 14 Februari 2016 (5,7 SR).

Rintihan yang membangkitkan gelombang seismik

…when there is a large scale of slaughter of creature whether human beings or animals and the pain waves are created by these slaughters that is caused Einstein Pain waves and these waves are so powerful that the earth starts shaking which is in common language is called Earthquake.” —Madan Mohan Bajaj

Dr. Madan Mohan Bajaj, ilmuwan terkemuka dari Universitas Delhi (berdiri 1922), melalui tesisnya yang berjudul Visprabhaw, telah membuktikan bahwa gempa bumi terjadi akibat pembantaian kolektif terhadap makhluk hidup. Dr. Bajaj menyampaikan tesis penting ini pada Juni 1995 di salah satu konferensi ilmuwan internasional yang diadakan di Sudal, dekat Moskow.

Laporan penelitiannya tidak saja menimbulkan kegemparan tapi juga telah membatalkan semua teori tentang gempa bumi. Makalah revolusioner ini berhasil memasukkan istilah ‘non-kekerasan’ dan ‘hidup berdampingan’ dalam khazanah ilmiah. Dan menjadi awal dari sebuah era baru, di mana ilmu pengetahuan berinter-relasi dengan filsafat secara indah. Sekaligus memperlihatkan dengan terang benderang bahwa manusialah penyebab terjadinya bencana alam; karenanya manusia bisa menghentikannya, kalau mau.

Dr. Bajaj melakukan investigasi atas apa yang disebutnya sebagai efek Gangguan Sistem Terintegrasi [Breakdown of Integrated Systems (BIS)]. Efek BIS menggambarkan bagaimana perilaku kejam terhadap satwa telah memicu terjadinya bencana alam. Ia mendokumentasikan sejumlah aktivitas seismik yang timbul menyusul perayaan hari besar seperti Natal, saat jutaan kalkun dan hewan lainnya di seluruh dunia dibunuh. Atau yang mengikuti ibadah Idul Adha, di saat jutaan kambing disembelih. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa tsunami dan badai timbul akibat dari penyembelihan satwa laut.

Saat hewan-hewan disakiti dan dibunuh, terpancarlah sinyal berfrekuensi-sangat-rendah, sekitar dua atau tiga Hertz, dan seterusnya. Sinyal ini berupa gelombang rasa sakit [Einsteinian Pain Waves (EPW)], yang frekuensinya meningkat terus sejalan dengan semakin banyaknya pembunuhan, dan pada saatnya akan membangkitkan gelombang seismik yang memicu terjadinya gempa bumi [penulis: peringatan Dr. Bajaj ini mencakup pula pembunuhan terhadap sesama manusia].

Industri peternakan mewakili persentase besar pendapatan tahunan kota Christchurch. Pembantaian terbesar terjadi di Canterbury Utara, yaitu sebanyak 8.5 juta domba per tahun. Data statistik yang dipublikasi oleh kantor statistik negara itu menggambarkan fasilitas rumah jagal ini membunuh lebih dari sepertiga populasi domba setiap tahunnya. Selandia Baru bertanggung jawab terhadap 49.7 % perdagangan internasional daging domba. Daerah pertanian susu di Ashburton, Canterbury memproduksi susu tertinggi setiap tahun di seluruh Selandia Baru. Perdagangan daging sapinya mencapai 7.5% perdagangan dunia. Industri pertanian rusanya terbesar di dunia, mencakup 4.000 ladang pertanian. Data statistik 2001 menggambarkan 52% tanah Selandia Baru yang seluas 268.021 kilometer persegi itu dipergunakan untuk menggembala ternak.

1. Citra satelit Christchurch dan sekitarnya, diambil pada 4 Maret 2011, sekitar dua minggu setelah terjadinya gempa bumi (area yang berwarna keputihan).

Reruntuhan, sesudah rintihan itu
Penelitian Dr. Bajaj mencatat dengan baik bahwa jika pembunuhan terjadi di suatu tempat, dampaknya bisa mengenai tempat itu atau lainnya.

Di Polandia, 1,39 juta sapi dan 20,7 juta babi dibunuh pada 2009. Polandia juga negara pengekspor daging kuda terbesar di Eropa, dengan 30.000 ekor kuda dikirim ke pos kematian setiap tahunnya.

Di akhir Mei 2010, Polandia mengalami banjir besar, terburuk sepanjang 160 tahun terakhir, mengakibatkan puluhan orang kehilangan nyawanya, dan 23.000 orang dievakuasi. Pada Juni 2010, Jaringan Informasi Pertanian Global Departemen Pertanian Amerika Serikat melaporkan bahwa banjir melanda 4.300 ladang, dan 450.000 hektar lahan pertanian rusak. Yang terburuk di kota praja Slubice, Plock yang memiliki fasilitas utama pengolahan unggas. Fasilitas yang sama di kota praja Gabin juga rusak berat.

Peternakan juga merupakan sektor pertanian terbesar di Afrika Selatan, dengan populasi sekitar 13,8 juta ternak sapi dan 28,8 juta domba, terbesar di provinsi KwaZulu-Natal dan Limpopo. Di Limpopo, peternakan sapi menyumbang persentase signifikan atas penghasilan tahunannya. Namun perburuan merupakan penghasilan terbesar Afrika Selatan dengan 80% industri perburuannya terkonsentrasi di Limpopo. Perburuan satwa liar menyumbang 70% pendapatan pariwisata tahunan provinsi itu.

Dari Desember 2010 sampai Januari 2011, Afrika Selatan mengalami banjir yang sangat buruk. Lebih dari 4.000 kilometer persegi tanah Afrika Selatan, mencakup delapan dari sembilan provinsinya, terkena dampak banjir. 13.000 rumah hancur, dan 8.400 orang terpaksa dievakuasi. 136 orang meninggal, 88 di antaranya berasal dari KwaZulu-Natal, provinsi dengan dampak banjir terparah. Limpopo pun sangat menderita, kelima distriknya terkena banjir yang menyebabkan empat orang meninggal, dan 1.540 bangunan rusak.

Sementara di Brasil, dua negara bagiannya, Rio de Janeiro dan Sao Paulo, memiliki industri pengolahan ikan dalam skala besar. Industri peternakan juga mewakili bagian signifikan dari ekonomi Rio de Janeiro. Brasil adalah penghasil kedua terbesar daging sapi dunia dan setiap tahun membunuh hampir 40 juta sapi. juga 35 juta babi. Brasil pengekspor terbesar daging sapi secara global, 21.9% dari ekspor dunia pada 2009. Juga mengkonsumsi daging sapi terbesar ketiga di dunia, setelah Amerika Serikat danUni Eropa.

Pada 11–12 Januari 2011 hujan dengan intensitas tinggi turun di daerah pegunungan Serrana, Rio de Janeiro. Curah hujan mendekati 254 milimeter. Pada 12 Januari jam 3 pagi, banjir lumpur besar menerjang empat kota. Karena banyaknya rumah yang dibangun tidak sesuai aturan, dampak yang ditimbulkannya sangat mengerikan. 902 orang meninggal. dan lebih dari 20.000 orang kehilangan rumah. Keluarga-keluarga tersapu bersih, dan jenazah dikuburkan tanpa bisa diidentifikasi. Kota Nova Friburgo terkena dampak paling parah, di mana 3.000 rumah hancur dan 426 warganya meninggal. Dahsyatnya kekuatan banjir lumpur itu telah merubah seluruh tatanan geografis daerah ini dan telah memaksa dilakukannya penataan ulang.

Di Jepang, negara dengan jumlah terbesar konsumsi ikan per orang di dunia, sebanyak 7,5 miliar ton ikan dibunuh setiap tahunnya. Ribuan lumba-lumba dan ikan paus juga tak luput dari target perburuan, banyak di antaranya dibantai di sepanjang pantai Pasifik.

Pada 11 Maret 2011, gempa bumi 9,0 SR menghantam wilayah Tohoku, salah satu dari lima gempa terkuat sejak pencatatan dimulai pada tahun 1900. Terjadi tsunami hingga setinggi 40,5 meter, menerjang hingga sejauh 10 km ke daratan, setelah menghantam pantai Pasifik. Bencana tersebut menyebabkan 15.894 orang tewas, dan mengakibatkan kerusakan bangunan dan infrastruktur yang luas yang memicu petaka signifikan di empat stasiun tenaga nuklir utama. Tenaga gelombang seismik yang luar biasa menyebabkan posisi Jepang bergeser 2,5 m, dan sumbu bumi bergeser 18 cm.

Jepang menduduki tempat teratas negara yang paling berpotensi dilanda gempa, selain Indonesia, Tiongkok, Nepal, Taiwan, dan Filipina.

Keseimbangan yang rapuh
Berbagai bencana hebat, sebagaimana dicermati oleh Dr. Bajaj dan ilmuwan lainnya, dengan jelas menunjukkan keseimbangan rapuh biosfer Bumi. Negara-negara berlomba dalam membunuh hewan, lebih banyak dan lebih banyak lagi, tidak menyadari bahwa efeknya akan sangat berbahaya bagi umat manusia. Hewan ternak memiliki perasaan, pikiran, dan kepribadian, seperti halnya manusia; namun industri peternakan memperlakukan mereka seperti mesin, dengan kekejaman yang tidak bisa diterima. Kebengisan manusia indikasi bagi kehancuran Bumi.

“Kita hanya harus menghentikan pembunuhan terhadap sesama manusia dan satwa. Lalu segala sesuatu tiba-tiba akan menjadi terang. Topan akan berhenti begitu saja. Angin puting beliung akan menjadi hening. Gempa bumi akan lenyap. Hidup akan penuh kedamaian.” —Ching Hai

Catatan panjang mengenai terjadinya bencana alam di seluruh dunia akibat penyembelihan hewan, bisa disaksikan di sini » http://suprememastertv.com/ina/bbs/board.php?bo_table=sos_video_ina&wr_id=184&goto_url=iphone&sca=&page=0&url=link3_0

———
[i] Hari Bumi diperingati secara internasional pada tiap tanggal 22 April. Dicanangkan pertama kalinya pada 1970 oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson (1916–2005) yang juga seorang pengajar lingkungan hidup, untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet Bumi. Tanggal ini bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan Bumi utara) dan musim gugur di belahan Bumi selatan.

———
Referensi

Where Disasters Strike Hard, Supreme Master TV, http://suprememastertv.com

Slaughter of cow: main cause of Earthquake, Swami Vivekananda, https://natnewsnet.wordpress.com

Bencana-Bencana yang Terkait dengan Penyembelihan Hewan–Bukti, Supreme Master TV, http://suprememastertv.com

Top Ten Natural Disasters, National Geographic Channel.

***

[Bersambung »]

Tulisan-tulisan lainnya di sini.

Quoted

Limitations and distractions are hidden blessings

Nigel Sielegar