Awal November lalu dua orang motion designer Indonesia berkesempatan mengunjungi Tokyo dalam sebuah acara besar, Tokyo Designers Week 2012 dan Design Tide Tokyo 2012. Panji Krishna dan Firman Machda, pendiri Motion by Design dan Furyco Studio, sudah sejak lama ingin mengunjungi salah satu negara yang sangat terkenal dengan dunia visualnya: Jepang. Mereka sudah sejak jauh hari membuat rencana untuk melakukan visual trip ini sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk dunia desain di Indonesia dan membagikanya kepada khalayak luas.
Tokyo Designers Week (TDW) merupakan acara tahunan yang diselenggarakan oleh para pelaku dunia desain di bawah Asosiasi Desain Jepang, yang bertujuan untuk menumbuhkan dan memperkenalkan dunia desain. Acara ini juga dibuat secara terbuka lintas generasi dengan peserta dari berbagai negara, mengkolaborasikan berbagai aspek pendukung seperti para profesional di bidang visual, universitas, pengusaha, kurator, dan masyarakat biasa bahkan sampai anak-anak. Kali ini TDW 2012 mengusung tema Hello Design.
Design Tide Tokyo (DTT) merupakan acara yang kurang lebih serupa namun skalanya lebih kecil. Kali ini, DTT mengangkat tema “Trading Design, Trading Ideas” yang mengangkat isu tentang memperdagangkan desain dan ide. DTT juga berkolaborasi dengan beberapa merk untuk menciptakan sebuah hal baru dalam dunia trading.
Berikut catatan perjalanan Panji Krishna dan Firman Machda. Selamat membaca.
ASAKUSA
Tiba di Jepang pagi hari, suhu berkisar antara 10-14°C, suasana yang sangat nyaman untuk berkarya dan mencari ide-ide baru. Sangat kebetulan sekali, setibanya kami di sana, sedang ada sebuah festival budaya di Asakusa. Beberapa jalan raya ditutup untuk perayaan festival budaya ini, ramai orang dan wisatawan asing yang mendokumentasikan beberapa sajian festival. Semua berjalan sangat tertib dan rapi, serta bersih dari segala hal yang bisa merusak pemandangan. Semua bisa saling menjaga dan melancarkan jalannya festival tersebut. Sebuah kebiasaan yang sangat berbeda dengan negeri kita sendiri.
Asakusa merupakan salah satu daerah di pinggiran Tokyo yang menyajikan karakter tradisional Jepang dan wisata spiritual, ditambah dengan kesederhanaan orang Jepang yang penuh sopan santun dan keramahan. Tempat yang mempunyai nilai historis ini menyajikan beberapa hamparan pasar rakyat. Mendengar kata ‘pasar rakyat’ sekilas terlintas suasana yang kotor, ramai, berdesakan, dan kumuh. Namun, ternyata tidak sama sekali! Ya, mungkin karena mindset demikian telah terbentuk karena kebiasaan orang-orang di negeri kita sendiri.
Sepanjang jalan di daerah Asakusa dipenuhi para pejalan kaki (sangat jarang ditemui mobil ataupun motor). Jalanan penuh dengan penjual makanan, cenderamata, dan kebutuhan lainnya yang berjajar rapi dan bebas sampah, bahkan barang dagangannya pun terlihat rapi! Seperti semuanya sudah diperhitungkan dan dirancang sedemikian rupa sehingga kawasan tersebut bisa sangat nyaman dan aman untuk para wisatawan dan pejalan kaki, walaupun sangat ramai.
Sebelum mengunjungi Tokyo Designers Week dan Design Tide Tokyo kami memang sengaja melakukan beberapa perjalanan ke tempat-tempat yang unik di Tokyo selain Asakusa, untuk sekadar mencari beberapa hal baru yang mungkin bisa dijadikan bahan untuk gagasan atau ide baru.
Hari Minggu (4.10.12) saatnya untuk mengunjungi Tokyo Designers Week dan Design Tide Tokyo 2012. Dari penginapan, kami menggunakan kereta dalam kota. Sebelumnya, kami telah menyiapkan diri untuk mengambil peta kereta di stasiun. Berhubung Jepang adalah salah satu negara dengan jalur kereta yang sangat kompleks, setiap stasiun di Tokyo menyiapkan peta kereta dalam kota yang dirancang dengan sangat baik. Signage di semua stasiun pun sangat informatif karena disertai teks latin. Tanpa harus bertanya banyak pun, kami tetap dapat mengetahui jalur kereta hanya melalui peta dan signage. Sekali lagi semua media informasi sungguh sangat informatif dan dirancang dengan serius, peran desainer sungguh sangat besar. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa para pengelola dan pemerintah di Jepang sangat sadar akan pentingnya desain.
TOKYO DESIGNERS WEEK 2012 (TDW)
Tiba di lokasi Tokyo Designers Week (TDW) di Meiji-Jingu Gaien (Central Venue), kami disambut dengan suasana yang sangat hijau, jauh dari suasana keramaian lalu lintas padahal letaknya di tengah Kota Tokyo. Kami langsung mengantri untuk membeli tiket masuk seharga 2.500 yen/orang (sekitar Rp. 300.000,-) dan berlaku untuk sekali masuk saja. Pengunjungnya ternyata sangat ramai dan lintas usia: dari anak kecil hingga orang tua. Tidak sedikit juga yang datang membawa keluarganya ke acara ini.
Di acara TDW terdapat banyak jenis pameran: seni instalasi, ilustrasi, desain grafis, pameran sekolah, pameran kreator muda, mix media, lokakarya, serta yang paling menarik perhatian kami, instalasi motion graphic. Karya motion graphic ini disajikan dengan teknik video mapping yang ditembakkan ke sebuah kanvas berbentuk kubah,
Setelah puas mengunjungi dan mengikuti semua program dalam acara ini, kami pun berencana keluar dari lokasi. Yang mengejutan, walau hari sudah menjelang sore, kami masih melihat antrian panjang di pintu masuk. Hal inilah yang membuat kami yakin bahwa profesi desain sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat di Jepang.
DESIGN TIDE TOKYO 2012 (DTT)
Berikutnya, kami menghadiri acara desain tahunan lainnya, Design Tide Tokyo 2012 (DTT) di Tokyo Midtown Hall. Skalanya lebih kecil dibanding TDW dengan harga tiket masuk per orang 1.500 yen/orang (sekitar Rp. 180.000,-). Diikuti desainer lintas bidang dan negara, DTT juga menghadirkan ragam pameran dan lokakarya, seperti seni instalasi, new media, desain produk, desain industrial, fabrik, dan motion graphic.
Dengan tujuan menjembatani desainer dan industri, DTT juga berkolaborasi dengan berbagai merk seperti Coca-Cola, Camper, Lego, dll.
BUDAYA SADAR DESAIN
Bangsa yang maju (salah satunya) adalah bangsa yang bisa menghargai pentingnya keberadaan desain dalam berkehidupan. Saya rasa itu ungkapan yang bisa disimpulkan dari design trip ini. Jepang memang memiliki budaya yang mengajarkan untuk sadar dan menghargai segala sesuatu yang sudah diatur dan didesain dengan baik. Mulai dari petunjuk jalan, signage, kemasan, hingga label, semuanya dikemas dengan informatif dan tepat sasaran sehingga semua elemen masyarakat (dan turis) dapat memahaminya. Keberadaan desain dan desainer sangat diapresiasi, mungkin ini salah satu sebab mengapa Jepang bisa maju dibandingkan dengan negara lain di Asia.
Semoga Indonesia juga suatu saat nanti bisa memiliki kesadaran dan apresiasi terhadap desain sejak dini. Sebuah optimisme yang saya rasa tidak terlalu muluk jika semua lapisan, mulai dari para profesional, asosiasi, industri, institusi pendidikan, dan pemerintah bisa bekerjasama untuk mewujudkannya. Karena disadari atau tidak, peran desain sangat penting agar tercapai keteraturan dalam berkehidupan.
Ketik, pilih font, dan presentasikan sebagai ‘desain’… nggak salah tuh!?