Integrasi Tempat-Waktu-Kondisi-Sikap: sebagai Perspektif Baru dalam Desain Komunikasi Visual
Desainer Grafis: Ernest Irwandi S.Sn

Desainer Grafis: Ernest Irwandi S.Sn

 


 

Yang terhormat :

Bapak Menteri Pendidikan Nasional,
Bapak Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas,
Bapak Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah III – Jakarta,
Bapak Pimpinan Yayasan Universitas Pelita Harapan,
Bapak Rektor Universitas Pelita Harapan,

Yang terhormat :

Wakil Rektor Universitas Pelita Harapan,
Para Guru Besar dan anggota Senat Universitas Pelita Harapan,
Para Dekan dan Direktur di lingkungan Universitas Pelita Harapan,
Para mahasiswa, para tamu undangan serta para hadirin yang saya
hormati.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah
Yang Maha Pengasih dan Yang Maha Kuasa yang atas karunia dan
rahmatNya serta perkenanNya, kita semua dapat hadir dalam acara
Pidato Pengukuhan saya sebagai Guru Besar Tetap dalam bidang Desain
Komunikasi Visual.

Ucapan terima kasih pertama-tama saya tujukan kepada Menteri
Pendidikan Nasional Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA, atas persetujuan
pengangkatan saya dalam jabatan tersebut, terhitung mulai tanggal 1
September 2007.

Kepada Prof. Drh. Monang Manullang, M.Sc., Ph.D dan Dr. Manlian
Ronald Simanjuntak, ST., MT., D.Min yang tidak pernah bosan
mendorong dan memberi perhatian dalam pemrosesan jenjang jabatan
tersebut, saya ucapkan banyak terima kasih.

Penghargaan yang tinggi saya sampaikan kepada pendahulu saya Drs.
Wisaksono, Drs. A. Soebhakto (alm) dan Prof. Drs. Wiyoso Yudoseputro
yang memberikan keteladanan yang sangat berharga kepada saya. Juga
kepada Prof. Dr. Primadi Tabrani, Prof. Drs. Pamuji Suptandar, Prof. Drs.
Yusuf Affendi, MA, Dra. Hanny Najoan dan Dr. Priyanto Sunarto yang
telah membimbing dan memberi pengalaman yang berguna dalam karir
saya di perguruan tinggi, dalam kesempatan ini pula saya mengucapkan
terima kasih.

Kepada para mahasiswa yang selalu menjadi mitra yang inspiratif
bagi saya. Juga kepada rekan-rekan dosen di lingkungan Jurusan
Desain Komunikasi Visual khususnya dan Fakultas Desain dan Teknik
Perencanaan umumnya yang memberi dukungan, saya mengucapkan
terima kasih pula.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Prof. S.M. Nababan, Prof.
Dr. Bintan Saragih, SH, MH, Prof. Dr. John E. Batubara, Prof. Dr.-Ing.
Harianto Hardjasaputra, Dr. Ir. Felia Srinaga, MAUD, Lusiana Idawati, ST,
MM, MT, Aji Triastiti, SE, MT, Aluycia Endah Setiyowati, ST, Drs. I Ketut
Wiana, M.Ag, Eston Kamelang Mauleti, S.Sn, Ernest Irwandi, S.Sn, Reza
Jacob, S.Sn, Theresia Erna KD, SH, Arte Graphic dan segenap panitia
acara pengukuhan ini yang banyak memberi perhatian serta kebaikan-
kebaikankepada saya.

Saya juga ucapkan terima kasih yang dalam kepada Rektor Universitas
Pelita Harapan, Bapak Dr. (HC) Jonathan L. Parapak, MEng.Sc yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato
pengukuhan pada hari ini dengan judul :

Integrasi Tempat – Waktu – Kondisi – Sikap : sebagai Perspektif Baru
dalam Desain Komunikasi Visual.

 


 

Integrasi Tempat, Waktu, Kondisi, Sikap sebagai
Perspektif Baru dalam Desain Komunikasi Visual

Prof. Drs. Yongky Safanayong

 

Pendahuluan

Pengertian dan pemahaman tentang Desain Komunikasi Visual atau
Desain Grafis kian meluas dalam abad ke-21 ini, Desain pada umumnya
semakin erat berurusan dengan segala hal tentang tempat manusia
dimana ia berada, hubungan dan relasi antar manusia, relasi dengan
lingkungan, relasi dengan waktu/saat desain dibutuhkan dan dibuat.
Tempat dan waktu membentuk dan mempengaruhi kondisi khas
masyarakat. Dalam saat atau era informasi seperti sekarang ini, aspek
”manusia”, ”kehidupan” dan ”lingkungannya” yang selaras dengan
tempat, waktu tidak terelakkan lagi dalam strategi desain yang
berperspektif baru.

Pada kenyataan sekarang, banyak perguruan tinggi desain khususnya
desain komunikasi visual dimanapun mengalami persoalan yang sama,
yaitu terputus mata rantai akademik dan dunia nyata, bahwa yang
dipelajari di perguruan tinggi dengan realitas persoalan yang ada di
masyarakat seyogianya tidak jauh berbeda dan sistem pendidikan
yang bertitik berat pada penciptaan dan entrepreneur, bukan pada
pencari kerja. Untuk memperkecil gap atau persoalan yang faktual ini,
dibutuhkan pendekatan baru dalam pendidikan desain yang taktis dan
bernilai beda.

Mengantisipasi masyarakat era informasi, desain komunikasi visual
perlu disikapi sebagai suatu sistem pemecahan masalah yang kreatif
dan inovatif, mengarah kepada kehidupan bermasyarakat yang lebih
sejahtera, lebih bermartabat, lebih nyaman, lebih aman, lebih tertib dan
saling mengasihi.

Dengan semakin intensifnya arus informasi dan interaksi antar
kebudayaan melalui tatanan internasionalisasi, umat manusia akan
saling tergantung satu sama lain dalam kelangsungan hidupnya, ko-
eksistensi terjadi antar negara, baik secara ekonomi maupun secara
sosial budaya, begitu juga dalam dunia desain komunikasi visual,
dipengaruhi dan memberi pengaruh dalam proses modernisasi, dalam
konstelasi disatu sisi kita ingin mengedepankan desain komunikasi visual
berkarakteristik Indonesia, sedangkan disisi lain, seiring modernisasi
berarti ingin mensejajarkan karya desain yang penampilannya ”sama”
dengan karya negara-negara yang sudah maju.

Dalam era informasi ini, insan desain : desainer, pengajar, penulis,
pengamat, pedagang dan pemerhati lingkungan diharapkan tidak
melulu terpaku pada dogma-dogma yang kaku dan ketat, tetapi mampu
melakukan penafsiran umum, evaluasi dan menemukan hakekat
dasarnya sehingga mencapai makna yang tersimpan dibalik semua itu
berdasar integrasi Tempat – Waktu – Kondisi – Sikap. Perlu disadari pula
bahwa aktifitas desain bukan hanya sekedar mengungkapkan makna-
makna simbolik, tetapi lebih jauh dapat menghayati, meningkatkan
identitas/kepribadian. Sadar pula dunia global dewasa ini dengan segala
kemajuannya serta tantangan-tantangannya seperti :
– Pemborosan : energi, pikiran, waktu, biaya dan ruang.
– Kemerosotan moral.
– Rendahnya tingkat kesejahteraan dan kesehatan.
– Kerusakan alam dan lingkungan hidup.
– Perubahan tata nilai.
– Pencarian spiritualitas.

 

FAKTA

A. Kebudayaan

Manusia dewasa ini sudah terbawa arus hidup berbudaya atau
berkebudayaan. Ini berlangsung lokal, nasional maupun internasional,
konsekuensinya ialah secara intelektual dan kearifan budi siap
menjadikan dirinya insan budaya. Aktifitas desain komunikasi visual
sebagai manifestasi kebudayaan bukan hasil dari seorang – dua orang
insan budaya, melainkan krida seluruh insan budaya yang terlibat yaitu
warga, masyarakat, suku bangsa, bangsa, umat manusia.

 

B. Kelompok Masyarakat

Kelompok masyarakat Indonesia yang heterogen membentuk suatu
budaya yang khas karena berbeda tempat, waktu, kondisi dan sikap.
Selain itu, pendidikan, wawasan dan keyakinan juga berbeda.
Kelompok masyarakat di Indonesia secara umum dapat dikategorikan
sebagai berikut :

1. Tradisionalis
Masih terikat dengan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan lama,
pada umumnya berpendidikan rendah dan umumnya berdomisili di
desa atau kota kecil.

2. Modernis
Cenderung ingin mencapai kesuksesan, prestasi dan keberhasilan
komersial. Uang, jabatan menjadi target pencapaian.

3. Modernis – Tradisionalis atau Tradisionalis – Modernis

4. Cultural – Creatives
Kelompok masyarakat yang peduli pada :
– Spiritualitas.
– Kesejahteraan dan Keadilan Sosial.
– Ekologi dan lingkungan hidup.
– Perdamaian.
– Feminisme.

5. Gabungan kelompok masyarakat tradisionalis dan cultural creatives
atau tradisionalis, modernis dan cultural – creatives

 

C. Perkembangan Sosial

Perkembangan dan perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat
saat ini membawa dampak yang sangat luas, kerap kali menyebabkan
timbulnya kebingungan, keterasingan, kehebohan, bahkan menjadikan
diri kita tidak jujur. Terjadi gejala goncangan budaya yang bersifat
fundamental baik yang sifatnya positif maupun negatif, sehingga
muncul multi wacana yang berpotensi untuk kemajuan dan pada saat
yang sama terjadi konflik budaya atau kejutan budaya.

Kaya dan beraneka ragam informasi dari berbagai sumber baik media
cetak, media elektronik dan media interaktif dewasa ini, disamping
memberi kemudahan-kemudahan, juga kesulitan-kesulitan karena
sangat kompleks, pilihan mana yang sesuai dan bermanfaat untuk
diambil.

Dari tiga fakta tertulis diatas, muncul tantangan-tantangan sebagai
berikut :

1. Sebagai insan desain, apa yang dapat disumbangkan dari kita sendiri
untuk hidup berkebudayaan?
2. Sebagai pelaku pendidikan desain komunikasi visual atau desain
grafis, strategi dan taktik apa yang digariskan dalam mewujudkan
karakteristik serta keunggulan yang diharapkan?
3. Sebagai insan desain, bagaimana caranya eksis ditengah-tengah
kenyataan tentang perubahan-perubahan yang cepat tanpa
kehilangan kesadaran tentang diri kita sendiri?

 

ANALISIS

Tempat

Tempat adalah situs atau lokasi yang dikonstruksi secara sosial dalam
ruang yang ditandai dengan identifikasi atau pelibatan emosional.
Perwujudan terbatas dari produksi makna dalam ruang.

Berkaitan erat dengan kebudayaan dan alam lingkungannya, hasil
desain atau gaya desain dipengaruhi tempat asal desain dibuat dalam
ciri-ciri visual atau langgam desain. Terkait pula dengan unsur-unsur
seperti pengetahuan dan teknologi, sosial politik, ekonomi, kesenian
dan agama.

Tempat mengandung nilai-nilai :
– Sistem kemasyarakatan.
– Kohesi sosial.
– Psikografis.
– Cita-cita kesejahteraan.

Tempat atau ruang mencakup : sebuah titik di ibu pertiwi, tempat
tinggal, kawasan, wilayah, pulau, negara, benua dan bahkan sampai
alam raya/atmosfir. Semua penghuni kosmos memiliki tempatnya
sendiri-sendiri yang saling berhubungan dan saling melengkapi.

Sebagai sasaran desain komunikasi visual, ada beberapa variabel
pendekatan yang berkaitan dengan tempat, yaitu :

– Geografis : domisili dan wilayah-wilayah seperti kota besar, daerah-
daerah perkotaan dan pedesaan, negara, masing-masing memiliki
perbedaan lokal, seperti budaya dan pengaruh sosial. Masing-masing
wilayah juga memiliki aspek-aspek nilai, sikap, minat, opini dan gaya
hidup yang berbeda. Aspek-aspek tersebut dapat berubah bersama
waktu.
– Demografis : terdiri atas karakteristik seperti usia, pendidikan,
pekerjaan, penghasilan, kepercayaan dan etnis.
– Psikografis : merepresentasikan sebuah kombinasi dari aspek gaya
hidup – aktifitas, ketertarikan dan opini; kepribadian; sikap; perilaku;
kebiasaan.
– Geodemografis : merupakan sebuah kombinasi dari karakteristik
demografis dan gaya hidup sasaran.

 


Waktu

Waktu adalah kesadaran rohani bahwa manusia berada dalam batasan
ruang dan juga waktu, jadi waktu mengandung unsur ruang dalam
persepsinya. Manajemen waktu dalam satu garis kehidupan insan
manusia dengan penjenjangan-penjenjangan.

Lingkupnya termasuk masa lalu, masa kini/sekarang dan masa depan.
Pelaksanaan masa sekarang merupakan perpaduan integratif antara
kearifan masa lalu – belajar dari sejarah dan pendahulu, memberi visi
dan aspirasi optimis untuk menatap dan mengisi masa depan, dalam
sinergi realitas gerak kerja di hari-hari ini.

Waktu mengandung konsepsi bahwa masa lalu, masa kini dan masa
depan adalah sebuah garis yang tak putus dan harus dititi insan
manusia. Kesadaran akan pemanfaatan ruang waktu dalam bentuk
akumulasi dan kristalisasi gerak kerja yang terstimulasi oleh akumulasi
pemikiran yang berasal dari akal budi yang tercerahkan, yang berfungsi
penghantar bagi insan manusia dalam mengalami pertimbangan
spiritual.

Persepsi terhadap waktu :
– Manajemen waktu dalam satu garis kehidupan insan manusia dengan
penjenjangan.
– Masa lalu, kini dan masa depan adalah sebuah garis yang tak putus
dan harus dititi insan manusia.
– Satu tahun masehi terdiri dari 12 bulan, 52 minggu, 365 hari, 8760
jam dan seterusnya.
Sejak manusia lahir sampai meninggal, dia dalam ruang dan waktu
dunia ini, waktu untuk dialami dan semua orang mengalami waktu
seperti sebelum, sesudah, kini, nanti dan lain-lain.

Waktu adalah tatanan yang berada diluar semua hal, termasuk manusia
dan peristiwa-peristiwa. Terdapat satu waktu asali dan primordial dan
semua peristiwa berakhir dalam waktu asali itu, serta mendapatkan
identitas dan kualitas. Semua peristiwa alami dikuasai oleh takdir/
kodrat dan semua peristiwa manusiawi harus menyesuaikan diri dengan
keteraturan yang telah ditetapkan. Makna waktu berbeda bagi setiap
orang. Waktu itu bukan linear, tetapi siklis, teratur dalam periodisitas-
periodisitas, waktu bukan sekedar penunjuk saat peristiwa, waktu
merupakan sebuah konsep yang tidak terjelaskan dan terpahami oleh
pengetahuan rasional.

Suatu karya desain grafis tidak bersifat statis, ia selalu berubah seperti
juga suatu kebudayaan masyarakat tertentu dan juga berubah dengan
berlalunya waktu, konsepsi perubahan desain sama dengan suatu
kebudayaan yang dipengaruhi dan sejalan dengan tempat, waktu dan
kondisi. Desain grafis/komunikasi visual dapat diramalkan berdasarkan
analisis statistik komponen dalam deret waktu, atas data dari waktu
yang lampau, hasilnya dapat digunakan untuk meramalkan diwaktu
mendatang, komponen tersebut adalah kecenderungan, daur, musim
dan kejadian luar biasa.

Bahwa waktu mempengaruhi wajah atau gaya desain. Dalam sejarah
desain komunikasi visual sejak Victorian (abad 18) sampai era digital
(abad 21) terdapat berbagai gaya, setiap jaman/era menampilkan ciri/
corak/karakteristik visual yang berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan
berbagai faktor atau latar belakang seperti perkembangan dan
pertumbuhan sosial, ekonomi, seni budaya, teknologi serta perubahan
politik.

Bahwa waktu mempengaruhi efektifitas pesan desain komunikasi visual:

– Penyampaian media pesan perlu mempertimbangkan kesesuaian
waktu agar mencapai efektifitas.
– Desain pesan baik visual maupun verbal selain harus tepat pada
manusia yang disasarkan, juga harus disampaikan pada saat/waktu
yang tepat pula.
– Beberapa pesan dalam media desain komunikasi visual seperti poster,
kemasan dan signage membutuhkan waktu/saat yang singkat dan
terbatas untuk dapat dimengerti.

”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun dibawah langit
ada waktunya……..Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya”
(Pengkotbah 3:1 dan 11)

 

Kondisi

Manusia dapat menata dan memanfaatkan tempat dan waktu bahkan
ruang dengan hakekat tuntutan manusiawinya.

Kondisi berkaitan dengan gerak dinamika hidup dan kehidupan menuju
keseimbangan batin dan rohani insan pribadi manusia, keseimbangan
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, alam dengan Tuhan
melalui gerak manusia dan keseimbangan hubungan harmoni manusia
dengan Tuhan.

Seiring tempat dan waktu, desainer grafis atau komunikasi visual yang
baik tidak semata-mata memusatkan diri pada pengembangan nilai-
nilai yang lazim tumbuh dalam iklim akademis seperti profesionalitas,
kompetensi dan komitmen, melainkan pula nilai-nilai yang diharapkan
tumbuh didalam masyarakat demokrasi modern, seperti integritas,
estetik, etik dan nilai-nilai spiritual.

Melihat perkembangan seiring waktu dan tuntutan desainer tidak
sekedar berkonsentrasi pada penguasaan ketrampilan dan reka
visualisasi, melainkan pada antisipasi isu-isu penting, antara lain : relasi
desainer grafis (komunikasi visual) dan sosialnya; relasi desain grafis dan
ekologinya; relasi desain grafis dan sejarahnya; relasi desain grafis dan
kebudayaan baik lokal, nasional maupun lintas-budaya (Cross-Cultural).
Seiring dengan peradaban dunia global, kondisi selain dipengaruhi oleh
perkembangan sains – teknologi – seni – budaya – sosial – politik dan
ekonomi, juga teknologi informasi dan teori-teori komunikasi dengan
segala jaringan medianya; sistem pendidikan formal dan keluarga;
sistem administrasi dan organisasi dengan birokrasi; spiritualitas.

 

Sikap

Termasuk mentalitas, kemampuan berpikir integral dan seimbang,
berkenaan dengan wawasan, penalaran/logika, intuisi/estetik dan
kehendak.

Sikap berkaitan dengan sikap positif kepada diri sendiri, orang
lain,pekerjaan, organisasi, sumber daya dan lingkungan. Yang
mendasari semuanya adalah sikap positif kepada Tuhan yang Maha Esa.

Seorang insan desain harus memiliki sikap untuk mengolah sumber,
modal dan sarana.

a) Mengolah Sumber
– Seorang insan desain senantiasa bersyukur dan bisa belajar dari
kebesaran sang pencipta, mempelajari isi alam semesta,
bentuk-bentuk benda alam semesta dan menggali sumber kekayaan
alam lainnya.
– Seorang insan desain bisa belajar dari sumber daya manusia antara
lain mau belajar sejarah dan bisa belajar dari karya seni/desain dari
pendahulu kita.
– Seorang insan desain bisa belajar dari kekayaan/warisan budaya para
pendahulu kita.

b) Mengolah Modal
– Seorang insan desain harus bisa mengolah modal yang ada dalam
dirinya sendiri, seperti menyadari bakat dan kemampuannya,
kesehatan akal dan fisiknya.
– Seorang insan desain harus bisa mengolah modal budaya baik
nasional/kekayaan budaya atau warisan budaya, maupun
internasional.
– Seorang insan desain harus bisa mengolah kekayaan alam
lingkungannya.

c) Mengolah Sarana
– Seorang insan desain harus bisa membangun dan menggunakan
prasarana yang dibutuhkannya.
– Seorang insan desain harus bisa menggunakan alat-alat kerja
seoptimal mungkin.
– Seorang insan desain harus bisa menggunakan teknologi yang
tersedia seoptimal mungkin.

d) Insan desain juga sebagai insan budaya dituntut untuk senantiasa
belajar, mau bertumbuh dan mengembangkan diri, memahami nilai-
nilai yang berlaku disuatu masyarakat, mampu menangkap gejala dan
semangat jaman.

Sikap batin dan sikap pikir yang terbuka dan kreatif dari insan
desain jelas dibutuhkan dalam membangun kesadaran walau ’sama’
dalam konsepsi tetapi ’berbeda’ dengan gaya penyampaian dan
perwujudannya, juga tidak membiarkan pikiran menjadi dominan
sampai menguasai seluruh kesadaran dalam aktifitas desain yang
merusak keseimbangan psikologis.

Sikap terbuka bisa menerima pendapat yang berbeda mampu
menganalisis aspirasi kelompok sasaran yang dituju secara strategis
dan taktis menurut faktor tempat, waktu/saat dan kondisinya, masing-
masing faktor memiliki hubungan yang erat dan perpaduan yang
kokoh. Pengaruh-pengaruh dalam teori atau konsepsi dari luar wajib
dipelajari secara mendalam dan diolah serta dikondisikan dengan
menggali unsur-unsur sendiri atau setempat, sehingga muncul hasil
yang bernilai beda, setidaknya melalui kreatifitas lintas- budaya mampu
menghasilkan wujud kreasi yang baru.

”Lakukanlah segala pekerjaanmu dalam Kasih!”
(1 Korintus 16 : 14)

Hasil pendekatan tertulis diatas dapat dioptimalkan hasilnya
dengan melakukan interdisipliner atau meninggikan peran ilmuilmu
kemanusiaan, seperti sejarah dan kebudayaan, etika, estetika,
filsafat, komunikasi, apresiasi seni dan desain, bahasa, agama dan ilmu
perbandingan agama serta ilmu-ilmu sosial dan bisnis. Keterpaduan
atau integrasi ilmu-ilmu tersebut mampu menciptakan karakteristik dan
ketepatgunaan dalam strategi kreatif insan desain komunikasi visual.

 

PENUTUP

Integritas kebudayaan saat ini harus sanggup hidup berdampingan
dengan keterbukaan terhadap rangsangan-rangsangan yang datang
dari luar. Untuk mempertahankan keseimbangan antara integritas dan
keterbukaan ini dibutuhkan sikap percaya kepada diri sendiri, kreatif-
inovatif, taktis dan motivasi yang kuat – sejalan dengan integrasi
Tempat – Waktu – Kondisi – Sikap : perspektif baru dalam desain
komunikasi visual.

Bahwa desainer komunikasi visual/desainer grafis yang ideal harus mampu
bekerja secara tim dengan para ahli bidang lainnya, desainer dituntut
untuk menganalisis masalah-masalah tersebut diatas dari berbagai aspek
dan secara kreatif mensintesiskan gagasannya serta berinterdisiplin
dengan ilmu-ilmu lainnya. Visi dan motivasi mutlak ditanamkan dan
dimiliki desainer grafis ideal, kelak tidak saja mampu mendesain dengan
baik, tetapi juga mampu berkreasi apa yang didesain memiliki arti dan
nilai tambah.

Ilmu-ilmu kemanusiaan selain secara taktis mampu mengoptimalkan
pendekatan integrasi : Tempat – Waktu – Kondisi – Sikap dalam desain
komunikasi visual, Ilmu-ilmu kemanusiaan juga merupakan sebuah
jendela yang dapat digunakan untuk mengintip hati manusia, dari ilmu-
ilmu ini juga empati dan toleransi bertumbuh.

Empati : kemampuan untuk mengidentifikasikan diri secara utuh
dengan orang lain, mengikat hubungan kita dengan sesama – orang
tua, saudara, tetangga, warga negara, bangsa, umat manusia. Empati
merupakan landasan yang paling mendasar bagi proses pertumbuhan
sikap.

Toleransi : untuk menerima dan mengakui keabsahan suatu perbedaan.
Merupakan landasan bagi terciptanya suatu hubungan yang saling
menghargai dan menghormati.

Ilmu tersebut, juga mampu menjalin hubungan masa lampau dan masa
depan; kondisi sekarang dapat dievaluasi dan secara terus menerus
memberi tafsir ulang atas pengalaman kita dalam kaitan dengan
pengaruh serta tantangan baru yang dilahirkan oleh kehidupan
pasca modern ini. Siapa kita ini? dan akhirnya apakah strategi atau
pendekatan yang kita lakukan sejajar dan sesuai dengan idealisme kita?

“Desain Komunikasi Visual adalah aktifitas mulia insan budaya
yang diwujudkan dan disampaikan bagi kepentingan sesama
dan alam lingkungan, sebagai karunia dan rasa syukur
terhadap Sang Pencipta”

Demikian pidato ilmiah saya, atas perhatian para hadirin saya ucapkan
terima kasih.

 

Ubud, Bali
29 Desember 2007

 


Sumber Acuan

– Aburdene, Patricia (2006). Megatrends 2010. Jakarta : TransMedia.
– Bagus, Lorens (2002). Kamus Filsafat. Jakarta : Gramedia
– Bakker SJ, J.W.M (1984). Filsafat Kebudayaan Sebagai Pengantar. Yogyakarta :
Kanisius.
– Baldwin, Jonathan & Roberts, Lucienne (2006). Visual Communication from
Theory to Practice. Lausanne : AVA Publishing SA.
– Naisbitt, John (2007). Mind Set! Jakarta : Daras Books.
– Roberts, Lucienne (2006). Good : An Introduction to Ethics in Graphic Design.
Lausanne : AVA Publishing S.A.
– Safanayong, Yongky (2007). Desain Komunikasi Visual Terpadu. Karawaci : UPH.
– Safanayong, Yongky (1986). Evaluasi Desain Pesan Visual. Makalah.
– Safanayong, Yongky (2004). Pendidikan Desain Sebagai Sendi Pembentukan
Insan Budaya. Makalah.
– Safanayong, Yongky (2006). Desainer Grafis yang Baik = Siap Pakai? Makalah.
– Safanayong, Yongky (2006). Peran Desainer Grafis pada Masa yang Akan
Datang. Makalah.
– Safanayong, Yongky (2007). Etik & Estetik Berbasis Spiritual – sebagai Strategi
Desain yang Bernilai Tambah. Makalah.
– Subhakto, Arinto (2000). Sumbangan Pikiran tentang Pendidikan Desain dan
Kebudayaan. Makalah.
– Sutrisno, Mudji, ed. (2007). Cultural Studies – Tantangan Bagi Teori-Teori Besar
Kebudayaan. Depok : koekoesan.
– Yampolsky, Philip, ed. (2006). Perjalanan Kesenian Indonesia Sejak Kemerdekaan:
Perubahan dalam Pelaksanaan, Isi dan Profesi. Jakarta : Equinox Publishing.

Quoted

“Cheating the system is very gratifying”

Nigel Sielegar