Home > Read > News >
Liputan: Design Roundtable 5

Selasa, 19 Januari 2016, DKV Universitas Pelita Harapan kembali menyelenggarakan program dialog ilmiah, Design Roundtable. Dalam penyelenggaraannya yang ke-5 ini, Design Roundtable mengangkat tema ‘The Creative Power of Low Key Lighting Beyond the Noir Tradition: Some Examples from Contemporary Indonesian Cinematography’. Hadir sebagai pembicara ialah Ari Purnama, B.A.,M.A., praktisi sekaligus kandidat Doktor dalam bidang film dan komunikasi visual di The Groningen Research Institute for the Study of Culture (ICOG), University of Groningen, Belanda.

Ari Purnama memulai diskusi dengan memperkenalkan mengenai pencahayaan dalam konteks Sinematografi, yang kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai low key lighting atau pencahayaan Noir. Ternyata, selain digunakan untuk mengidentifikasi genre film tertentu, pencahayaan juga dapat digunakan untuk membantu mengatur storytelling di dalam sebuah adegan film. Ari Purnama mengutarakan adanya tendensi oleh genre-genre film tertentu yang menggunakan low key lighting, seperti film-film genre horror, misteri, dan juga drama.

Dalam dialog dengan peserta yang hadir, Ari Purnama memberikan contoh Director of Photography (DOP) dari film Sang Pencerah (2010), Faozan Rizal. Faozan Rizal dinilai sebagai seorang DOP yang piawai dalam menggunakan elemen pencahayaan dalam film, termasukan dalam menentukan pengambilan gambar adegan dalam film Sang Pencerah yang dikatakan mendapat inspirasi dari konten lokal, seperti wayang kulit. Hal ini ditekankan Ari Purnama tentang bagaimana untuk memperoleh ide ataupun referensi, kita harus bisa melihat pula disiplin ilmu lain untuk menciptakan sesuatu yang inovatif.

Sesi diskusi juga diperkaya dengan pertanyaan menarik dari Dyah Gayatri, pengajar Universitas Bina Nusantara, yang menanyakan persoalan dikotomi antara Barat dan juga Timur dalam konteks pencahayaan. Dalam hal ini, Ari Purnama menilai tidak pemisahan secara general, namun lebih kepada individu-individu tertentu yang menemukan dan mengembangkan cara pencahayaan sendiri. Di Barat, misalnya, dikenal ‘chiaroscuro’, yang juga dapat ditemui dalam film dari Timur seperti Rashomon (Akira Kurosawa, 1951).

Hal ini mengindikasi bagaimana dalam pencahayaan—sebagai simpulan Lala Palupi selaku moderator diskusi—masih terdapat sebuah dimensi yang bisa digali lebih lanjut. Pencahayaan, sebagai salah satu elemen dalam film bisa digunakan untuk studi dan riset secara akademis, maupun untuk pengembangan praktis untuk pengambilan gambar. Walaupun pembahasan kali ini lebih tentang kegunaannya dalam sinematografi, pencahayaan juga bisa dikembangkan lagi dalam disiplin-disiplin lainnya.

(***)

 

12496260_10205375163249061_5249916171799105030_o

20160119_141127

20160119_141456

20160119_141901

20160119_142703

20160119_154700

 


 

Penulis dan Peliput:
Alfiansyah Zulkarnain, S.Sn., M.Ds.
Lala Palupi, S.Sn., M.Si.
Brian Alvin Hananto, S.Sn.
Leonardo Widya, S.Sn., M.Ds.

 

Quoted

The fate of a designer is not determined by the public system, but by the way he sees his own life

Surianto Rustan