Home > Read > News >
Liputan: Kongres Nasional Forum Desain Grafis Indonesia (FDGI)

Pada 18 Maret 2015 lalu, terselenggara sebuah kongres nasional oleh Forum Desain Grafis Indonesia. Turut hadir di dalamnya adalah para aktivis FDGI, perwakilan-perwakilan berbagai universitas di Indonesia, serta ketua FDGI terdahulu (Eka Sofyan Rizal, Resita Kuntjoro-Jakti, dan Mendiola B. Wiryawan). Adalah niatan FDGI untuk berubah dari bentuk forum yang terbuka menjadi lembaga yang memiliki legalitas (hukum) yang jelas yang menjadi agenda dalam kongres nasional. Alternatif-alternatif nama baru pun menjadi bahasan dalam kegiatan yang berlangsung di Selasar Sunaryo, Bandung, ini. Tak ketinggalan, pemaparan platform ‘asosiasi’ Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, beserta deklarasi asosiasi dan pemilihan ketua umum pun juga mengisi agenda kongres. Dari kongres ini, Hastarjo B. Wibowo terpilih sebagai ketua yang baru.

Seiring dengan perkembangan jaman dan evolusi permasalahan desain grafis Indonesia, forum ini memutuskan untuk bertransformasi. Berawal dari inisiatif untuk mewadahi diskusi para praktisi, siswa, dan akademisi yang berhubungan dengan desain grafis di Indonesia, forum ini kini memutuskan untuk berkontribusi lebih optimal dengan mengubah dirinya menjadi sebuah lembaga yang formal. Transformasi ini pun dimaksudkan agar FDGI dapat membuka ruang bagi pengulas baru desain grafis agar tidak melulu diisi oleh tokoh yang sama.

Sebagai bagian dari agenda, retrospeksi perjalanan FDGI dipaparkan dalam kongres. Hal ini dapat membantu para pemantau sebagai calon anggota baru agar dapat mengetahui sejarah perkembangan FDGI. Retropreksi dimulai dari pameran poster ‘Melihat Indonesia Damai’ tahun 2003 yang menampilkan karya para desainer grafis Indonesia dalam menyikapi reformasi di Jakarta. Pameran ini merupakan cikal bakal FDGi yang kala itu masih bernama Forum Desainer Grafis Indonesia. Pada tahun yang sama, Bapak Iwan Ramelan menyarankan agar kata ‘desainer’ diganti menjadi ‘desain’. Hal ini dengan pertimbangan agar partisipasi tidak tertutup hanya bagi para praktisi, namun juga mahasiswa dan akademisi. Penggantian ini juga mengubah konsentrasi FDGI agar tidak terbatas pada sisi profesional saja, tetapi juga keilmuan.

Selain pameran, FDGI juga rajin mengadakan lomba untuk merangkul lebih banyak aktivis dan menambah semangat untuk berkarya, terutama bagi mahasiswa. Kegiatan FDGI yang sebagian besar menggandeng kampus, media, industri percetakan, dan kertas ini pun menghangatkan silahturami antar entitas dalam bidang desain grafis. Dalam sepak terjangnya, FDGI juga menebarkan semangat untuk berdiskusi dan berkarya di luar ibukota. Hal ini dapat dilihat dari kiprah FDGI Semarang, Bandung, dan Padang yang membuktikan keinginan rekan-rekan luar Jakarta untuk turut berpartisipasi. Selain itu, FDGI juga mendorong para aktivis untuk menulis dalam tabloid gratis, Share!.

Selain itu juga forum ini merasa sudah waktunya untuk bertransformasi menjadi asosiasi. Hal ini dimaksudkan agar forum dapat lebih profesional dalam memahami, memaknai, menilai dan mengembangkan manfaat profesi desain komunikasi visual. Bersanding dengan ADGI (Asosiasi Desainer Grafis Indonesia) dan DGI (Desain Grafis Indonesia), FDGI akan membentuk identitas baru. Forum ini merasakan keperluan akan komunitas profesi yang beragam agar dapat bekerja sama. FDGI menilik masalah dari sekolah-sekolah DKV dan praktisi DKV. Bersama dengan Negara-negara Asia, Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia pada akhir 2015 ini. Sehingga profesi-profesi yang termasuk dalam ranah desain komunikasi visual memerlukan perlindungan berupa sertifikasi profesi.

Desainer adalah profesi yang dinamis. Karenanya, diperlukanlah komunitas yang dinamis juga. Asosiasi ini bertujuan membuat anggotanya menjadi agen perubahan profesi agar selalu dinamis dengan mengembangkan diskursus yang progresif dan bermanfaat. FDGI yang akan berubah menjadi asosiasi diharapkan dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga desain grafis lain untuk membentuk tim asesor yang bertanggung jawab dalam melaksanakan sertifikasi profesi. Asosiasi ini diharapkan dapat melingkupi kalangan profesional dan akademik. Beberapa pihak dari kalangan akademisi mempertanyakan bentuk sertifikasi ini oleh karena telah adanya sistem sertifikasi dosen dari DIKTI.

Melalui kongres ini, FDGI mewujudkan komitmennya untuk semakin turut berpartisipasi membangun Desain Grafis Indonesia. Mari kita sambut transformasi FDGI ini sebagai babak baru lembaga yang telah banyak berkontribusi dalam desain grafis di Indonesia. Kongres Nasional FDGI telah berlangsung dengan sukses sehingga terbentuk rencana dan wacana yang akan membantu membangun kelangsungan ranah desain komunikasi visual. Semoga kita dapat bekerja sama dengan harmonis demi kemajuan dunia desain grafis Indonesia.***

 

11073569_10205986169444119_5702557984986434765_n

11083786_10205986169044109_2670500895203266000_n

10982407_10205986200844904_4578297070293804179_n

10858507_10205986175404268_4559867470349474880_n

10456419_10205986172444194_5456291495167823808_n

11015217_10205986174684250_888664614442721926_n

10408037_10205986171564172_8797195527508904048_n

10277059_10205986176244289_8464366044662402982_n

17794_10205986174884255_7871200236764511421_n

18311_10205986173084210_4846456104593506552_n

22782_10205986173884230_4957143757873788329_n

11056058_10205986183524471_2056253554786201616_n

11065916_10205986170444144_3429709926836511127_n

 


(Foto dokumentasi oleh Cassandra Etania)

Quoted

Ketika dari mata tak turun ke hati, desain pun gagal total

Bambang Widodo