Home > Read > News >
Museum DGI @ Desa Kreatif “Chandari”

logo-mdgi1

Desain logo Museum DGi oleh Henricus Kusbiantoro

Bermula dari sebuah ruang maya
Bila kita mencari kata ‘desain grafis indonesia’ dalam sebuah mesin pencari data di internet, maka akan muncullah sebuah situs dengan alamat https://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2009/09/21/pameran-poster-sandy-karman/. Situs berupa blog ini berfungsi sebagai sebuah media virtual yang mengkhususkan diri sebagai pangkalan data (database) perkembangan desain grafis di Indonesia. Situs DGI didirikan pada tahun 2007 oleh Hanny Kardinata. Situs DGI bergulir terus sehingga berhasil menarik minat rekan-rekan dari berbagai kalangan: akademisi dan praktisi desain grafis, seniman, didukung kalangan industri kreatif desain grafis, organisasi hingga asosiasi dan forum profesi desain grafis.

Kata “grafis” pada nama Desain Grafis Indonesia berasal dari bahasa Yunani graphein atau graphos, yang berarti gambar atau bentuk visual. Alan dan Isabella Livingstone (1994) mendefinisikan desain grafis sebagai “istilah generik untuk kegiatan menggabungkan tipografi, ilustrasi, fotografi dan cetakan untuk tujuan persuasi, informasi, dan instruksi.” Secara umum desain grafis adalah disiplin atau kegiatan penyampaian pesan melalui rangkaian tanda visual dalam sebuah media komunikasi visual. Contoh medianya, mulai dari permerekan (branding), prangko dan nota bank, sistem tanda, media penerbitan dan editorial (buku, komik, surat kabar, majalah), hingga iklan media cetak, poster dan fotografi. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, mencakup pula bidang multimedia dan animasi, serta desain web.

Hingga kini situs DGI dikunjungi oleh sekitar 2000-2500 pengunjung/pembaca tiap harinya. Tujuan didirikannya situs ini adalah sebagai sebuah media edukasi dan informasi dengan misi memajukan bidang profesi dan bidang keilmuan desain grafis di Indonesia agar semakin berperan dalam perekonomian kreatif Indonesia – yang diharapkan dapat menyumbang pada upaya mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan sejahtera. Dari pengumpulan data mengenai desain grafis Indonesia sejak jaman dahulu hingga kini, maka terasalah pentingnya keberadaan sebuah lembaga yang mampu mengelola artefak desain grafis dari masa ke masa secara baik dalam bentuk museum desain grafis Indonesia.

Museum Desain Grafis Indonesia (MDGI)
Soekarno, Presiden RI pertama, sangat terkenal dengan jargonnya JASMERAH – Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Karena dengan belajar dari masa lalu manusia mampu menjalani masa depan lebih baik, mampu memperbaiki kesalahan di masa lalu dan mengulangi keberhasilannya. Itulah ciri khas makhluk yang berpikir dan berbudaya. Sebuah tempat dimana benda-benda dari masa lalu disimpan dan dirawat, agar kita dapat memahami masa lalu lebih baik, kita sebut museum. Di museum disimpan benda-benda yang menjadi bukti bahwa kisah-kisah masa lalu adalah benar adanya. Mempelajari sejarah suatu bangsa melalui museum adalah sebuah pengalaman yang kaya dan menarik. Namun diantara keberadaan museum-museum di Indonesia, kita belum menemukan adanya museum tempat menyimpan karya-karya desain untuk komunikasi secara visual secara komprehensif. Padahal dengan adanya museum desain grafis Indonesia kita dapat belajar bagaimana kehidupan di masa lalu, berdasarkan apa yang ditampilkan melalui karya-karya desain grafis. Dengan adanya museum desain grafis Indonesia kita dapat mempelajari dan mendorong bidang profesi dan ilmu desain grafis Indonesia lebih maju lagi. Ide ini akhirnya disambut baik oleh berbagai kalangan, mulai dari akademisi, praktisi, hingga seniman, sehingga mendapat tawaran untuk menempati lahan di kawasan Jakarta Selatan.

Desa Kreatif Chandari
Desa Kreatif Chandari yang terletak di kawasan hijau dan asri Ciganjur Jakarta Selatan didirikan oleh seorang seniman yang bernama Arifien Neif. Si perupa mengawali semua ini dari sebuah mimpi yang dipenuhi oleh semangat untuk, tidak saja berkarya seni, tetapi juga mengembangkan komunitas di sekitar studionya. Mimpi yang dibarengi kerja keras tersebut pada akhirnya mewujud. Desa Kreatif yang ditumbuhi oleh pepohonan rindang ini memiliki luas sekitar 8.000m2. Diharapkan daerah ini akan menjadi bagian dari wilayah ‘pariwisata kreatif’ sebagai perluasan dari daerah Kemang yang dipenuhi oleh berbagai kegiatan perekonomian kreatif. Ini sejalan dengan Rencana Umum Tata Ruang di kawasan ini yang menjadikan Ciganjur sebagai daerah serapan air tanah yang asri dan hijau.

yps_00671

yps_00821

yps_00831

yps_00881

yps_01011

yps_01241

yps_01691

Dalam kawasan Desa Kreatif Chandari nantinya akan didirikan sebuah ruang publik untuk mengapresiasi karya seni rupa khususnya dan seni pada umumnya. Arifien Neif akan mendirikan studio seni keramik, seni grafis, dan lain sebagainya. Kini telah berdiri studio seni lukis tempat dirinya berkarya. Di kawasan ini Arifien berharap masyarakat dapat memperkaya diri dengan pengalaman kreatif melalui berkarya seni secara langsung. Di tempat ini pula seniman atau perupa muda dapat tinggal di pondokan, sebagai bagian dari kegiatan ‘seniman mondok’ (artist in residence).

siteplan1

Site plan Desa Kreatif “Chandari” (imajinasi Arifien Neif)

MDGI diharapkan akan berdiri di dalam kawasan Desa Kreatif Chandari setidaknya pada tahun 2010. Hal ini akan melengkapi sebuah zona budaya kreatif yang terpadu, antara seni, desain, kriya (craft), bersama kehidupan masyarakat sekitarnya. Diharapkan Desa Kreatif Chandari akan menjadi variabel yang mendinamisir pengembangan budaya dan perekonomian kreatif yang akan berimbas pula pada pengembangan komunitas di sekitar kawasan hijau Desa Kreatif Chandari. Untuk itulah kepada siapapun yang peduli pada kemajuan bidang profesi dan bidang keilmuan Desain Grafis di Indonesia diharap mempersiapkan diri untuk bergandeng tangan dan bergotong royong mewujudkan museum milik kita bersama – Museum Desain Grafis Indonesia atau MDGI.

Quoted

“Keberhasilan merancang logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan.”

Henricus Kusbiantoro