Desain = Wawasan + Kreatifitas

Makalah Seminar “Tantangan Pendidikan Tinggi Desain Masa Kini dan Mendatang” di Universitas Tarumanegara, Jakarta, 8 April 1999.


Makalah ini tak dimaksud memberi arahan kebijakan pendidikan. Tantangan harus dihadapi dengan usaha bersama yang padu. Ini sekedar sumbang saran dan pembangkit motivasi.


1

Pertanyaan mendasar: apa peranan desain bagi manusia? Desain memberikan nilai tambah untuk hidupnya. Seperti apa nilai tambah itu? Sebuah bangku, asal sudah bisa diduduki selesailah masalahnya. Tetapi orang memberi makna pada “duduk”, hingga berkembanglah bentuk kursi sesuai dengan makna yang disandangnya (1). Demikianlah secara sederhana bagaimana desain berperan dalam kehidupan kita. Ruang tamu, kamar tidur, pakaian, walkman, surat undangan merupakan contoh terdekat bagaimana kita membangun makna melalui desain (2).

Makna sangat erat hubungannya dengan budaya: aspirasi, norma, adat kebiasaan masyarakat tertentu. Desain melengkapi kehidupan sesuai dengan makna yang dibangun budaya masyarakatnya. Minibus (3) menjadi pilihan utama di Indonesia karena adat kekeluargaan bangsa kita. Kafe gaul muncul tak semata karena krismon, tetapi lebih merupakan jawaban terhadap kebutuhan masyarakat kota besar untuk JJS, ngrumpi dan aktualisasi diri (4).

Ada dua hal yang bisa dicermati. Budaya bukan sebuah pola tunggal yang berlaku untuk segala situasi. Tiap kelompok masyarakat membentuk budayanya sendiri sesuai dengan sifat kelompok tersebut (5). Budaya pun merupakan sesuatu yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tantangan masa. Nilainya bisa berubah dalam perjalanan waktu (6). Dalam kerangka inilah desain ditantang untuk menjawab perkembangan masyarakat.

2

Pendidikan desain di Indonesia relatif masih muda, dan masih terus dicari format yang paling memadai menghadapi perkembangan kebutuhan masyarakat (7). Pencarian ini tak akan pernah selesai karena perkembangan juga tak pernah berhenti. Kita berusaha menemukan modus yang dapat selalu mengantisipasi tantangan tersebut (8).

Di sisi lain, dalam lima tahun belakangan kita berusaha memacu sumber daya manusia kita agar mampu bersaing dengan tenaga asing. Ini sehubungan dengan akan diber-lakukannya pasar bebas, di mana dinding pembatas antar negara akan dibuka penuh untuk saling mengisi pasar. Kita patut khawatir karena kemampuan sumber daya kita dan tatanannya masih kacau, khususnya dalam bidang desain. Selama tigapuluh tahun kita terbiasa mengimpor, membeli dan menjiplak (9), hingga kita tak terbiasa mencipta atas dasar kebutuhan dan aspirasi khusus kita.

Tiga tahun yang lalu baru mulai dicoba menata pendidikan desain dari tingkat sekolah menengah kejuruan hingga sarjana. Perencanaan itu dibutuhkan agar pendidikan tak tumpang tindih dan berbentuk kerucut terbalik (10). Sementara ini tak ada standard kemampuan yang cukup jelas memilah masing-masing jenjang pendidikan, di samping langkanya program pendidikan ketrampilan dibanding pendidikan tinggi. Akibatnya, lapangan kerja diisi oleh siapa saja tanpa memandang pendidikan (11). Lulusan perguruan tinggi pun tak jarang mengisi lowongan apa saja, dari wawasan kreatif sampai ketrampilan tangan.

Bila rencana pendidikan terpadu berjalan lancar, seluruh jenjang kemampuan dapat terisi baik dan saling mendukung (12). Sayang musibah menimpa, krisis moneter yang diperberat dengan krisis politik. Kegiatan ekonomi nyaris berhenti, peluang berusaha sangat menyempit, dan tentu saja lahan kegiatan mendesain terkena dampaknya… Dalam situasi seperti ini apa yang bisa dilakukan dalam pendidikan tinggi desain?

3

Krisis bukanlah sesuatu yang berlaku selamanya, badai pasti berlalu (13). Musibah ini adalah saat yang baik (meski agak terlambat) untuk mengkaji kembali apa yang kita perlu siapkan menghadapi masa yang akan datang. Dan pertanyaannya adalah, lulusan pendesain seperti apa yang mampu menghadapi tantangan masa depan? Harapannya adalah insan yang mampu membaca situasi dan memecahkan masalah di masyarakat, khususnya masalah desain.

Selama ini kebanyakan pendidikan desain memberi tekanan kepada kemampuan teknologi baru sebagai senjata menghadapi alih teknologi. Tak salah mengejar kemajuan dengan mencangkok puncak teknologi di luar. Menjadi-kannya itu satu-satunya jalan membuat kita terpuruk seperti saat ini. Bahan dan teknik merupakan medium seorang pendesain dalam berkarya. Keluasan wawasan mengenai hal ini memberinya kelincahan dalam mengatasi masalah. Kadang kita temui kasus yang cukup diatasi teknologi sederhana dengan bahan seadanya… (14)

Kalau kita sepakat bahwa desain sangat lekat dengan budaya, maka pendesain seyogyanya adalah insan budaya. Karyanya tak hanya memecahkan masalah praktis, tetapi juga mencerminkan ungkapan budaya lingkungannya (15). Maka wawasan sosial budaya menjadi sangat penting dalam membekali pendesain untuk berkiprah di masyarakat. Tanpa wawasan karyanya hanyalah kosmetik tanpa pendalaman masalah yang dihadapi. Wawasan berbagai hal di atas adalah pijakan obyektif yang perlu dipahami seorang pendesain.

Tahap berikutnya adalah, secara kreatif mengungkapkannya dalam karya (16). Inilah yang paling nisbi, dan justru bagian utama dalam mendesain. Nilai desain ditentukan dari kreatifitas memecahkan masalah (17). Kreatif dapat diartikan sebagai: memilih jalan ke lima dari empat kemungkinan. Ada juga yang menyatakan, kreatif adalah pelanggaran yang dapat pujian. Retorika ini menggambarkan kenisbian masalah kreatif.

Orang berpendapat bahwa kreatifitas itu bakat yang tak bisa diajarkan. Sebaiknya kita lebih percaya pada pendapat bahwa, wujud karya dibangun dari 10% daya kreasi dan 90% kerja keras (18). Sudah banyak teori dan metoda olah kreatif. Tapi secara umum kondisi kreatif tercipta dalam pikiran bebas tanpa pola. Olah kreatif adalah usaha mencoba lebih banyak, tak cepat puas untuk mencari kemungkinan baru dalam memecahkan masalah (19). Karena sifatnya yang simulatif, pendidikan merupakan lahan yang ideal untuk melatih kreatifitas (20).

4

Kebiasaan mengimpor, membeli dan menjiplak, dan melupakan observasi yang merupakan proses penting dalam desain, melemahkan daya kreasi kita. Sistem pendidikan sekolah yang menekankan pada dikte, hanya mengikuti kemauan guru tanpa usaha mencari jawaban sendiri, telah mengerdilkan inisiatif. Menyadari kelemahan ini merupakan peringatan untuk bebenah diri menghadapi masa depan. Semoga Era Reformasi bisa menjadi awal dari jiwa bebas yang menuntut tanggung jawab pribadi lebih besar (21).

Keragaman duaratus juta penduduk Indonesia merupakan tantangan menarik bagi pendesain. Kitalah yang seharusnya paling kenal masyarakat ini, paling mengerti masalah yang dihadapi, dan paling memungkinkan untuk memberi solusi yang jitu (22). Kalau kita bisa menjawab tantangan ini, tak mustahil kita mempunyai cukup bekal untuk melakukannya pada bagian bumi yang lain (23). Begitulah mungkin hakekat globalisasi….


Footnotes:

1. fungsi fisik – nonfisik. Kata duduk berarti mengistirahatkan pantat atau menampilkan diri? Kata duduk: kedudukan, duduk perkara (abstrak)

2. Contoh beda makna dalam mengatur ruang tamu sbg jati diri nampak, kamar tidur sebagai cermin pribadi, walkman yang sesuai selera: box hitam atau warna-warni.

3. Desain memenuhi kebutuhan sesuai budaya / kinship : mobil keluarga (kijang)

4. Keluar rumah malam hari khas masyarakat kota, jenuh, sensasi dll.
di kota kecil tak terlalu dibutuhkan.

5. Tiap kelompok punya budaya sendiri:kata “jahat” bisa mengerikan bisa biasa saja(“lu jahat sih”) tergantung kelompok.

6. Perubahan pandangan terjadi terhadap warna. Tahun 1960an pria tak pantas memakai baju warna merah, ungu, kuning. Sekarang tak ada batasan warna pakaian. Kuning tahun sejak 1970an menjadi lambang warna golongan politik.

7. Kebutuhan desain dlm hubungan jatidiri kelompok, alat komunikasi, atau desain sebagai senjata kompetisi (ekonomi)

8. Tujuan Pendidikan:
– mengisi lowongan kerja?
– pengembangan diri& keilmuan?
– praktis atau teoritis?
– hybrid atau warna lokal?

9. Kebiasaan meniru”ME TOO” kadang dianggap lumrah untuk taktik dagang, cara memperlemah senjata kompetitor. Dari segi kreatif desain tentu ini tidak etis dan menggampangkan persoalan.

10. Di Indonesia terdapat lebih banyak sekolah tinggi desain jenjang S1 daripada tingkat D3 dan sekolah kejuruan. Padahal lapangan kerja membutuhkan lebih banyak tenaga teknis dan asisten pendesain.

11. Kadang cukup asal bisa program komputer Photoshop, Page Maker, Freehand, Corel, orang bisa mengaku pendesain grafis.

12. Standard kemampuan menentukan keahlian, kesesuaian formasi, dan relasi kerja dalam production line ataupun struktur kerja. Di Indonesia, pendidikan profesi perhotelan lah yang paling jelas dan lengkap standard kemampuan output pendidikannya.

13. Menurut Hanny Kardinata, pendesain grafis senior, dalam keadaan krisis ekonomi pun pendesain mesti tetap mengasah diri karena, situasi ini pasti ada akhirnya. Pendesain harus tetap melatih diri menghadapi situasi, lebih buruk atau lebih baik.

14. Contoh pertama: Piala Oscar untuk film Il Postino(Italia), dengan teknik film sederhana mangalahkan film Amerika yang kaya teknologi special effect (2001 Space Odyssey). Contoh ke dua: Arifin Sudarto, insinyur tambang, yang memilih mereparasi bor sendiri di Jatayu (Bandung) daripada harus menunggu kiriman bor baru selama tiga bulan dari Amerika.

15. Seorang pendesain membekali diri dengan pengetahuan tentang berbagai aspirasi budaya, tingkah laku masyarakat, ikon budaya, gaya dan trend yang merupakan cerminan pikiran dan perasaan kelompok masyarakat. Sering pendesain bersikap seperti seniman, menuruti kata hatinya sendiri tanpa mempedulikan misi komunikasi yang diembannya.

16. Pijakan obyektif menentukan jalan yang benar, kreatifitas desainer menemukan kiat agar kebenaran tersebut “berbunyi”.

17. Kreatifitas seorang pendesain dapat dilihat dari portofolio pekerjaannya. Nilainya ditentukan dari kreatifitas tersebut. Yang patut dicatat bahwa, kreatifitas juga dibutuhkan dalam berbagai bidang di luar seni rupa: ekonomi, rekayasa, elektro dll.

18. Penyelesaian masalah bisa dilakukan dengan”resep” (meniru apa yang lazim), atau dengan “konsep” (membedah masalah untuk mendapatkan intinya).

19. Proses kreatif dimulai dengan konsentrasi melihat masalah, brainstorming, seleksi, alternatif, inkubasi, menemukan, verifikasi atau produksi. Selama brainstorming jangan menghalangi setiap gagasan yang muncul, sebodoh apapun. Bila ada yang tertahan, si tersingkir itu akan mengganggu proses mengalirnya gagasan. Memilih dan memilah dilakukan seusai brainstrorming.

20. Dalam pendidikan tak ada dominasi boss. Guru berperan sebagai teman berargumen, sparring partner, yang mengarahkan kita memperoleh gagasan terbaik. Dalam masyarakat, pemberi pekerjaan selalu berkuasa. Kita harus pandai berkiat agar Boss menerima gagasan kita.

21. Belajar dari situasi masa lalu yang serba menggampangkan dan mengalihkan tanggungjawab kepada guru / atasan, saat ini kita harusnya bisa lebih terbuka menghayati hak dan kewajiban, menghargai diri-sendiri dan orang lain.

22. Banyak masalah norma dan tingkah budaya kita yang subtil, hanya dapat dirasakan oleh kita sendiri, dan dapat dimanfaatkan dalam komunikasi.

23. Ofensif bukan Defensif.
Doraemon disukai anak seluruh dunia, meski settingnya khas untuk anak Jepang. Mimpi anak: teman virtual, ajaib, alat serba bisa, MTV membaca sifat remaja masa kini dan kebutuhan dasar mencari idola dan merasa diterima, dengan latar belakang psikologis: anti, benci, paradox, trendy…


Beberapa topik Tanya Jawab:

T: Tak boleh terpaku pada teknologi dan mengandalkan manual, nanti ketinggalan jaman?

Bukan tak boleh, tapi menempatkannya sebagai salahsatu alternatif saja. Calon sarjana tak menghabiskan waktu untuk soal teknis. Kita mesti lincah melihat kemungkinan: efisien dan efektif. Arifin Sudarto ahli tambang menguasai teknologi tinggi. Tapi dalam situasi darurat beliau tahu juga mencari alternatif. Bayangkan kalau satu saat tak ada listrik, apakah kreatifitas kita ikut mati?
Penting menggunakan(gambar)tangan dalam desain setidaknya untuk dua hal. Pertama, sebelum kita memanfaatkan komputer, kita harus peka dulu pada unsur dasar seni rupa. Banyak pendesain huruf mengeluh ciptaan (jenis huruf)nya rusak karena ketakpekaan pengguna komputer. Kedua, bagaimanapun tangan jauh lebih cepat menjawab perintah otak kita daripada komputer. Karena itu terutama dalam proses brainstorming, coretan tangan lebih efektif untuk sketsa gagasan (thumbnail).

T: Harus kreatif tapi tak diterima karena beda selera dengan klien?

Kreatif bukan menghasilkan satu kesimpulan, masukan dari klien pun bisa dibahas. Pendesain bukan seniman yang memang harus punya selera sendiri sebagai ungkapan pribadi. Selera / visual style bagi pendesain menjadi kendaraan saja untuk mencapai tujuan komunikasi. Ada metode olah kreatif yang dikembangkan John Newcomb dalam buku Problem Solving for Graphic Designers, namanya bite system. Metode ini prinsipnya: mengurai brief menjadi sebanyak mungkin sub-statement verbal; kemudian divisualisasi, diseleksi dan dicantumi kata(verbal). Dengan cara ini kita bisa mendapat sangat banyak kemungkinan kreatif. Pilihan final tetap pada klien, tentu saja.

T: Mana lebih penting, sasaran komunikasi atau sasaran kreatif?

Seperti kereta dan kuda, salah satu reyot perjalanan terganggu. Kreatif tanpa perhitungan komunikasi seperti kuda liar tak mencapai sasaran, bagus tapi “so what?”. Sasaran komunikasi tanpa olah kreatif menghasilkan karya “generic” yang tak berbunyi. Bayangkan bahwa setidaknya ada 7000 informasi yang diterima orang tiap hari. Kreatifitas kita ditantang agar informasi yang kita sampaikan mampu bersaing supaya diperhatikan dan tertanam dalam benak.

T: (Steven) Spielberg bisa kreatif tanpa sekolah tinggi-tinggi, dari sekolah bisa dapat apa?

Untuk jadi orang handal, sekolah bukan satu-satunya jalan. Otodidak bisa belajar dari banyak baca, rajin mencari tahu, berguru pada pendesain yang berhasil, selalu menggali ilmu. Apa yang bisa diharapkan dari sekolah adalah: programnya terstruktur, banyak tenaga ahli yang membantu kita menggali potensi diri. Tapi yang bersekolah pun, kalau itikadnya hanya ijasah akan jadi pegawai biasa saja…


Dari kumpulan tulisan Dr. Priyanto Sunarto (Head of Doctoral Programs Visual Arts and Design-Faculty of Art and Design “Institut Teknologi Bandung”). Ditulis tahun 1999.

Quoted

“Keberhasilan merancang logo banyak dikaitkan sebagai misteri, intuisi, bakat alami, “hoki” bahkan wangsit hingga fengshui. Tetapi saya pribadi percaya campur tangan Tuhan dalam pekerjaan tangan kita sebagai desainer adalah misteri yang layak menjadi renungan.”

Henricus Kusbiantoro