Harus diakui, Yogyakarta memang surganya kuliner. Berbagai makanan dan minuman dalam balutan aroma tradisional dari berbagai suku dan wilayah di Indonesia dapat dijumpai di sini. Demikian pula makanan modern yang diadopsi dari berbagai negara di belahan bumi yang lain dapat pula dijumpai di kota Yogyakarta. Uniknya, masing-masing citarasa dan tampilan makanan tradisional dapat bersanding damai dengan makanan dari mancanegara. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Yogyakarta adalah masyarakat majemuk yang suka damai dan senantiasa terbuka dengan segala macam kecenderungan yang ada. Kecenderungan semacam ini tentu tidak bisa dilepaskan dari prinsip, sikap, dan teladan hidup Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat: Sultan Hamengku Buwono IX kemudian dilanjutkan putranya, Sultan Hamengku Buwono X yang senantiasa memosisikan dirinya dengan adagium tahta untuk rakyat.
Perwujudan Yogyakarta sebagai surganya kuliner ini semakin mendapatkan legitimasinya manakala kita menyaksikan, menyambangi, mencicipi dan membeli berbagai makanan dan minuman yang disajikan para pedagang kuliner selama bulan Ramadan ini. Para pedagang kuliner yang berasal dari berbagai strata ekonomi dan status sosial mampu berbaur dengan masyarakat konsumen secara damai guna mewujudkan bulan penuh berkah, ampunan dan limpahan rahmat ini.
Bagi umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa, hadirnya para pedagang kuliner yang menyediakan aneka makanan dan minuman sebagai piranti berbuka puasa, disambut sukacita dengan tangan terbuka. Kehadiran mereka selama bulan Ramadan di berbagai tempat di Yogyakarta secara tidak langsung memberikan atmosfir baru khasanah wisata kuliner Ramadan ing Ngayogyakarta.
Atmosfir tersebut bisa dirasakan di seputaran wilayah kampung Jogokaryan, Kauman Yogyakarta, jalan Kaliurang, bunderan UGM ke Utara dan Ke Timur hingga Kampus UNY, jalan Gejayan Yogyakarta, perempatan jalan Tamansari, dan beberapa tempat lainnya. Di kampung Kauman, misalnya, dapat dijumpai berbagai minuman dan makanan tradisional yang disajikan oleh sekitar 200 pedagang musiman dengan keuntungan pedagang perharinya sebesar 100 ribu rupiah.
Makanan favorit kegemaran konsumen yang menyambangi kampung Kauman antara lain: kicak. Makanan tradisional ini sangat diminati sebagai makanan pembuka buka puasa. Rasanya manis, terbuat dari ketan yang dicampur dengan kelapa muda dan buah nangka. Ada pula makanan bernama carang gesing yang merupakan hasil kukusan campuran santan, kelapa muda, pisang, gula, dan daun pandan sebagai pewangi. Di sana dapat pula ditemukan tahu susur, tempe mendoan, tahu dan tempe bacem, risoles, lumpia, pastel, sayur terik, brongkos, buntil, bumbu bali, bakmi dan bihun goreng, capjay, dan pecel lele. Untuk minumannya, kita dapat memilih kolak, bajigur, aneka macam es buah, es degan dan es sirsat.
Di kampung Jogokaryan juga digelar pasar sore selama Ramadan. Para pedagang kuliner yang berasal dari warga masyarakat sekitar kampung Jogokaryan menjajakan beragam makanan khas Ramadan seperti aneka macam kue, kolak, makanan ringan dan lauk-pauk sebagai variasi menu saat berbuka puasa.
Di kawasan kampus UGM dapat pula dijumpai pedagang kuliner musiman selama Ramadan. Mereka adalah paramahasiswa dan mahasiswi yang sedang belajar menajamkan naluri kewirausahaannya. Di sepanjang jalan Kaliurang yang membelah kampus UGM dapat kita temukan berbagai jenis gorengan dan jajanan pasar. Semuanya itu dijual perbiji antara 500-1000 rupiah. Sedangkan aneka minuman seperti kolak, coktail, es carica, es buah, sup buah dilego 1000-5000 perbungkus plastik. Untuk makanan berat seperti nasi ayam goreng, spaghetti, dan makaroni dilepas tiga ribu lima ratus rupiah perbungkus.
Selain kuliner murah meriah klas kakilima dan mahasiswa, pusat perbelanjaan modern, mal, kafe, dan hotel berbintang di seantero Yogyakarta pun tidak mau ketinggalan menggelar dan menyajikan kuliner Ramadan guna menyambut tamu alias konsumen yang akan berbuka puasa.
Melihat geliat positif para pedagang kuliner, yang beberapa di antaranya masih berstatus sebagai mahasiswa aktif di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, yang berserakan dan mengadu peruntungannya di sepanjang jalan protokol di Yogyakarta, sudah saatnya Walikota Yogyakarta bersama dinas terkait tanggap ing sasmita atas potensi ekonomi kerakyatan yang berkembang pesat dengan memanfaatkan momentum Ramadan.
Tidak ada salahnya Walikota Yogyakarta bersama dinas terkait memfasilitasi, memayungi, dan menata dengan konsep win-win solution agar potensi ekonomi kerakyatan pedagang kuliner Ramadan bisa dijadikan ikon kuliner Yogyakarta.
Selain itu, momentum kuliner Ramadan tersebut sudah layak diangkat menjadi salah satu aset wisata Yogyakarta terutama untuk wisata minat khusus: wisata kuliner Ramadan ing Ngayogyakarta.
Agar aktivitas bisnis wisata kuliner Ramadan ing Ngayogyakarta ini bisa diketahui dan diakses secara luas oleh para wisatawan maka keberadaannya tidak mungkin lepas dari singgungan media grafis komunikasi (visual) sebagai sarana untuk memublikasikan dan memromosikan kuliner Ramadan ing Ngayogyakarta itu. Dengan publikasi dan promosi yang efektif dan komunikatif maka diharapkan dapat menginformasikan berbagai jenis makanan dan minuman kepada khalayak yang suka memanjakan lidahnya guna mengkonsumsi kuliner Ramadan yang lezat.
Media grafis komunikasi (visual) yang dimaksudkan di sini adalah sebentuk media massa cetak dan elektronik, serta media tercetak yang diposisikan untuk membantu menyampaikan pesan verbal-visual terkait dengan harga jual, kekhasan rasa, keunikan bahan dan bumbu yang digunakan, serta keelokan cara mengemas dan menyajikan berbagai jenis masakan yang disajikan selama bulan Ramadan ini.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana membangun, memilih, dan merancang sistem informasi dan promosi produk kuliner Ramadan yang bersahabat, terpercaya, persuasif, dan komunikatif.
Salah satu jawabannya yang mak nyuus adalah dengan pendekatan softsell saat membangun, memilih, dan merancang sistem informasi dan promosi produk kuliner Ramadan. Pendekatan softsell ini dipilih dalam rangka mewujudkan strategi program pencitraan berbagai jenis produk kuliner Ramadan yang tersebar di wilayah Yogyakarta. Program pencitraan berbagai jenis produk jasa kuliner Ramadan ini diyakini dapat dan mampu menciptakan ikon kuliner Ramadan di kawasan Yogyakarta.
*) Sumbo Tinarbuko, Konsultan Desain, Dosen Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta, dan Penikmat Wisata Kuliner.
Ketik, pilih font, dan presentasikan sebagai ‘desain’… nggak salah tuh!?