‘Free Pitching’
Bukan Ajang Coba-Coba

Memutuskan menjadi mahasiswa DKV pada 2007, membuat saya menjadi individu yang memiliki idealisme sangat tinggi. Belajar selama empat tahun dan lulus dengan gelar sarjana membuat idealisme saya bertambah. Puncaknya, saya memutuskan membangun sebuah Perusahaan Jasa Konsultan Desain yang mungkin dapat dikatakan hanya bermodalkan “PeDe”. Setelah kurang lebih dua tahun menjalani bisnis ini, perhatian saya teralihkan pada isu ‘Free Pitching‘ yang baru-baru ini “kembali” menjadi headline di hampir seluruh kalangan, forum dan asosiasi desain se-Indonesia.

Free Pitching is a term used to describe the supply of design services without payment.  Free Pitching may be initiated by a customer who requests the provision of free services, or it may be initiated by a designer who provides free services in the hopes of later payment. (www.dia.org.au)

Free Pitching mengacu kepada istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyediaan jasa desain tanpa pembayaran. Pada dasarnya Free Pitchingmerupakan suatu prosedur seleksi yang tidak efisien. Biro desain bekerja dengan gratis, tidak dibayar oleh klien dan klien tidak punya kewajiban untuk merekrut biro desain tersebut pada akhir proses pitching. Menyedihkan bukan? Ditambah, desainer dituntut untuk ekstra dalam berbagai hal, mulai dari penyusunan strategi desain sampai estimasi biaya dan biasanya dilakukan dalam kurun waktu yang relatif singkat.

 

KEPELIKAN PERUSAHAAN COKELAT TERNAMA

Terlintas di pikiran saya bahwa mengikuti pitching perusahaan ternama yang notabene perusahaan besar dan beromset sangat tinggi akan menyenangkan. Dengan budget yang besar, penanganan yang profesional, serta akan menambah value bagi perusahaan saya. Tapi ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi yang saya pikirkan. Beberapa waktu lalu, saya diundang oleh perusahaan cokelat ternama di Indonesia,  cokelat dengan julukan cokelat asli Swiss yang bergambarkan orang bermain ski. Kali itu saya mendatangi kantornya di bilangan Bekasi untuk pertemuan pertama kalinya bersama Divisi Marketing dari pihak klien. Pertemuan pun berjalan lancar, saya diberitahukan bahwa perusahaan saya akan diikutsertakan dalam proses pitching untuk desain label cokelat edisi Valentine’s Day. Ada 3 perusahaan yang diikutsertakan dalam pitching tersebut, pihak klien memberitahukan ketentuan-ketentuan dalam mengikuti pitching, salah satunya adalah plafon biaya dari projek ini tidaklah lebih dari *jt rupiah. Bintang satu? Ya, mereka mematok harga jauh di bawah angka yang saya pikirkan.

 

MENGAPA BANYAK PERUSAHAAN MENGANUT SISTEM FREE PITCHING

Yang selama ini saya temukan di Indonesia, banyak perusahaan-perusahaan besar masih melakukan sistem Free Pitching ini, mengapa demikian? Free Pitching bisa dikiaskan seperti metode yang diadopsi oleh kebanyakan orang ketika berbelanja pakaian di departement store (pelanggan mencoba memakainya sebelum ia memutuskan memilih untuk membeli) yang tujuannya untuk meminimalisasi risiko kesalahan dalam pemilihan saat membeli.

Bagaimanapun, desain tidak bisa disamakan dengan sebuah pakaian, dan desain bukan merupakan suatu komoditi mass product (kebutuhan setiap pembeli berbeda dan tidak akan pernah sama). Memilih desain dengan sistem Free Pitching justru merupakan sebuah langkah yang akan merugikan bagi kedua belah pihak. Mengapa? Pikirkan saja, satu pihak merasa dirugikan karena merasa jasanya tidak dihargai sama sekali, di lain pihak akan mengakibatkan sebuah hasil pekerjaan yang di bawah standar dan terkesan ‘terpaksa’ meskipun tidak disadari oleh pihak tersebut. Sangat ironi bila kita renungkan, pihak tersebut justru memikirkan bahwa dengan mengadakan Free Pitching ini maka mereka akan mendapatkan desain yang hebat-hebat dengan budget nol rupiah alias ‘gratis’.

 

BAGAIMANA DENGAN PRO-BONO?

Pro-Bono adalah singkatan dari bahasa Latin Pro-Bono publico, yang berarti “untuk kepentingan publik”. Dalam penggunaan umum, Pro-Bono ditafsirkan sebagai memberikan pekerjaan atau jasa secara gratis.

Beberapa desainer professional kadang berhak untuk memberikan pekerjaan atau jasa desain secara gratis untuk Pro-Bono. Namun pekerjaan Pro-Bono berbeda dari pitching, pekerjaan Pro-Bono bukan merupakan sebuah proses kompetitif yang dirancang untuk menambah penjualan suatu produk atau menambah publisitas, yang pada akhirnya bermuara untuk mencari keuntungan komersial.

Seorang desainer melakukan pekerjaan untuk Pro-Bono berdasarkan dengan keinginan atau inisiatif mereka sendiri, biasanya untuk penggalangan amal, kampanye sosial, moral, etika atau suatu alasan ideologi, dan biasanya untuk non-komersial, organisasi non-profit, dll. Jika faktor-faktor kompetitif atau komersial ditemukan dalam proses tersebut, maka hal tersebut bukan Pro-Bono.

 

LALU BAGAIMANA JUGA DENGAN KOMPETISI DESAIN?

Kompetisi desain adalah contoh yang baik dari area samar seputar isu pitching. Sisi buruknya memang kompetisi desain itu merupakan konotasi positif dari pitching, namun sisi baiknya kompetisi desain memiliki beberapa kejelasan dalam peraturan-peraturan dalam mengikuti kompetisi, brief desain yang lengkap, dan memiliki manfaat mendapatkan publisitas, dengan kata lain desainer akan mendapatkan keuntungan di masa akan datang.

Terakhir, perbedaan yang paling mendasar antara kompetisi desain ini dengan pitching yaitu terletak pada sudut pandang para desainer itu sendiri, mereka merasakan kebebasan mereka dalam berkarya dan bersaing dalam kompetisi ini atau dengan kata lain mereka merasa dihargai sebagai desainer. Berbanding terbalik dengan Free Pitching yang tidak memiliki kejelasan peraturan, brief desain yang “semaunya” dan “seadanya”, serta munculnya rasa “terpaksa” dalam berkarya saat ikut. Dalam hal ini desainer biasanya merasa seperti “budak” klien karena merasa tidak dihargai sebagai desainer.

Setuju atau tidak, kembali lagi pada idealisme masing-masing desainer. Namun, sudah banyak organisasi desain dunia yang telah mencanangkan pelarangan untuk Free Pitching. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah kita akan berdiam diri saja disaat harga diri kita sebagai seorang desainer dipermainkan oleh “raksasa ekonomi” di luar sana? Atau kita mulai bersama-sama mencanangkan pelarangan untuk Free Pitching?

 

Salam Desain Grafis Indonesia.

 


 

REFERENSI

Designers Association Singapore
facebook.com/NoFreeDesignCampaignID
dia.org.au
creativepool.com

Quoted

Desain (grafis) adalah kata kerja–bukan kata benda–karena mengutamakan proses; berupa pengolahan nilai keunikan dan keotentikan dari suatu problem

Eka Sofyan Rizal