Kemajuan praktek desain grafis adalah sebuah ironi dari kemajuan suatu bidang ilmu di negeri kita ini. Bidang studi desain grafis, sebagaimana bidang-bidang studi laris lainnya, makin dikenal dan digemari oleh karena dua alasan kemudahan bagi kebutuhan orang ramai yaitu ‘mudah’ untuk dipelajari dan ‘mudah’ untuk mendapatkan pekerjaan. Tidak seperti bidang studi yang menyangkut kemanusiaan lainnya, studi desain grafis dapat dipelajari baik diperingkat kursus maupun diperingkat pendidikan tinggi.
Tidak ada misalnya, studi kedokteran atau teknik sipil yang dapat diperolehi melalui pendidikan jangka pendek. Meskipun seseorang itu bergelut dengan bidang yang hampir mirip, seorang tabib atau dukun pengobatan alternatif yang mumpuni sekalipun tidak dapat memasang gelar Dr. (dokter) di plang nama prakteknya. Demikian juga para tukang ahli meski yang sering memberi masukan penting dalam pendirian bangunan, mereka juga tidak dapat melabelkan diri sebagai seorang insinyur. Tetapi tidak demikian halnya dengan desain grafis, di bidang kerja ini baik mereka yang belajar otodidak, belajar di kursus maupun yang lama duduk di perguruan tinggi, sama-sama bisa menyatakan dirinya sebagai desainer grafis di kartu nama mereka. Desain grafis tentunya terlihat sangat demokratis dan hal ini barangkali disebabkan sulitnya mengukur secara fisik atau kuantifikasi apalagi saintifik hasil daripada kerja-kerja desain. Berbeda dengan hasil kerja seorang dokter yang bisa dilihat dari berapa ramai manusia yang dia selamatkan dari penyakit berbahaya, atau hasil kerja insinyur dalam membangun bangunan tahan gempa, hasil kerja desain grafis sangat personal bahkan individual. Salah satu ukuran melihat kesuksesan sebuah desain paling-paling adalah penerimaan di masyakat, misalnya sebuah iklan, dan itupun masih terdapat faktor-faktor lainnya menyangkut distribusi dan penempatan iklan.
Selama kita masih berlogika bahwa ilmu desain grafis berujung pada kepraktisan sukses di dunia kerja belaka, maka sesungguhnya kita masih tak menyediakan rumah bagi desain grafis. Sebagai sebuah studi, desain grafis kita ibarat disiplin keilmuan yang tunawisma tak punya tempat berteduh dan bernaung secara mandiri. Mudah-mudahan situs DGI ini tidaklah sebatas warung kongkow untuk mencari kangtaw tetapi juga sebuah kangaw bagi mengodok ilmu desain grafis.
“Imajinasi yang liar lebih kuat dari lirik yang sok mau jelas.”