Refleksi Obituari Profesor A.D. Pirous oleh Henricus Kusbiantoro
16 April 2024, Mamaroneck, New York
“Problem nya ada di kemampuan Bahasa Inggrismu, Cus.” “Kalo Anda bisa perbaiki, saya akan bicara sejujurnya untuk surat rekomendasi ke Thomas Ockerse untuk melanjutkan jenjang master di RISD.” Singkat dan padat dari Profesor A.D. Pirous dalam suratnya di tahun 1998. Tuhan yang membuka jalan, yang tidak pernah kita rencanakan. Keputusan melanjutkan jenjang master (MFA) ke Pratt New York adalah salah satu “kecelakaan” yang membawa hikmah dan keberhasilan, setelah di tahun 1998, saya tidak berhasil diterima program master di Rhode Island School of Design (RISD), Providence. Saatnya saya berhenti berbicara akan sejarah jenjang studi saya…. Tetapi tidak akan pernah berhenti untuk berbicara untuk seorang Pendekar dan Guru Pembimbing, Pak A.D. Pirous.
Sosok Pendekar Desain Grafis yang tidak bisa kompromi dan terus akan bicara atau memberi wejangan apa adanya, singkatnya: kejujuran dan transparansi. Perkenalan saya dengan Pendekar Pirous sudah dimulai sejak tahun 1993, Beliau sebagai Guru Senior sekaligus Penguji Tugas Akhir di tahun 1997. Almarhum Pak Priyanto sendiri yang memperkenalkan pada saya di kelas dan menyebutnya sebagai “Kakak”… “Abang”… Bagi saya, Pak Pirous, tidak sebatas Guru tetapi Pendekar. Pendekar yang memperjuangkan bahwa Pendidikan Desain Grafis, bukanlah dititikberatkan pada sosok desainer dengan kemampuan beradaptasi dengan gaya desain atau trend tertentu, tetapi langsung kepada esensi permasalahan… Kemampuan bercerita secara visual sesuai yang ingin disampaikan!
Even though David Carson, Massimo Vigneli, Tadanori Yokoo, Paul Rand, Milton Glaser or Tibor Kalman dominated the design trends at that moment in the 90s, our senior professor at ITB intentionally avoided introducing the design heroes to the students. Rather, he kept asking students “What’s your genuine passion? What are you going to be? What will be your life’s purpose and how will you help communities as a designer?” The design trends are the poison which he believed would limit or even destroy the student’s design exploration to solve problems. At the end of the day, the students were always reminded that it’s not the graphic trends or style which can determine the success of the campaign but the customized approach of execution for each unique problem. — Lessons learned from Professor A.D. Pirous
Terakhir kali kami bertemu muka yaitu melalui zoom meeting, saat Pendekar Pirous memberi kata sambutan Desain Logo 50 Tahun DKV ITB sebagai Pendidikan Desain Grafis Pertama di Indonesia. Pendekar Pirous merespon ide dari logo spiral yang saya rancang… sebagai berikut:
Perjalanan, sepak terjang desainer grafis itu bagaikan roda. — Ada waktunya kita di atas, berkarya penuh luar biasa dan membahana. Ada saatnya kita di bawah… masa-masa duri, penuh tantangan, terkadang pahit. Tetapi kita lahir, hidup dan bangkit untuk terus bergerak, lentur, luwes, tanpa menyerah, berkarya tanpa henti bagi komunitas, bangsa dan keluarga. Lanjutkan!
Sang Pendekar tidaklah sirna… tetapi tetaplah hidup.
“Cheating the system is very gratifying”