Home > Read > News >
DGI Talk #4: Decenta: Infrastruktur Seni dan Identitas Keindonesiaan

Fasih berpikir dahulu, canggih mendesain kemudian!

Hadir kembali dengan lebih matang: DGI Talk!—sebuah program diskusi rutin dan intens yang diinisiasi oleh Desain Grafis Indonesia untuk membangun iklim berpikir kritis dan terbuka di antara desainer grafis.

Sebelumnya, DGI Talk telah berlangsung sebanyak satu kali setahun pada 2013, 2014, 2015 dengan tajuk berturut-turut: “Ngobrol Bareng (tentang) Desain Grafis Indonesia”, “Indonesian Graphic Design in The Face of Regional Economic Challenges”, dan “Membangun Kembali Budaya Proses dalam Desain Grafis”.

Di tahun 2016 ini, program DGI Talk! kami asah dan perdalam menjadi sebuah program diskusi yang mendalam dengan menempatkan setiap peserta sebagai partisipan aktif dalam merespon sebuah gagasan yang dipaparkan oleh pembicara. Hal ini kami lakukan untuk mengajak para desainer grafis untuk dapat berpikir terbuka dan bertanggung jawab dalam menempatkan dirinya di tengah masyarakatnya yang kompleks. Kami percaya bahwa desain grafis tak berdiri sendiri, karenanya desainer grafis tak pintar sendirian.

 


 

160203-DGITalk-#4

 

DGI Talk! pertama di tahun 2016:

Decenta: Infrastruktur Seni dan Identitas Keindonesiaan
Presentasi penelitian oleh Chabib Duta Hapsoro

 

Sabtu, 20 Februari 2016
13.30–16.00 WIB
CoffeeWar Kemang
Kemang Timur Raya no. 15A

Karena tempat sangat terbatas, pendaftaran ditutup begitu kuota sudah penuh. Diutamakan peserta yang penuh rasa ingin tahu, mau berpikir kritis dan terbuka, dan memiliki minat belajar dan berbagi (:

Pendaftaran:
register@dgi.or.id

Subyek surel:
Daftar – DGI Talk #4 – Nama Lengkap

Format Pendaftaran:
1. Nama Lengkap
2. Organisasi/Afiliasi
3. Email
4. Ponsel,
5. Biodata singkat (maks. 90 kata), serta
6. Alasan mengapa ingin mengikuti sesi DGI Talk ini (maks. 200 kata)

Donasi:
Rp75.000,00 (mahasiswa)
Rp100.000,00 (profesional)

Peserta yang telah melewati proses seleksi akan dikonfirmasi melalui surel.

 


 

ABSTRAK

Decenta: Infrastruktur Seni dan Identitas Keindonesiaan

Penelitian yang dilakukan Chabib Duta Hapsoro adalah sebuah pengamatan dan analisa karya-karya cetak saring Kelompok Decenta. Kelompok ini adalah sebuah biro desain berbadan hukum perseroan terbatas yang didirikan oleh Adrian Palar, A.D. Pirous, G. Sidharta, Sunaryo, T. Sutanto, dan Priyanto Sunarto. Sebagai biro desain, Decenta banyak mengerjakan proyek elemen estetik, perancangan interior, grafis pesanan dari berbagai institusi. Kelompok ini memiliki visi terhadap pencarian identitas keindonesiaan dalam seni rupa yang dilakukan dengan cara memanfaatkan bentuk-bentuk seni rupa tradisi Indonesia seperti ragam hias maupun citraan-citraan lain yang yang berorientasi pada estetika tradisi.

Yang menjadi obyek Chabib adalah karya-karya cetak saring yang dikerjakan beberapa anggota Decenta, yang menjadi pengajar dan alumni Departemen Seni Rupa ITB. Penelitian ini mengisi kelowongan kajian mengenai kelompok Decenta selama ini dengan mengkaji perhatian kelompok ini pada identitas seni rupa modern Indonesia. Penelitian ini hendak mengkaji karakteristik-karakteristik kelompok Decenta, nilai estetik atas karya-karya cetak saringnya, dan pencapaian kelompok ini dalam pengembangan teknik cetak saring dalam khazanah seni grafis di Indonesia.

Analisis penelitian ini menggunakan metodologi kritik seni instrumentalis dengan pendekatan historis poskolonial. Latar ekstrinsik perdebatan diskursif tentang identitas seni rupa Indonesia yang berlangsung hingga dekade 1970-an digunakan untuk menjelaskan posisi nilai estetik karya-karya cetak saring anggota Kelompok Decenta pada kurun waktu tersebut.

Hasil penelitian ini antara lain: Pertama, Decenta memiliki dua karakteristik sebagai kelompok, yaitu pencarian Keindonesiaan dan eksperimentasi. Kedua, karya-karya Kelompok Decenta merespon sebuah situasi eksternal yakni perdebatan diskursif tentang identitas seni rupa modern Indonesia yang dimulai oleh pernyataan Oesman Effendi di tahun 1969. Dengan itu pula, penelitian ini menyimpulkan bahwa Kelompok Decenta menjadi perwakilan seniman-seniman ITB (Kubu Bandung) dalam merespon pergulatan identitas dalam seni rupa modern Indonesia. Maka dari itu, pula Kelompok Decenta dapat dikatakan mengisi sebuah keping sejarah pergulatan seni rupa modern Indonesia yang dimulai sejak Polemik Kebudayaan (1935).

Penelitian ini juga menemukan bahwa karya-karya cetak saring Kelompok Decenta merefleksikan sebuah infrastruktur seni yang unik dan spesifik, yakni menggabungkan peran-peran produksi, distribusi dan mediasi seni sekaligus. Menimbang penggabungan peran-peran tersebut penelitian ini menemukan bahwa pencarian Keindonesiaan pada karya-karya cetak saring Decenta juga berkaitan erat dengan aspek-aspek desain dan aspek komersial. Infrastruktur yang dimiliki Decenta menjadi pionir dalam medan seni rupa Indonesia saat itu.

(***)

 

Quoted

The fate of a designer is not determined by the public system, but by the way he sees his own life

Surianto Rustan