Yes, Make It Ugly Please!
beauty_and_thebeast

Semua orang melakukan yang hampir sama… bagi sebuah keindahan. Terlihat membosankan.

Jujur… sudah lama saya tidak lagi menulis di kolom DGI. Jujur… saya malas menulis bila belum ada hasrat kuat bercerita melalui pena. Jujur… arti kejujuran, sebuah makna yang masih disukai manusia tetapi ironis, seakan tidak sepenuhnya eksis. Diskusi jujur di elevator antara creative director dan klien selalu seputar sebuah janji, “Yes, frankly… we’ve approached a lot of unique ideas, I think we will have a solid direction. Beautiful, elegant, it’ll be awesome then!” Tidaklah heran, bagi klien yang mencari ide-ide kontroversial untuk sekali-kali memutuskan tidak meminang konsultan kreatif di New York. Pilihlah London, lebih tepatnya. Seorang rekan saya dari Inggris, Creative Director Wieden+Kennedy Shanghai, memastikan bahwa karya-karya iklan-nya yang paling berhasil adalah ide-ide yang tidak menarik dengan rute aman tetapi begitu dielu-elukan dengan klien. Bagi rekan saya, membutuhkan kira-kira 5-10 tahun lagi bagi Cina untuk memastikan pentingnya diferensiasi kreativitas ide dalam persaingan. Kini ia menikah dengan gadis lokal dan terus berjuang untuk sebuah idealisme ide. Semoga berhasil!

hunchback-560x798

Jujur… lupakanlah kejujuran, mari berlomba untuk sebuah keindahan. Karena di abad kini, program sebuah merek diperkenalkan dalam creative brief dengan ide kejujuran,being honest brand, yaitu untuk sebuah merek menjadi dirinya sendiri, jujur terhadap potensial yang dimiliki. Kisah klasik yang terjadi adalah tidak sepenuhnya ideal, seorang creative director di manapun memiliki tanggung jawab untuk memastikan output yang ditawarkan juga memiliki estetik yang tinggi, sophisticated, mengejar keunikan sekaligus tetap indah, musti kerenlah! Sejak tahun 1912, sejarah mencatat: tradisi logo Olimpiade adalah satu puncak keagungan, keindahan sekaligus kecepatan dan power. Teringat begitu indahnya dengan tipografi emas dan ikonik logo di Olimpiade Tokyo 1964, atau maha karya desainer Otl Aicher untuk logo Olimpiade legendaris di Munich 1972. Sejarah juga kini mencatat logo Olimpiade London 2012 sebagai identitas terburuk, begitu agresif di antara semua logo olimpiade. Namun tunggu dulu… perlahan dunia kini memakluminya, memaafkan bahkan perlahan mencintainya. Inikah tanda menerima sebuah kejujuran?

Mengapa desainer memeras keras otak kiri, terkadang over thinking, panik, berlomba untuk terlihat indah dan trendy.

Siapkah untuk berhati-hati dengan tantangan: jangan takut untuk merancang merek dengan pertimbangan mengesampingkan estetik dan tren, tetapi fokus untuk menjadi berbeda, jujur dengan apa yang dikomunikasikan dan ditawarkan, tanpa embel-embel. Ada resiko yang besar untuk menerima tantangan ini. Tantangan yang terbesar bagi Creative Director dan tim desainer tidaklah lepas bak seorang Picasso. Konon untuk bisa mencapai dan “kecanduan” menghasilkan karya abstrak dan ekspresif: simbol dari kejujuran… dimulai dengan memahami benar akan dasar-dasar anatomi dan piawai berlatih dengannya dengan jam terbang yang tinggi. Ada satu harga yang harus dibayar untuk rancangan yang menghargai kejujuran.

Apakah kejujuran komunikasi visual masih bisa dijual sebagai rekomendasi bagi klien-klien korporasi atau established companies? Atau ada baiknya Konsultan merek berfokus melempar jala pada start-up companies dengan idealisme tinggi, dimana kebanyakan klien eksekutif lulus dari Nanyang, Universitas Indonesia, Tsing Hua atau Berkeley memimpikan menjadi generasi berikut Google dan Facebook? Identitas visual Google tidak dilahirkan oleh tangan dingin desainer tipografi atau konsultan terkemuka tetapi sebuah spontanitas, clear vision, dari pengajar di Stanford, Ruth Kedar, yang lebih berkecimpung sistem informasi ketimbang tren desain merek. Kejujuran yang eksis, masih sebatas brand strategy atau filosofi merek tetapi dalam eksekusi visual… apakah masih pantas diperjuangkan?

Tuntutan logo yang unik masih dalam koridor atau batasan keindahan, prinsip desain grafis, tren visual di jaman-nya yaitu our comfort zone, bukan pada menerima tantangan untuk membangkitkan kembali integritas cerita atau janji ditawarkan dan divisualkan pada sebuah merek yang memiliki potensi, dan semoga ambisi. Riset dan keterbukaan menjadi dilupakan dan dianggap remeh. Straight to pencil and paper without story that we believe.

Saat logo Olimpiade London 2012 diperkenalkan, caci maki tumpah ruah dari kalangan desainer merek dan tipografer. Kisah fiksi The Hunchback of Notre-Dame atau Pangeran Katak adalah metafor dari fenomena tren desain merek abad kini. Si buruk rupa menjelma jadi pangeran. Dicintai, dipeluk cium dan menjadi inspirasi. Desain Olimpiade London 2012 yang jujur, agresif cenderung destruktif begitu serasi dengan semangat muda-mudi kota London, akhirnya bisa dipuji sebagai identitas unik, berbeda, komunikatif dan masih lolos sebagai perwakilan kampanye olahraga tetapi tidak pernah terbayangkan bisa diterima bagi korporasi-korporasi bergengsi sebagai alternatif yang dipertimbangkan. Tetapi sepertinya, dunia yang kita diami akan lebih lagi siap menerima logo-logo yang lebih jujur, bahkan mengejutkan. Di luar batas kenyamanan tren visual dan prinsip-prinsip yang diyakini. Seperti pada saat logo Nike dilahirkan di tahun 1971 dari tangan hanya seorang mahasiswi desain grafis dari Oregon, sejak saat itu visualisasi swoosh dijiplak di mana-mana, dari merek olahraga hingga logo bank.

Jujur… mungkin kita mulai berkerut, dan mulai mempertimbangkan untuk merancang logo tanpa pertimbangan estetik. Tulisan ini bukanlah memperdebatkan logo yang buruk atau logo yang indah… tetapi logo yang tepat. Karena merek tidaklah sekedar aplikasi logo tetapi sebuah cerita dan janji pengalaman. Andaikan terbebas dari tren desain merek yang gencar di publikasi maya atau majalah desain kesayangan atau karya-karya awardsekaliber Cannes ataupun D&AD London. Terbebas dari sekedar talenta ilustrasi yang Anda miliki dan trik-trik baru logo animsi atau software yang sedang booming… tetapi kembali pada kejujuran… apakah cerita atau janji yang ditawarkan sesuai dengan potensi yang ada. Tidak lebih, tidak kurang. Keberhasilan revitalisasi merek sebuah perusahaan atau organisasi tidak dimulai dari tampilan visual tetapi dari komitmen transformasi pikiran dan semangat dan visi, ambisi baru yang diperjuangkan untuk dilakukan.

Jangan takut untuk merancang sebuah kejujuran… If appropriated. Yes, make it ugly (but beautiful) please!

aetna-560x343

Revitalisasi logo Aetna sebagai global asuransi kesehatan yang menbangkitkan kembali konsep connection, equal relationship melalui eksekusi ligature logotype yang sudah ada sejak 1853.

Revitalisasi logo Aetna sebagai global asuransi kesehatan yang membangkitkan kembali konsep connection, equal relationship melalui eksekusi ligature logotype yang sudah ada sejak 1853.

Henricus Kusbiantoro, penulis berdomisili di New York. Mencoba yang terbaik walau terkadang gagal untuk menerima segala kesempatan merancang logo dengan kejujuran.

Quoted

Ketika dari mata tak turun ke hati, desain pun gagal total

Bambang Widodo